Perkara Foto Editan, Calon DPD NTB Ini Optimis Gugatan Bakal Ditolak MK
"Kalau yakin, kita harus yakin. Karena kita pada prinsipnya tidak pernah melakukan semua apa yang dituduhkan," ungkap Evi Apita Maya
Penulis:
Danang Triatmojo
Editor:
Imanuel Nicolas Manafe
Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon anggota DPD Nusa Tenggara Barat (NTB) Evi Apita Maya selaku pihak terkaig merasa sangat yakin bahwa hasil akhir dari sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pileg 2019 di Mahkamah Konstitusi bakal berujung pada ditolaknya gugatan dari pihak Pemohon.
"Kalau yakin, kita harus yakin. Karena kita pada prinsipnya tidak pernah melakukan semua apa yang dituduhkan," ungkap Evi Apita Maya saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (31/7/2019).
Baca: 5 Fakta Evi Apita Maya, Calon Anggota DPD Asal NTB Kasus Foto Editan Terlalu Cantik, Inilah Sosoknya
Apalagi menurutnya, kesembilan Majelis Hakim Konstitusi punya pandangan dan pengetahuan hukum tinggi untuk menilai apakah pembuktian oleh Pemohon telah sesuai dan berkenaan dengan kebenaran yang sesungguhnya.
Ia juga menilai hakim MK adalah orang terpilih dan memiliki hati nurani yang dapat mencerminkan keadilan.
"Saya pikir hakim punya pandangan sendiri, punya pengetahuan hukum yang sangat tinggi, mereka yang duduk di situ adalah orang terpilih dan tentunya punya hati nurani yang bisa memberi keadilan," ungkap dia.
Baca: Ruben Onsu Angkat Betrand Peto Jadi Putranya, Suami Sarwendah Tak Lagi Idamkan Anak Laki-laki
Keyakinan Evi Apita Maya tak cuma sekedar alasan tanpa dasar.
Melainkan berkaca dari keterangan dari pihak Pemohon, KPU, pihak terkait dan Bawaslu dalam sidang pembuktian beberapa waktu lalu.
Evi Apita Maya menyimpulkan, segala keterangan yang dipaparkan dalam persidangan intinya punya tendensi bahwa seluruh tudingan ke dirinya tidak benar.
"Kan kemarin waktu sidang terakhir sudah ada pembuktian, dari pihak kita, pelapor juga menghadirkan saksi-saksi. Semua yang dihadirkan, intinya mereka (menerangkan) tidak benar apa yang dituduhkan pada saya," ungkap Evi Apita Maya.
Ahli tata negara yang dihadirkan Evi, Prof Juanda juga secara tegas menjelaskan permohonan yang diajukan Pemohon tidak berdasar. Sebab tidak ada ketentuan di Undang-Undang yang melarang adanya edit foto.
Selain itu tidak ada korelasi signifikan mengedit foto dengan perolehan suara yang didapatkan Pihak Terkait.
Ditambah, tidak ada otoritas yang berhak menilai suatu foto adalah manipulasi atau tidak. Hanya pengadilan yang berhak memiliki otoritas tersebut.
"Kita sudah menghadirkan seorang saksi ahli Profesor Juanda seorang ahli tata negara. Di situ sudah dijelaskan semuanya berkaitan dengan apa yang dilaporkan," sebut Evi Apita Maya.
Sembilan Majelis Hakim Konstitusi saat ini tengah menggelar Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) guna memutus perkara sengketa hasil Pemilu yang diajukan.
RPH akan digelar secara tertutup mulai dari 31 Juli hingga 5 Agustus 2019.
Setelah RPH selesai digelar, hakim konstitusi akan membacakan putusan. Pembacaan putusan ini rencananya bakal dilakukan mulai dari 6-9 Agustus 2019.
Evi mengaku saat sidang agenda pembacaan putusan digelar, dirinya akan hadir secara langsung di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat.
"Hadir, saya insya Allah hadir kalau nggak ada halangan. Saya akan menghadiri sidang putusan tersebut," pungkas dia.
Untuk diketahui, Calon Anggota DPD Provinsi NTB 2019 -2024, Farouq Muhammad, di perkara Nomor 03-18/PHPU-DPD/XVII/2019 mempersoalkan masalah editan foto saingannya, Evi Apita Maya, di kertas suara.
Baca: Respons Evi Apita Maya Sikapi Putusan Hakim MK Lanjutkan Perkara Editan Foto Kelewat Cantik
Pemohon menuduh Evi melanggar Pasal 65 ayat (1) huruf j Peraturan KPU RI Nomor 30 Tahun 2018. Isi aturannya mengenai penggunaan foto lama lebih dari 6 bulan.
Siapakah sosok Evi Apita Maya sebenarnya? Bagaimana rekam jejak Evi di bidang politik?
1. Sarjana hukum dan magister kenotariatan

Evi Apita Maya lahir di Tanjung Enim, Sumatra Selatan. Meski kedua orang tua Evi tak berkecimpung di bidang politik, sejak duduk di bangku sekolah Evi telah tertarik dengan politik. Ia menjadi bagian dari berbagai organisasi.
Kesenangan Evi berlanjut hingga ia duduk di bangku kuliah Ilmu Hukum Universitas Diponegoro.
Lulus sebagai sarjana hukum, Evi semula berniat melanjutkan studinya di Universitas Leiden, Belanda.
• Meninggal Bersamaan karena Kecelakaan, Pasutri Tinggalkan Dua Orang Anak, Postingan Sebelumnya Viral
Namun, hal ini urung dilakukan dan Evi memutuskan untuk mengambil pendidikan S2 di Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat. Ia lulus sebagai magister kenotariatan dengan gelar cumlaude.
Evi akhirnya berkarir sebagai seorang notaris sembari berkegiatan sosial. Berbagai organisasi di bidang sosial, budaya, dan pemuda ia ikuti.
"Termasuk Iwapi (Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia), Kadin (Kamar Dagang dan Industri Indonesia), Hipmi (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia), dan saya juga adalah kader HMI (Himpunan Mahasiswa Islam)," kata Evi.
2. Bukan orang baru di politik
Evi mengaku telah terjun ke dunia politik sejak masa reformasi.
Ia digandeng oleh kakaknya yang kala itu mendapat mandat langsung dari Amien Rais untuk membangun Partai Amanat Nasional (PAN) di Provinsi NTB.
• Nama Gibran Masuk Dalam Bursa Walikota Surakarta Tahun 2020-2025, Begini Reaksi Presiden Jokowi
Pada awal berdirinya PAN di NTB, Evi menjabat sebagai wakil bendahara umum. Ia juga sempat menjabat sebagai petinggi di bidang perwakilan perempuan.
Dari PAN, Evi berpaling ke Partai Hanura. Lagi-lagi, saat itu kakaknya ditugasi oleh Wiranto untuk membangun Hanura di NTB .
Evi pun masuk sebagai Tim 9, pendiri Hanura di NTB. Ia juga menjabat sebagai bendahara umum selama tiga periode.
• Jeritan Hati Pilu Areeya Jason Dihamili Pablo Benua Saat Suami Rey Utami Masih Sah Suami Nia April

Tak hanya itu, Evi menjadi Koordinator Wilayah Hanura untuk Kabupaten Bima dan Dompu.
Terakhir, ia menjabat di bidang organisasi, keanggotaan dan kaderisasi.
"Bukan pertama kali saya terjun di politik, sudah lama. Ini menjadi modal," ujar Evi.
Tahun 2009 dan 2014, Evi sempat maju sebagai calon anggota legislatif DPRD Provinsi NTB dari Partai Hanura.
Namun, ia gagal menjadi anggota Dewan.
Tidak menyerah, ia kembali lagi ikut berkompetisi melalui jalur DPD.
• Pesan Terakhir Bripka Rachmat Effendy Sebelum Meninggal Dunia Ditembak Rekan Polisinya hingga 7 Kali
"Saya mencoba untuk dengan modal keyakinan bahwa saya harus ikut dalam decision maker, saya harus masuk sebagai penentu kebijakan itu dengan cita-cita murni bahwa saya ingin terutama memajukan NTB dengan kemampuan, dengan tekad saya," kata dia.
3. Gandeng tim milenial saat kampanye
Pada Pemilu 2019, Evi terjun ke masyarakat selama kurang lebih satu tahun untuk berkampanye.
Ia menggandeng kalangan milenial untuk mengenalkan dirinya ke masyarakat.
Anak muda yang tergabung dalam Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), HMI, hingga karang taruna, ia ajak untuk bekerja bersama.
• 300 Bus Berlabel Transjakarta Terbengkalai di Bogor, Ini Dia Pemiliknya yang Akhirnya Terungkap
Semua aspek ia perhitungkan, termasuk strategi pesaingnya.
"Saya juga melirik dari kontestan lain, (mereka) tidak pernah melirik dari teman-teman yang minoritas, Hindu, Budha, itu semua mereka pro ke saya, mendukung saya penuh. Itu juga sebagai kunci saya meraih kemenangan," kata Evi.
Evi membantah selama kampanye sekadar mengandalkan foto pencalonan dirinya.
"Ya itu salah besar," ujarnya.
4. Respons keluarga atas gugatan Farouk
Evi mengatakan, Farouk adalah satu-satunya orang yang mempersoalkan foto pencalonan dirinya.
Selama masa kampanye, tak pernah ada masyarakat yang keberatan atas foto itu.
• Potret Romy Soekarno, Suami Kedua Donna Harun yang Sudah Bercerai, Dijuluki Crazy Rich Tanah Air
Ia mempertanyakan, dari sekian lama masa kampanye, kenapa Farouk baru mempermasalahkan foto pencalonannya saat ini.
"Kenapa baru sekarang digugat, ya kan di seluruh NTB ada, di kota-kota ada spanduk saya, baliho saya, stiker saya, kalender saya," katanya.
Meski optimis bakal menang di MK, Evi tetap menyimpan rasa khawatir atas gugatan Farouk.
Namun, dengan keyakinannya dan dukungan keluarga, Evi yakin telah berada di jalan yang benar.
"Keluarga ada sedikit gemas, apalagi anak-anak, suami, kok istrinya dijelek-jelekin atau mamanya dijelek-jelekin. Teman-teman anak-anak juga bilang, 'wah nggak pernah tahu tante ngomong sembarangan'.
Ya keluarga ya gemas, tapi ya apa pun ada hikmahnya," kata Evi.
Evi yakin, Mahkamah dapat memberi keptusan yang adil atas perkara ini.
"Optimis Insya Allah. Saya pikir hakim adalah orang-orang yang bijak yang tahu tentang hukum, yang mempunyai hati nurani," katanya.