Revisi UU KPK
Masih Pelajari Perppu KPK, Jokowi akan Mengambil Keputusan Dalam Waktu Dekat
Presiden Joko Widodo masih mempelajari opsi penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk mencabut Undang-undang KPK.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi, Adita Irawati menyampaikan Presiden Joko Widodo masih mempelajari opsi penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk mencabut Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Yang jelas sekarang Presiden sedang mempelajari opsi perppu tersebut," kata Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi, Adita Irawati saat dihubungi, kemarin.
Hal itu disampaikan Adita saat ditanyakan perihal dampak pengunduran diri Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly terhadap rencana Presiden Jokowi menerbitkan Perppu KPK.
Menurut Adita, saat ini Presiden Jokowi sedang melakukan perhitungan dan mengkalkulasi mengenai apa yang akan terjadi jika ia menerbitkan atau tidak menerbitkan Perppu KPK.
Presiden Jokowi akan mengambil keputusan dalam waktu dekat.
"Kita tunggu saja," kata Adita.
Yasonna sudah mengirimkan surat pengunduran diri kepada Presiden pada Jumat, 27 September 2019, lantaran dirinya akan dilantik sebagai anggota DPR 2019-2024 pada 1 Oktober 2019.
Sebelum mengirim surat pengunduran diri, Yasonna sempat menegaskan jika Presiden tidak akan mengeluarkan perppu untuk mencabut RUU KPK yang telah disahkan oleh DPR sebelumnya.
Menurutnya, Presiden meminta pihak penolak UU KPK untuk mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
Baca: Berlangsung Damai, Aksi Mujahid 212 Selamatkan NKRI Dipusatkan di Patung Kuda
Namun, setelah melakukan pertemuan dengan sejumlah tokoh di Istana Merdeka pada 26 September 2019, Jokowi selaku presiden menyatakan mempertimbangkan usulan penerbitan Perppu untuk mencabut RUU KPK yang telah disahkan DPR.
Jokowi menyatakan akan menghitung dampak secara hukum dan politik terkait penerbitan perppu tersebut.
Sementara itu, Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti meminta Presiden Jokowi segera menerbitkan perppu untuk mencabut UU KPK hasil revisi.
Sebab, saat ini telah muncul korban jiwa, yakni dua mahasiswa di Kendari, dari aksi unjuk rasa terkait UU KPK dan sejumlah RUU lainnya.
"Presiden katakan akan pertimbangkan perppu. Saran saya jangan tunda lagi. Korban sudah muncul, eskalasi kekerasan meningkat. Saran saya keluarkan saja perppu atas pertimbangan keamanan," kata Ray.
Wakil Ketua Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2019-2023, Indriyanto Seno Adji mengingatkan agar penerbitkan perppu oleh presiden harus memenuhi syarat konstitusional dan yudisial.
Baca: 500 Kali Gempa Susulan Guncang Ambon hingga Sabtu (28/9/2019), Terbesar 5,6 SR
"Syarat penerbitan perppu tidaklah dilakukan secara serampangan, tapi haruslah memenuhi syarat konstitusional (dalam Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945) dan syarat yudisial (dalam Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/ 2009)," kata Indriyanto.
Ia mengatakan, berdasarkan dua syarat tersebut, presiden hanya bisa menerbitkan perppu jika ada kegentingan yang memaksa presiden menyelesaikan masalah hukum.

"Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang," ujarnya.
Selain itu, syarat perppu dapat diterbitkan oleh presiden apabila terjadi kekosongan hukum yang tidak bisa diselesaikan dengan membuat undang-undang secara prosedural karena memerlukan waktu yang cukup lama, sementara keadaan sudah mendesak.
Baca: Anak Yadi Sembako Meninggal setelah 6 Jam Lahir, Bingung Cara Beri Tahu Istri, Anak Kita Nggak Ada
"Dalam pemahaman dan persyaratan konstitusional, tidak ada kegentingan yang memaksa yang mengharuskan Presiden menerbitkan perppu atas Revisi UU KPK," tuturnya.
Menurutnya, jalan terbaik untuk menyelesaikan polemik UU KPK adalah dengan mengajukan uji materi UU KPK ke MK.
"Presiden dapat menunggu putusan MK terhadap uji materi revisi UU KPK dari beberapa komponen masyarakat yang mulai Senin depan ini disidangkan oleh MK," kata Indriyanto yang juga mantan Pelaksana tugas pimpinan KPK pada 2015 itu. (tribun network/fel/kompas.com/coz)