Sabtu, 4 Oktober 2025

Pemerintah Bentuk Tim Reaksi Cepat Hujan Buatan Untuk Atasi Kebakaran Hutan dan Lahan di Riau

Pemerintah sekapat membentuk satuan tugas pembuat hujan buatan untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ Rina Ayu
Rakor karhutla yang dipimpin oleh Menteri Koordinatoor Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto, bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Kepala BNPB Doni Munardo, Kepala BMKG Dwi Korita, serta sejumlah perwakilan pemerintah daerah, di ruang rapat Nakula, Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, pada Jumat (13/9/2019). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah sekapat membentuk satuan tugas pembuat hujan buatan untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Kesepakatan tersebut dicapai setelah Menteri Koordinatoor Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto memimpin rapat koordinasi Karhutla.

Rapat tersebut dihadiri Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Kepala BNPB Doni Munardo, Kepala BMKG Dwi Korita, serta sejumlah perwakilan pemerintah daerah.

Rapat digelar di ruang rapat Nakula, Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Jumat (13/9/2019).

Baca: Sekolah Jadi Problem Shakira Aurum, Ini yang Dilakukan Denada sebagai Ibu

Wiranto menuturkan, satuan tugas tersebut dipersiapkan untuk memadamkan karhutla dengan teknik hujan buatan di mana tim dan pesawat siap siaga saat awan berisi 75 persen air berada di atas daerah karhutla.

"Ya kita sepakat untuk siapkan satuan tugas namanya Pasukan Pemadam Reaksi Cepat (PPRC). Artinya kita siapkan pesawat udara di tempat-tempat kritis dimuati garam, ada laporan bahwa awan itu sudah cukup kuat untuk kemudian dijadikan hujan pesawat naik langsung tabur garam. Tidak usah menunggu lagi," jelas Wiranto.

Lebih lanjut, mantan Panglima ABRI ini menuturkan, BPNB dan Panglima TNI telah memberikan bantuan 3 unit pesawat untuk tim PPRC.

Baca: Majelis Dzikir Nuurul Khairaat Palu Salat Gaib Doakan BJ Habibie di Pantai Eks Tsunami

"Dua pesawat Cassa dari BNPB dan satu pesawat N35 dari Panglima TNI yang sudah stand by di landasan udara, lapangan terbang yang ada di daerah terdampak sehingga siap terbang," kata dia.

Tim PPRC ini diharapkan memperkuat pemadaman karhutla sebelumnya yakni melalui personel darat dan pembuatan bom air dari udara.

"Penanggulangan juga harus kita tingkatkan. Kita mencoba melihat laporan-laporan di lapangan, apa yang harus kita tambah kita upayakan dan harus tingkatkan," jelas Wiranto.

Diketahui berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), hingga akhir Agustus 2019 luasan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di Indonesia mencapai 328.724 hektare (ha).

Baca: Serangan 11 September: AS akan ungkapkan nama pejabat Arab Saudi yang terlibat

Karhutla didominasi lahan mineral dibandingkan lahan gambut.

Khusus karhutla yang terjadi di Riau, dari data BNPB, Provinsi Riau merupakan daerah terluas dilanda karhutla di Sumatera, yakni mencapai 49.266 hektare (Ha).

Kebakaran di Riau didominasi terjadi di lahan gambut mencapai 40.553 Ha dan tanah mineral 8.713 Ha.

4 korporasi jadi tersangka

Hingga September 2019, tercatat ada empat korporasi ditetapkan sebagai tersangka kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Jumlah tersebut bertambah, setelah sebelumnya hanya ada tiga tersangka korporasi.

Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan di Kalimantan Barat telah ditetapkan dua tersangka korporasi yakni PT SISU dan PT SAP.

PT SISU diketahui menjadi korporasi paling akhir yang ditetapkan sebagai tersangka.

Baca: Hasil Akhir Timnas Indonesia vs Thailand, Skuat Garuda Kalah 0-3

"Korporasi yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Kalbar yaitu PT SISU dan PT SAP. Ini masih dalam proses penyidikan," ujar Dedi, di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (10/9/2019).

Dua korporasi lain yang juga menjadi tersangka Karhutla berada di wilayah berbeda.

Satu berada di Riau yakni PT SSS, dan satu lagi berada di Kalimantan Tengah yakni PT PGK.

Dedi menyebut empat perusahaan tersebut ditetapkan sebagai tersangka lantaran diduga lalai mengawasi atau membiarkan terjadinya kebakaran terhadap lahan yang dikelolanya.

Baca: KPK Belum Terima Informasi dari Pemerintah atau DPR Terkait Revisi UU KPK

Tak hanya hukuman pidana, mantan Wakapolda Kalimantan Tengah itu menuturkan perusahaan-perusahaan itu juga bisa dikenakan sanksi administratif yaitu pencabutan izin penguasaan lahan.

"Ketika dia (perusahaan) diberikan tanggung jawab penguasaan lahan sekian ratus hektar, tapi lahan tersebut tidak dikelola dengan baik, tidak diawasi dengan baik, tidak dilakukan langkah-langkah pencegahan untuk mengantisipasi kebakaran hutan," katanya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved