Kasus Korupsi Mantan Dirut Emirsyah Satar, KPK Siapkan Tim Usut Perusahaan Rekanan Garuda
"Sepertinya kita yang ke sana (negara asal pabrikan)," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mememastikan bakal mendalami peran tiga perusahaan di luar negeri yang diduga terlibat dalam kasus dugaan suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia.
Untuk mengusut hal ini, KPK bakal mengirimkan tim ke negara asal pabrikan tersebut.
"Sepertinya kita yang ke sana (negara asal pabrikan)," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (20/8/2019).
Diketahui, dalam kasus ini, KPK telah menetapkan mantan Dirut PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar, pendiri PT Mugi Rekso Abadi (MRA) sekaligus Beneficial Owner Connaught International Pte. Ltd. Soetikno Soedarjo serta mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Hadinoto Soedigno sebagai tersangka.
Hadinoto diduga bersama-sama Emirsyah menerima suap dari Soetikno terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia.

KPK menduga Emirsyah menerima suap sebesar EUR1,2 juta dan USD180 ribu atau setara Rp20 miliar dalam bentuk uang dan barang dari Soetikno terkait pengadaan mesin Roll-Royce untuk pesawat Airbus yang dipesan PT Garuda Indonesia sepanjang Emirsyah menjabat sebagai Direktur Utama.
Dalam proses penyidikan kasus ini, KPK menemukan sejumlah fakta yang signifikan bahwa uang suap yang diberikan Seotikno kepada Emirsyah dan Hadinoto tidak hanya berasal dari perusahaan Rolls-Royce, tetapi juga berasal dari pihak pabrikan lain yang mendapatkan proyek di PT Garuda Indonesia.
Untuk program peremajaan pesawat, Emirsyah Satar melakukan beberapa kontrak pembelian dengan empat pabrikan pesawat pada 2008-2013 dengan nilai miliaran dolar Amerika Serikat.

Yakni, kontrak pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin atau Total Care Program dengan perusahaan Rolls Royce, kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S, kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR) dan kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.
Dalam penyidikan kasus ini, KPK mengidentifikasi adanya aliran dana suap yang mencapai Rp100 miliar. Uang dalam bentuk sejumlah mata uang ini diduga mengalir ke para tersangka dan pihak lain yang terlibat.
Baca: Penuturan Ayam Kampus Kota Palembang: Terjerumus ke Dunia Kelam karena Pacar, Enggan Jadi Simpanan
Sejak awal penyidikan kasus ini, KPK telah bekerja sama dengan Lembaga Antikorupsi Inggris atau Serious Fraud Officer (SFO) yang menangani dugaan suap Rolls-Royce kepada pejabat Garuda Indonesia. Dari kerja sama tersebut, KPK mendapat berbagai dokumen yang memperkuat adanya praktik suap dalam pengadaan mesin pesawat Rolls-Royce di PT Garuda Indonesia.
Baca: Inilah Benny Wenda, Sosok yang Disebut Tokoh di Balik Rusuh Papua dan Kini Bermukim di Inggris
Alex memastikan, KPK akan berkoordinasi dengan otoritas Prancis yang menjadi negara asal pabrikan Airbus dan ATR serta dengan otoritas Kanada yang menjadi asal negara induk perusahaan pabrikan Bombardier.
Baca: Alisa Wahid Kecewa, Cak Imin Sampai Saat Ini Tak Pernah Minta Maaf ke Keluarga Gus Dur
"Kalau dengan Bombardier kita akan berkoordinasi dengan otoritas Kanada. Kalau ATR itu Prancis, kita akan bekerja sama dengan otoritas Prancis," katanya.
Alex meyakini koordinasi yang dilakukan KPK dengan otoritas di sejumlah negara dalam mengusut kasus suap Garuda ini akan berjalan mulus. Kerja sama internasional ini dimungkinkan lantaran tercantum dalam pembukaan Konvensi Antikorupsi PBB atau United Nations Convention Against Corruption (UNCAC)
"Kalau minta kan kita ada kerjasama apa namanya kerjasama timbal balik yang bagaimana yang diminta oleh UNCAC seperti itu supaya dalam pemberantasan korupsi itu kan saling bekerja sama saling memberikan informasi," ujarnya.