Sabtu, 4 Oktober 2025

HUT Kemerdekaan RI

Sampaikan Pesan Kebangsaan, GAMKI Beri Catatan Penting soal Refleksi HUT Ke-74 RI

Kemerdekaan Indonesia adalah buah dari perjuangan berdarah-darah semua anak bangsa yang berlatar belakang agama, suku, dan etnis yang berbeda.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-inlihat foto Sampaikan Pesan Kebangsaan, GAMKI Beri Catatan Penting soal Refleksi HUT Ke-74 RI
Ist/Tribunnews.com
Ketua Umum GAMKI terpilih Willem Wandik (kiri) dan Sekum GAMKI terpilih Sahat Martin Philip Sinurat.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kemerdekaan Indonesia bukan perjuangan satu agama, suku, atau kelompok tertentu dan bukan penyerahan dari pihak manapun.

Kemerdekaan Indonesia adalah buah dari perjuangan berdarah-darah semua anak bangsa yang berlatar belakang agama, suku, dan etnis yang berbeda.

Pesan Kebangsaan tersebut disampaikan DPP Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) dalam rangka Refleksi HUT ke-74 Republik Indonesia.

Ketua Umum GAMKI terpilih, Willem Wandik mengatakan kemerdekaan adalah perjuangan melawan kolonialisme yang menindas dan merampas hak asasi manusia.

Kemerdekaan atas penindasan hak asasi manusia justru paradoks dengan keadaan sekarang pada 74 tahun kemerdekaan Republik Indonesia.

“Kemerdekaan ini ternyata masih menyisakan jejak dan mental kolonialisme atas sesama anak bangsa,” kata dia di Jakarta, Jumat (16/8/2019).

Willem memaparkan, penindasan antar sesama anak bangsa itu terbukti dari kasus-kasus intoleran antara lain pelarangan dan penutupan rumah ibadah.

Kejadian seperti penutupan beberapa gereja di Jambi, ataupun yang masih baru terjadi adalah penutupan rumah ibadah di Indragiri Hilir, Riau.

“Perbedaan agama tidak lagi dilihat sebagai kekuatan persatuan melainkan dianggap sebagai musuh yang harus dilawan,” jelas dia.

Di sisi lain, lanjut Willem, alat pelayanan negara digunakan oleh kelompok intoleran sebagai alat melegitimasi kebijakan diskriminatif untuk menghadang pendirian rumah ibadah, bahkan tidak segan menyegel atau menutup rumah ibadah.

Hal senada diungkapkan Sahat Martin Philip Sinurat, Sekum DPP GAMKI Terpilih.

Sahat memaparkan, alat pelayanan publik juga melakukan tindakan represif terhadap masyarakat Nduga di Papua selama sembilan bulan.

Upaya penertiban keamanan terhadap KKB, justru berdampak kepada masyarakat yang tidak berdosa.

“Akibatnya, 182 orang mati sia-sia, 44 ribu rakyat Papua meninggalkan tanah mereka. Kondisi yang jauh dari liputan media dan perhatian pemerintah, mengindikasikan bahwa negara gagal mengurus warganya sesuai amanat UUD 1945.

Menurut alumni ITB tersebut, harusnya persoalan intoleran dan diskriminatif ini dapat diselesaikan dalam lima tahun periode kedua Presiden Joko Widodo.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved