Pemindahan Ibu Kota Negara
Jusuf Kalla Tidak Yakin Ibu Kota Negara Bisa Mulai Pindah Pada 2024
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebut proses pemindahan ibu kota RI ke wilayah Kalimantan Timur memerlukan proses panjang.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebut proses pemindahan ibu kota RI ke wilayah Kalimantan Timur memerlukan proses panjang.
Baginya, tenggat waktu 2024 terlalu cepat untuk merealisasikan hal itu.
Jusuf Kalla menilai, panjangnya proses pembahasan payung hukum di DPR kemudian kajian lebih intensif berbagai sektor juga tentu memakan waktu lama.
Hal itu disampaikan Jusuf Kalla saat ditemui di kantor Wapres RI, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (27/8/2019).
"Ya tentu diusahakan. Namun karena prosedurnya panjang dan dalam waktu 4 tahun, terkecuali dipercepat. Tapi ini juga langkah-langkahnya harus sesuai aturan," ujar Jusuf Kalla.
Baca: Ketika Irjen Firli Jelaskan Usaha Pijat Refleksi Milik Sang Istri: Tiap Bulan Bisa 3.000 Kepala
Baca: Sinopsis dan Trailer Film Ready or Not (2019), Sebentar Lagi Tayang di Bioskop Indonesia
Baca: Seminar Nasional Majapahit Gali Nilai Sejarah untuk Indonesia ke Depan
Baca: Angkat Suara Soal Isu Umi Pipik Menikah Lagi, Anak Jefri Al Buchori: Bokap Gue Cuma Satu
Apalagi, kata Jusuf Kalla, persoalan pemindahan pusat pemerintahan ini bukan hal main-main, perlu pemikiran dan pertimbangan matang serta mengikuti tahapan yang sesuai.
"Kita ingin ibu kota yang baik, tentu perencanaannya juga harus baik. Dan juga perlu dipertimbangan dengan hati-hati," katanya.
Sebelumnya, Menteri PPN/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang P.S. Brodjonegoro, memprediksi, pemindahan ibu kota Republik Indonesia akan dimulai pada 2024.
Ia menuturkan, ada sejumlah tahapan yang perlu dirampungkan selama tahun 2020 seperti, menyiapkan naskah akademik RUU, master plan, urban planning, field desain, desain bangun dasar, hingga lahan.
Untuk fase awal pembangunan rencananya dilakukan pada akhir 2020.
"Kita harapkan tahun 2024 paling lambat proses pemindahan ibu kota dilakukan," ungkapnya saat konferensi pers di kantor presiden pada Senin kemarin.
4 pertimbangan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan hasil kajian pemerintah mengenai lokasi ideal untuk pembangunan ibu kota baru Republik Indonesia.
Melalui serangkaian kajian selama tiga tahun ke belakang, Jokowi menetapkan dua wilayah di Provinsi Kalimantan Timur sebagai lokasi pembangunan ibu kota baru.
"Hasil kajian-kajian tersebut menyimpulkan bahwa lokasi ibu kota baru yang paling ideal adalah di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur," ujar Jokowi di Istana Negara, Senin (26/8/2019).
Ada sejumlah alasan yang mendasari pemerintah untuk memutuskan Provinsi Kalimantan Timur sebagai lokasi ibu kota baru Indonesia.
Baca: Aksi Bagus Kahfi di Timnas Senior Saat Ujicoba Tuai Pujian Simon McMenemy
Baca: Video dan Foto Pesona Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Ibu Kota Baru Indonesia di Kaltim
Baca: Presiden Bisa Dipanggil DPR RI Terkait Pelaksanaan Rekomendasi Pansus Pelindo II
Baca: Rebutan Hak Asuh Anak dengan Sang Mantan Suami Selama Bertahun-tahun, Angelina Jolie Merasa Tak Kuat
Jokowi dalam keterangannya, kemudian menjelaskan alasan pemilihan provinsi tersebut.
"Satu, risiko bencana minimal baik bencana banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan, gunung berapi, dan tanah longsor," ucapnya.
Selain dianggap minim risiko bencana, lokasi Kalimantan Timur yang berada di tengah-tengah Indonesia juga menjadi pertimbangan utama bagi pemerintah.
Hal itu menjadi alasan kedua pemilihan Kalimantan Timur sebagai lokasi pembangunan ibu kota baru yang memang bertujuan untuk pemerataan ekonomi ke Indonesia Timur.
Ketiga, Presiden mengatakan bahwa lokasi yang telah ditetapkan tersebut berdekatan dengan wilayah perkotaan yang sudah berkembang.
"Ketiga, berdekatan dengan wilayah perkotaan yang sudah berkembang, yaitu Balikpapan dan Samarinda," tuturnya.
Selain itu, infrastruktur yang relatif telah tersedia dan kepemilikan lahan pemerintah seluas kurang lebih 180 ribu hektare juga menjadi pertimbangan dipilihnya provinsi tersebut.
"Keempat, telah memiliki infrastruktur yang relatif lengkap. Yang kelima, telah tersedia lahan yang dikuasai pemerintah seluas 180 ribu hektare," kata Jokowi.