Sabtu, 4 Oktober 2025

Revisi UU KPK

Putri Gus Dur Sempat 'Kasak Kusuk' Soal Isu Radikalisme di Tubuh KPK, Ini yang Didapat

Anita Wahid, angkat bicara mengenai isu radikalisme yang ditujukan kepada sejumlah pegawai pegawai KPK.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ Gita Irawan
Putri Presiden Ke-4 Republik Indonesia sekaligus anggota Perempuan Indonesia Anti Korupsi, Anita Wahid di Gedung Merah Putih KPK Jakarta pada Kamis (29/8/2019). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Putri Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Anita Wahid, angkat bicara mengenai isu radikalisme yang ditujukan kepada sejumlah pegawai pegawai KPK.

Isu tersebut santer dibicarakan sejumlah pihak belakangan ini.

Menurut Anita Wahid, isu tersebut muncul seiring dengan mencuatnya revisi Undang-Undang KPK yang menuai kontroversi.

Anita Wahid telah mendatangi sejumlah Pimpinan KPK beberapa waktu lalu dan mengklarifikasi kabar tersebut.

Bukannya gejala radikalisme yang ia dapati, justru fenomena "hijrah" yang sekarang sedang marak di kalangan anak muda.

Baca: Tak Akan Hadir Dalam Konser Honne, Gisella Anastasia Hindari Gading Marten ?

Hal itu disampaikan Anita Wahid usai konferensi pers Aliansi Masyarakat untuk Keadilan Demokrasi (AMUKK) di Jakarta Pusat, Minggu (15/9/2019).

"Jadikan banyak sekali nih orang-orang yang menyetujui Undang-Undang KPK, karena berpikir bahwa memang ada radikalisme dalam tubuh KPK. Secara pribadi saya melakukan tabayyun, bertanya dan yang saya temukan sekarang bukan radikalisme, tapi yang kalau zaman sekarang sebutannya hijrah lah," kata Anita Wahid.

Baca: Detik-detik Raffi Ahmad Bentak dan Usir Lucinta Luna, Vicky Prasetyo dan Ruben Onsu Geram

Menurut informasi yang didapatnya, isu radikalisme sengaja dihembuskan agar RUU KPK bisa segera disahkan menjadi undang-undang.

"Juga dijadikan justifikasi atas terpilihnya ketua KPK yang memiliki rekam jejak sangat buruk dalam pelanggaran kode etik," kata Anita Wahid.

Meski belum dapat memastikan kebenaran radikalisme yang menjangkit sejumlah pegawai KPK, tentunya masyarakat sipil menurutnya akan bekerja sama dalam melawan radikalisme.

Baca: Gempa Hari Ini - BMKG Catat Guncangan 2,8 SR di Lombok Barat, Dirasakan di Mataram

Ia menegaskan melawan radikalisme dengan cara melemahkan pemberantasan korupsi adalah kesalahan sangat besar.

"Kalau kita sekarang melihat misalnya, apa pasal-pasal yang diubah dalam revisi UU KPK ini? Ada kaitannya dengan radikalisme? Pasal mana yang dianggap bisa menangkal radikalisme di KPK? Pasal SP3? Pasal mengenai lembaga KPK bukan lagi lembaga negara bukan pemerintahan tapi menjadi lembaga dalam ranah eksekutif? Itu? Lha wong sekarang yang eksekutifnya saja banyak kok yang kebobolan radikalisme. Terus pasal mana lagi?" kata Anita.

Baca: Tanggapan Neymar Setelah Dihina Suporter PSG

Anita menilai, dalam draft Revisi Undang-Undang KPK yang saat ini sedang ramai dibicarakan tidak ada sama sekali pasal-pasal yang berhubungan dengan radikalisme.

"Tidak ada sama sekali pasal-pasal yang diusulkan ini yang berhubungan dengan radilkalisme atau bahkan bisa katakan sebagai cara yang efektif untuk menangkal radikalisme. Tetapi semua pasal itu sudah pasti akan melemahkan KPK dan pemberantasan korupsi. Akhirnya tidak dapat dua-duanya. Tidak dapat untuk radikalisme dan pemberantasan korupsinya," kata Anita.

Busyro Muqoddas Beri Penjelasan soal Kelompok Taliban

Busyro Muqoddas yang merupakan Ketua KPK era 2010-2011, mengakui ada istilah Taliban di internal KPK saat dirinya menjadi Ketua KPK di era itu.

Busyro Muqoddas menjelaskan kelompok Taliban yang dimaksud adalah sejumlah penyidik tetap KPK yang merupakan mantan anggota Polri satu di antaranya Novel Baswedan.

Namun begitu pria kelahiran Yogyakarta ini menegaskan, kelompok tersebut tidak ada hubungannya dengan suatu paham agama atau kepercayaan radikal yang selama ini dihembuskan oleh pihak tertentu.

Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas memberikan keterangan kepada wartawan mengenai peristiwa penyiraman air keras kepada penyidik senior KPK Novel Baswedan oleh dua orang tak dikenal, di gedung KPK, Jakarta, Selasa (11/4/2017). Mereka memberikan dukungan kepada KPK dan juga meminta presiden turun tangan dengan cara membentuk tim khusus guna mengusut kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. TRIBUNNEWS/HERUDIN
Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas memberikan keterangan kepada wartawan mengenai peristiwa penyiraman air keras kepada penyidik senior KPK Novel Baswedan oleh dua orang tak dikenal, di gedung KPK, Jakarta, Selasa (11/4/2017). Mereka memberikan dukungan kepada KPK dan juga meminta presiden turun tangan dengan cara membentuk tim khusus guna mengusut kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. TRIBUNNEWS/HERUDIN (TRIBUNNEWS/HERUDIN)

Istilah Taliban melekat pada kelompok tersebut karena dikenal militan dalam pemberantasan korupsi.

Bahkan mereka rela meninggalkan keanggotaan Polri nya agar bisa menjadi penyidik tetap KPK.

"Mimpi mereka menjadi jenderal dicopot untuk menjadi pengabdi KPK dan mereka semua militan makanya saat saya masuk sudah ada istilah Taliban, saya juga heran kenapa istilahnya Taliban, tapi mereka menjelaskan ini tidak ada konotasinya dengan agama tapi Taliban itu menggambarkan betapa militansinya Penyidik di KPK," ucap Busyro, Sabtu (14/9/2019).

Baca: Terpilih Jadi Ketua KPK, Irjen Firli Pulang Kampung dan Nyekar di Makam Orang Tua

Anggota dari kelompok Taliban tersebut, lanjut Busyro juga mempunyai latar belakang keagamaan yang berbeda diantaranya Kristen, Hindu dan juga Islam.

"Sekarang istilah taliban itu kemudian dipolitisasi yang ada indikasi perintahnya berasal dari istana dan dikembangkan oleh Pansel KPK," ucapnya.

Ketua PP Muhammadiyah ini juga menilai Tim Pansel KPK yang dibentuk oleh Presiden Jokowi seperti kehilangan akal saat melakukan seleksi pada tahapan psikotes.

"Baru kali ini pansel itu seperti kurang kerjaan seperti tidak mempunyai konsep padahal ada tiga guru besar. Masa psikotesnya menggunakan isu isu radikalisme, pertanyaan nya itu seperti anak SMP," tutupnya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved