Selasa, 7 Oktober 2025

Pemerintah Harus Serius Cegah Korupsi di BUMN

"Persoalan korupsi di BUMN sesungguhnya disadari betul oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN," ujarnya

Tribunnews/Irwan Rismawan
Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II, Andra Y Agussalam menggunakan rompi oranye dan diborgol usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (2/8/2019) dini hari. KPK resmi menahan dua orang tersangka yakni Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II, Andra Y Agussalam sebagai penerima suap dan staf PT INTI, Taswin Nur sebagai pemberi suap serta mengamankan barang bukti uang sebesar SGD 96.700 (sekitar Rp 1 miliar) terkait kasus suap pengadaan pekerjaan Baggage Handling System (BHS) di PT Angkasa Pura Property. Tribunnews/Irwan Rismawan 

TRIBUNNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (31/7/2019) lalu berhasil menangkap tangan sejumlah petinggi PT Angkasa Pura II dan PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI) atas dugaan terlibat dalam praktik suap menyuap.

Uang suap yang diperkirakan mencapai Rp 1 Miliar tersebut diduga terkait dengan proyek yang dikerjakan oleh PT INTI.

Penangkapan sejumlah petinggi pada kedua BUMN tersebut pada akhirnya memperpanjang daftar kasus korupsi yang melibatkan BUMN.

Baca: Fakta-fakta OTT KPK Angkasa Pura II: Diduga Bukan Suap Pertama Kali hingga Tanggapan BUMN dan KPK

Fenomena korupsi yang terjadi pada sejumlah BUMN di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir mulai memprihantikan.

Hingga 1 Agustus 2019, sedikitnya sudah ada 60 kasus korupsi di BUMN yang telah ditangani oleh KPK.

Berdasarkan pantauan VISI INTEGRITAS, praktik korupsi di BUMN umumnya adalah penyuapan, gratifikasi dan perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian keuangan negara. Mayoritas korupsi di BUMN terkait dengan pengadaan barang dan jasa di lingkungan BUMN.

Nilai kerugian negara akibat korupsi di BUMN terbilang sangat fantastis.

Pada tahun 2018, ICW mencatat kerugian negara hanya dari 19 kasus korupsi di BUMN bahkan mencapai Rp 3,1 triliun.

Pelaku korupsi di BUMN tidak saja pada level pegawai namun juga melibatkan jajaran top manajemen termasuk Direktur Utama (Dirut).

Petinggi BUMN yang baru saja menyandang status tersangka korupsi Dirut Perusahaan Listik Negara Sofyan Basir.

KPK pada 23 April 2019 lalu telah menetapkan Sofyan sebagai tersangka kasus korupsi dalam kerja sama proyek pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi.

Sebelum Sofyan, Dirut BUMN yang telah menyandang status tersangka korupsi antara lain Dirut PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar, Dirut PT Pelindo II RJ Lino, Dirut PT PAL Indonesia Firmansyah Arifin dan Dirut PT Asuransi Jasindo Budi Tjahjono.

Pelaku yang dijerat tidak saja individu, KPK pada tahun 2018 bahkan telah menetapkan sebuah BUMN yaitu PT Nindya Karya sebagai tersangka korporasi.

PT Nindya Karya terjerat kasus dugaan korupsi proyek pembangunan di Sabang Aceh Tahun Anggaran 2006-2011 yang merugikan keuangan negara hingga Rp 313 miliar.

"Persoalan korupsi di BUMN sesungguhnya disadari betul oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN," ujar Direktur VISI INTEGRITAS, Ade Irawan dalam keterangan pers yang diterima, Jumat (2/8/2019).

Sejumlah kebijakan maupun program pernah diluncurkan untuk mencegah korupsi di lingkungan BUMN.

Pada tahun 2011 Menteri BUMN mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor Per-01/MBU/2011 tentang penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) pada Badan Usaha Milik Negara.

Berdasarkan peraturan tersebut, semua BUMN diwajibkan menjalankan usahanya sesuai dengan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi dan kesetaraan.

Sayangnya aturan ini terkesan sebatas himbauan namun tanpa adanya sanksi yang jelas bagi BUMN yang tidak mau melaksanakan,

Lalu pada tahun 2013 Dahlan Iskan saat menjabat sebagai Menteri BUMN pernah meluncurkan program peta jalan (roadmap) “BUMN Bersih”.

Terakhir pada tahun 2015 Kementerian BUMN pada era Rini Soemarno bekerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi meluncurkan program “zona integritas bebas dari korupsi” yang diharapkan dapat diterapkan di 141 BUMN berikut anak perusahaannya.

Demi mencegah korupsi di BUMN, Kementerian ini juga telah melibatkan KPK yang telah memiliki program “BUMN Berintegritas” dan “Profesional Berintegritas”.

Meski Kementerian maupun KPK sudah melahirkan banyak program pencegahan korupsi, namun faktanya praktik korupsi di BUMN masih terjadi silih berganti.

Salah satu penyebab masih munculnya korupsi di BUMN karena tidak berjalannya sistem pengawasan atau pengendalian internal di BUMN itu sendiri.

Padahal keberadaan pengendalian internal ini penting agar pimpinan BUMN tidak membuat kebijakan atau keputusan yang melanggar hukum maupun mengarah pada tindakan korupsi.

Tidak berjalannya fungsi pengawasan internal juga akibat banyaknya posisi pengawas di BUMN khususnya komisaris yang rangkap jabatan instansi lain atau tidak berasal dari kalangan profesional. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pemilihan komisaris BUMN saat ini masih diwarnai kepentingan politik dan seringkali mengabaikan kompetensi terkait bidang usaha dari BUMN yang akan ditempati.

Pada sisi lain komitmen antikorupsi maupun integritas pada level pimpinan atau Direksi BUMN juga banyak bermasalah.

Demi memperkaya diri atau mempertahankan jabatan, tidak sedikit pejabat atau direksi di BUMN yang nekat melakukan praktik korupsi.

Dengan ditempati oleh direksi yang bermasalah secara integritas maka inisiatif program antikorupsi bahkan pakta integritas yang ditandatangani oleh BUMN seringkali menjadi sia-sia atau hanya sekedar seremonial belaka.

Kasus korupsi yang menimpa sejumlah BUMN sudah seharusnya menjadi momentum untuk melakukan sejumlah langkah pemberantasan korupsi dan sekaligus mendorong kembali terwujudnya BUMN berintegritas.

Sementara itu, Wakil Direktur VISI INTEGRITAS, Emerson Yuntho menilai langkah pemberantasan korupsi di BUMN penting dilakukan melalui upaya penindakan dan pencegahan.

Sebagai upaya penindakan maka KPK sebaiknya tetap memprioritaskan pengusutan dan penuntasan kasus korupsi di lingkungan BUMN.

Sedangkan untuk pencegahan korupsi, setidaknya ada tiga langkah yang perlu menjadi prioritas.

Pertama, Presiden Joko Widodo sebaiknya memberikan perhatian atas merebaknya praktik korupsi di BUMN dan mengambil langkah langkah untuk mencegah peristiwa memalukan ini kembali terjadi.

"Salah satu langkah yang dapat diambil Jokowi antara lain merintahkan kapada Kementerian BUMN antara lain melakukan pembenahan secara menyeluruh dan memperkuat satuan pengawas internal di seluruh BUMN," katanya.

Proses rekruitmen pejabat termasuk Direksi dan komisaris BUMN sebaiknya dilakukan secara ketat dengan lebih mengutamakan pada syarat profesional dan integritas.

Kedua, Program BUMN profesional dan berintegritas (Profit) yang dirancang oleh KPK sebaiknya diadopsi oleh seluruh BUMN sebagai bagian dalam upaya pencegahan korupsi.

Agar program antikorupsi dapat berjalan secara optimal maka harus ada monitoring dan evaluasi secara berkala baik dari KPK, internal BUMN maupun Kementerian BUMN.

Baca: OTT Petinggi Angkasa Pura II, Yunus: Evaluasi Sistem Rekrutmen Direksi BUMN

Ketiga, Menteri BUMN sebaiknya menerbitkan Peraturan Menteri BUMN yang intinya mewajibkan setiap BUMN untuk menerapkan kebijakan anti suap seperti Standar Nasional Indonesia (SNI) 37001 tentang Sistem Manajemen Anti Penyuapan.

"Agar efektif harus ada sanksi yang keras bahkan pencopotan kepada jajaran direksi BUMN yang tidak menerapkan aturan tersebut," katanya.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved