Selasa, 30 September 2025

Suap Proyek PLTU Riau 1

Jaksa Telisik Pertemuan Sofyan Basir dengan Johanes Kotjo Soal Proyek PLTU Riau-1

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menggelar sidang kasus suap proyek PLTU Riau-1 yang menjerat Sofyan Basir.

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Direktur Utama nonaktif PT PLN (Persero) Sofyan Basir usai menjalani sidang dakwaan kasus suap proyek PLTU Riau-1 di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (24/6/2019). Jaksa Penuntut Umum KPK mendakwa Sofyan Basir melakukan pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi yakni memfasilitasi pengusaha dalam kesepakatan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau 1 saat dirinya masih menjabat sebagai Direktur Utama PT PLN Persero. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menggelar sidang kasus suap proyek PLTU Riau-1 yang menjerat Sofyan Basir, mantan Direktur Utama PT PLN (Persero).

Senin (15/7/2019) ini, sidang beragenda pemeriksaan saksi.

Empat orang saksi dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK.

Mereka yaitu, Direktur Utama PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB) Iwan Agung Firstantara, Direktur Utama PT Samantaka Batubara, AM Rudi Herlambang, Kepala Divisi Pengembangan Regional Sulawesi PLN, Suwarno dan Direktur Operasi PT PJB Investasi, Dwi Hartono.

Dalam persidangan terungkap, Sofyan Basir, memberikan jalan kepada PT Samantaka untuk masuk ke dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).

Sofyan menjalin komunikasi dengan Johanes B Kotjo, selaku pengusaha yang juga pemilik saham mayoritas Blackgold Natural Resources, induk PT Samantaka Batubara.

Hal ini diungkapkan Direktur Utama PT Samantaka Batubara, AM Rudi Herlambang.

"Kami (Blackgold Natural Resources dan PT Samantaka Batubara,-red) mengajukan ke PLN tidak ada tanggapan. Saya ditelepon Pak Kotjo. Saya bicarakan company. Dia bilang saya bertemu Pak Sofyan," ujar Rudi dalam persidangan.

Baca: Sebut Nama Tuhan, Wali Kota Surabaya Tri Risma Ancam Copot ASN yang Kurang

Baca: Rekam Jejak Iwan Sukoco, Sosok Kontroversial yang Pernah Disebut Wasit Mafia

Baca: Wonho MONSTA X Tetap Percaya Diri Saat Kenakan Celana Renang di Bandara

Baca: Perjalanan KRL Terganggu Akibat Tawuran Warga di Manggarai

Rudi menjelaskan, PT Samantaka Batubara bersama dengan Blackgold Naturan Resources berupaya mengajukan diri kepada PLN sebagai pihak yang mengerjakan proyek listrik tenaga uap karena memiliki batu barat berkualitas baik dengan harga murah.

Samantaka mengajukan muatan listrik sebesar 2X300 megawatt.

Namun, karena tidak mendapatkan respon dari PLN, maka dirinya diperintahkan Kotjo mengurus masalah teknis.
Sementara itu, Kotjo menangani urusan penawaran kepada PLN.

Akhirnya, Kotjo menyampaikan sudah bertemu dengan Sofyan.

Selain itu, Rudi mengaku Eni Maulani Saragih, mantan wakil ketua komisi VII DPR RI juga pernah menghubunginya beberapa kali.

Rudi bersama dengan Kotjo pernah bertemu dengan Eni di ruang kerjanya.

Rudi mengetahui Eni membantu Kotjo untuk mendapatkan kerjasama dengan PLN pada Oktober 2017.

"Saya konfirmasi ke Pak Kotjo. Saya menanyakan. Jadi, kalau sulit koordinasi dengan PLN melalui Eni (Maulani Saragih,-red)" kata dia.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK, Ronald, menanyakan kepada Rudi mengenai keberhasilan Samantaka masuk RUPTL.

"Akhirnya, masuk RUPTL?" tanya Ronald.

Menurut Rudi, Samantaka berhasil masuk ke RUPTL untuk 2X300 megawatt pada 2016.

"Masuk ke RUPTL PLN tahun 2016," ungkap Rudi.

Baca: Bursa Transfer Pemain: Perburuan Bayern Munchen dan Atletico Madrid

Baca: Ini Arahan Presiden Jokowi Kepada Jajarannya Dalam Penyusunan RAPBN 2020

Sebelumnya, dalam perkara proyek PLTU Riau-1 yang menelan biaya USD 900 juta ini, KPK sudah menetapkan Sofyan Basir sebagai tersangka keempat menyusul pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo, mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham.

Sofyan diduga menerima janji fee proyek dengan nilai yang sama dengan Eni Saragih dan Idrus Marham dari salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd Johannes Kotjo.

KPK menduga Sofyan Basir berperan aktif memerintahkan salah satu direktur di PLN untuk segera merealisasikan power purchase agreement (PPA) antara PT PLN, Blackgold Natural Resources Ltd., dan investor China Huadian Engineering Co. Ltd. (CHEC).

Tak hanya itu, Sofyan juga diduga meminta salah satu direkturnya untuk berhubungan langsung dengan Eni Saragih dan Johannes Kotjo.

KPK juga menyangka Sofyan meminta direktur di PLN tersebut untuk memonitor terkait proyek tersebut lantaran ada keluhan dari Kotjo tentang lamanya penentuan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.

Sofyan akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersangka merupakan pengembangan penyidikan Eni, Johannes, dan Idrus Marham yang telah divonis. Eni dihukum enam tahun penjara, Kotjo 4,5 tahun penjara dan Idrus Marham 3 tahun penjara.

Atas perbuatan itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK mendakwa Sofyan Basir, Direktur Utama PT PLN (Persero) nonaktif, mengatur pertemuan untuk membahas pemufakatan jahat suap kontrak kerjasama proyek PLTU Riau-1.

Sofyan Basir mengatur pertemuan antara Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih, Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham, dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johanes Budisutrisn Kotjo, dengan jajaran Direksi PT PLN.

JPU pada KPK menjelaskan, Sofyan Basir memfasilitasi pertemuan Eni, Idrus, dan Kotjo dengan jajaran Direksi PT PLN untuk mempercepat proses kesepakatan proyek Independen Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-1 antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi dengan BNR, Ltd dan China Huadian Engineering Company Limited yang dibawa oleh Kotjo.

Padahal, kata JPU pada KPK, terdakwa mengetahui Eni dan Idrus akan mendapat sejumlah uang atau fee sebagai imbalan dari Kotjo, sehingga Eni, selaku anggota Komisi VII DPR RI dan Idrus menerima hadiah berupa uang secara bertahap yang seluruhnya berjumlah Rp 4,75 Miliar.

Pada dakwaan pertama, JPU pada KPK mendakwa Sofyan Basir melanggar Pasal 12 huruf a jo Pasal 15 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 ke-2 KUHP.

Ataupun pada dakwaan kedua, JPU pada KPK mendakwa Sofyan Basir melanggar Pasal 11 huruf a jo Pasal 15 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 ke-2 KUHP.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan