Jumat, 3 Oktober 2025

Kasus Novel Baswedan

KPK Ingatkan Janji Jokowi Ungkap Kasus Novel Baswedan Dalam Waktu 3 Bulan

KPK kembali mengingatkan Presiden Jokowi atas janjinya yang ingin mengungkap pelaku penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan

Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ Dennis Destryawan
Juru Bicara KPK Febri Diansyah di kantor KPK, Jakarta Selatan, Senin (29/4/2019). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Pencari Fakta (TPF) Polri bentukan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian belum mampu mengungkap kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan.

Presiden Jokowi pun telah memberi tenggat 3 bulan untuk menuntaskan kasus tersebut.

KPK kembali mengingatkan Presiden Jokowi atas janjinya yang ingin mengungkap pelaku penyiraman air keras terhadap seorang penyidiknya itu.

"Yang diharap bagi KPK adalah waktu 3 bulan yang diberikan oleh Presiden tersebut bisa dimanfaatkan agar pelakunya bisa diproses," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat (26/7/2019).

Baca: KPK Sesalkan Bupati Kudus Kembali Terciduk Padahal Pernah Jadi Terpidana Kasus Korupsi

Baca: Mahasiswa China Mengaku Dimaki Mahasiswa Berkulit Putih di Kampus Brisbane

Baca: Saat Selingkuh Kena Razia Gabungan, Ngaku Belum Nikah, Ternyata Anggota Tim Kerabat Suaminya

Baca: Saat Selingkuh Kena Razia Gabungan, Ngaku Belum Nikah, Ternyata Anggota Tim Kerabat Suaminya

KPK, kata Febri, berharap jika nanti pelakunya terungkap, maka bukan hanya pelaku lapangan saja.

Namun, aktor intelektual atau pelaku utamanya dapat dikuak.

"Jadi kita semua berharap kasus ini bisa terungkap untuk juga menunjukan keseriusan kita semua di sini untuk bisa membela para pembela HAM," tegasnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi telah menerima rekomendasi TPF Polri terkait investigasi atas kasus tindak kekerasan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan.

“Tim pencari fakta sudah menyampaikan hasilnya dan hasil itu mesti ditindaklanjuti lagi oleh tim teknis untuk lebih menyasar kepada dugaan-dugaan yang ada,” ujar Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Jumat (19/7/2019).

Jokowi menyebut, kasus yang menimpa Novel Baswedan dan ditangani Polri ini merupakan suatu kasus yang tidak mudah dalam proses pengungkapannya.

“Ini kasusnya itu bukan kasus mudah. Kalau kasus mudah, sehari-dua hari ketemu,” katanya.

Mengenai tim teknis lanjutan, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian memohon waktu selama enam bulan ke depan bagi tim tersebut menjalankan tugasnya. Namun, Jokowi memberi waktu selama tiga bulan bagi tim tersebut.

“Kalau kapolri kemarin menyampaikan akan meminta waktu enam bulan, saya sampaikan tiga bulan tim teknis ini harus bisa menyelesaikan,” ujarnya.

Setelah waktu yang ditentukan tersebut, Presiden Jokowi akan menentukan langkah selanjutnya.

“Saya beri waktu tiga bulan, nanti akan saya lihat hasilnya seperti apa,” tandas Presiden Jokowi.

Dibawa ke kongres AS

Amnesty International Indonesia mengangkat kasus penyidik senior KPK, Novel Baswedan ke Amerika bahkan hingga ke Badan-Badan PBB, Kamis (25/7/2019).

Dalam rilis yang diterima Tribunnews.com, Jumat (26/7/2019) setidaknya ada tiga alasan mengapa Amnesty International Indonesia mengangkat kasus penyiraman air keras tersebut.

"Pertama, sama seperti isu pelanggaran HAM, kesetaraan jender, dan pemanasan global, isu korupsi adalah isu global yang sangat penting. Kami menilai serangan yang ditujukan terhadap Novel Baswedan sangat memperlihatkan hubungan erat antara isu korupsi dan HAM," ucap Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid.

Bahkan selain Novel, ada banyak orang KPK yang mengusut korupsi di sektor sumber daya alam juga diserang dan diintimidasi sehingga perlu dukungan sebanyak mungkin, dari dalam dan luar Negeri, untuk melawan serangan itu.

Baca: Polri Pastikan Telusuri Dugaan Polisi Aniaya Anak di Kerusuhan 21-22 Mei

Kedua, serangan terhadap Novel bukanlah masalah Novel semata, tetapi masalah serius yang mengancam kelanjutan pelaksanaan agenda reformasi di Indonesia khususnya dalam bidang pemberantasan korupsi dan penegakkan ham.

Sejumlah aktivis, tokoh masyarakat dan mahasiswa hadir dalam peringatan dua tahun kasus kekerasan yang menimpa Novel di depan gedung KPK, Jakarta, Kamis (11/4/2019). Peringatan yang dihadiri tokoh masyarakat, akademisi, masyarakat sipil, seniman, dan mahasiswa tersebut diisi dengan deklarasi lima tuntutan terhadap presiden agar menuntaskan kasus teror terhadap Novel, membentuk TGPF Independen, memerangi teror dan pelemahan terhadap KPK. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Sejumlah aktivis, tokoh masyarakat dan mahasiswa hadir dalam peringatan dua tahun kasus kekerasan yang menimpa Novel di depan gedung KPK, Jakarta, Kamis (11/4/2019). Peringatan yang dihadiri tokoh masyarakat, akademisi, masyarakat sipil, seniman, dan mahasiswa tersebut diisi dengan deklarasi lima tuntutan terhadap presiden agar menuntaskan kasus teror terhadap Novel, membentuk TGPF Independen, memerangi teror dan pelemahan terhadap KPK. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

"Ketiga, karena Kasus Novel adalah ancaman terhadap siapa pun yang memperjuangkan tegaknya Negara hukum yang bebas korupsi maupun kekerasan dan pelanggran HAM," ungkapnya.

Di Kasus Novel, menurut Usman, ancaman yang luar biasa bukan hanya ditujukan kepada aktivis yang biasanya berada di luar pemerintahan, tetapi juga pada setiap aparat penegak hukum dan Pejabat pemerintahan.

"Jadi Kasus Novel ini harus jadi pemersatu kerja sama komponen bangsa bukan cuma aktivis anti korupsi, HSM, Lingkungan dan kesetaraan jender tapi juga aktivis dan para penegak hukum dan pemerintahan," imbuhnya.

Usman melanjutkan pada sesi dengar pendapat di Kongres AS kemarin Manajer Advokasi Amnesty International USA untuk wilayah Asia Pasifik, Francisco Bencosme, menyampaikan kepada anggota Kongres bahwa kasus Novel Baswedan di Indonesia masuk dalam kategori penyerangan terhadap pembala HAM yang bekerja di sektor anti korupsi di Indonesia.

Baca: Kawanan Kera Ekor Panjang Serbu Warung Kopi Milik Karsini di Wangon Banyumas

Dalam catatan Amnesty yang disampaikan ke Kongres AS kemarin, pembela HAM di Asia Tenggara mengalami penyerangan dengan pola yang sama yaitu karena kerja-kerja mereka dan tidak ada penyelesaikan terhadap kasus-kasus penyerangan tersebut.

Senada dengan pola yang terjadi di Asia Tenggara, kasus Novel sudah berusia lebih dari 2 tahun namun belum ada satupun pelaku yang diadili.

Francisco menambahkan bahwa kegagalan untuk menyelesaikan kasus Novel akan memperkuat kultur impunitas dalam kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia dan ini berpotensi membawa dampak buruk bagi penegakan hukum di Indonesia.

"Tentunya pembacaan kasus Novel oleh Amnesty di Kongres AS kemarin itu baru langkah awal advokasi yang dilakukan Amnesty. Masih banyak langkah selanjutnya yang akan kami ambil termasuk memberikan briefing per orangan kepada beberapa anggota Kongres AS yang memiliki perhatian terhadap kasus Novel agar mereka mendapat gambaran menyeluruh terkait kasus tersebut," tututnya.

Baca: Isu Dugaan Money Politic dalam Voting DPRD, Barkati Wawali Samarinda Terpilih Membantah

Harapannya minimal mereka masing-masing bisa mengirimkan surat kepada pemerintah Indonesia mengutarakan perhatian mereka terhadap kasus Novel, salah satunya adalah memberikan dukungan terhadap pemerintah Indonesia untuk segera menuntaskan kasus Novel.

‎"Amnesty International juga berharap agar Kongres Amerika Serikat akan membahas kasus penyerangan Novel Baswedan ketika berinteraksi dengan pemerintah atau parlemen Indonesia di masa yang akan datang," tambah Usman.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved