Kabinet Jokowi
Ma'ruf Amin Tak Ikut Beri Masukan Soal Pemilihan Menteri Kabinet?
Wakil Presiden terpilih Maruf Amin mengaku tak memberikan masukan terkait nama menteri yang akan menempati posisi kabinet pemerintahanan.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden terpilih Maruf Amin mengaku tak memberikan masukan terkait nama menteri yang akan menempati posisi kabinet pemerintahanan.
Ia menyebut, masukan nama-nama menteri kabinet diberikan melalui partai politik koalisi.
"Saya? Engga lah. Masa saya beri masukan. Masukan dari partai, dari kelompok transisional," ucap Ma'ruf Amin di Kantor MUI pusat, Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (23/7/2019).
Meski begitu, ia mengaku akan mendapat informasi terkait nama-nama dari Presiden terpilih Joko Widodo. Nantinya, nama itu akan diberitahu usai diseleksi.
Baca: Sekjen NasDem Beberkan Kesepakatan 4 Ketua Umum Partai Politik Koalisi Jokowi-Maruf
Baca: Persib Bandung Saat Ini Jalannya Terbuka untuk Menuju Lima Besar di Klasemen Sementara kata Robert
Baca: Begal di Kelapa Gading Tak Segan Bacok Korbannya demi Sebuah Ponsel
Baca: Konflik Fahri Hamzah Vs PKS Semakin Meruncing
"Nanti paling Pak Jokowi beri tahu saya kalau sudah ngumpul, sudah diseleksi," jelas Ma'ruf.
Ma'ruf pun tak menyodorkan nama-nama menteri ke Jokowi. Sebab, semua tahapan pemilihan
"Engga, itu kan Pak Jokoki yah hak prerogratif presiden yang menyeleksi," terang Ma'ruf.
Perindo tolak usulan Amien Rais
Ketua DPP Partai Perindo Arya Sinulingga menolak tegas usul Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais soal komposisi 55:45 dalam pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Menurutnya, yang pantas masuk kabinet dan menduduki kursi-kursi penting lainnya adalah mereka yang bersusah payah memenangkan Jokowi-Ma'ruf dalam Pilpres 2019.
"Mengenai koalisi yang pasti kita berharap yang masuk kabinet adalah orang-orang yang memang berkeringat membantu Pak Jokowi. Itu clear dan jelas," katanya usai bertemu Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Senin (22/7/2019).
Ia pun terheran-heran dengan pernyataan Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais tersebut.
"Sampai ada yang meminta 45 atau 55 kontribusinya apa terhadap permintaan seperti itu?" katanya.
Baca: Ahok: Saya Tidak Mungkin Jadi Menteri

Lebih lanjut, ia pun mengingatkan agar parpol-parpol bukan pendukung Jokowi-Ma'ruf berada di luar pemerintahan. Sebab, pemerintahan Jokowi butuh oposisi yang kuat.
Oleh karena itu, sudah tepat jika Partai Gerindra, Demokrat, PKS dan PAN tetap menjadi oposisi.
"Jadi kalau ada yang minta 55 atau 45 itu tidak realistis dan tolong kembalilah sadar akan perjuangannya. Kalau partai oposisinya cuma 1 nanti enggak menarik juga. Enggak sehat gitu. Jadi kita butuh partai-partai yang lebih sehat lah oposisinya," kata dia.
Permintaan Amien Rais
Sebelumnya, Amien Rais mengungkapkan dua syarat rekonsiliasi antara kubu Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Kedua syarat itu yakni diterimanya ide yang diajukan kubu Prabowo dan pembagian kursi 55:45.
Jika tidak, pihaknya memilih jadi oposisi.

Terkait hal itu Wakil Ketua Dewan Kehormatan PAN Dradjad Wibowo menjelaskan bahwa usul pembagian kursi sebesar 55:45 merupakan bentuk dari rekonsiliasi dukungan terhadap pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin dalam lima tahun ke depan.
"Jadi, akan terjadi 'rekonsiliasi dukungan' yang disesuaikan dengan persentase suara resmi (yang diumumkan KPU)," ujar Dradjad saat dihubungi Kompas.com, Senin (22/7/2019).
Dradjad mengatakan, usul pembagian kursi dalam pemerintahan sebesar 55:45 dibuat berdasarkan persentase perolehan suara pilpres yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Dengan demikian, jika sebanyak 45 persen kursi di pemerintahan diberikan kepada kubu Prabowo, maka dukungan terhadap pemerintah menjadi 100 persen.
"Artinya, nanti 55 ditambah 45 sama dengan 100 persen, itu bersama-sama membantu pak Jokowi dan pak Ma’ruf sebagai Presiden dan Wapres," kata Dradjad.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Perindo: Kita Berharap yang Berkeringat untuk Jokowi yang Masuk Kabinet"
Ahok Bicara
Sementara itu, Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok mengatakan dirinya tidak mungkin menjadi menteri kabinet Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2019 - 2024 terpilih, Jokowi dan Maruf Amin.
Hal ini karena dirinya sudah pernah terjerat kasus hukum.
"Saya tidak mungkin jadi menteri, saya kan sudah cacat di Republik ini. Bukan pesimistis, tapi saya memberi tahu fakta dan kenyataan," kata Ahok usai acara penghargaan Roosseno Award di Jakarta pada Senin (22/07/2019).
Ahok juga mengatakan bahwa dirinya tidak akan mungkin mengambil jabatan orang lain.
Sebab, dia sadar namanya tak lagi harum.

Dia mengacu pada kasus penodaan agama yang pernah menjeratnya.
Ahok pernah ditahan selama 2 tahun karena terbukti bersalah dalam kasus itu.
"Orang mayoritas beragama sudah mencap saya penista, masyarakat kelas menengah terutama ibu-ibu marah karena urusan perceraian saya dan pernikahan saya. Kalau di gereja saja, semua lihat saya kayak saya ini sesat," katanya.
Ahok mengatakan ke depan, dia tetap ingin membantu rakyat dengan caranya sendiri.
Salah satunya dia mengatakan ingin menjadi pembawa acara (host) di stasiun televisi.
"Host saya jangan ditahan-tahan lagi, jadi host, ya ngelawak lah, saya nyanyi agak lumayan, lah," canda Ahok.