Minggu, 5 Oktober 2025

Pemilu 2019

Kuasa Hukum Caleg PKB Baru Daftarkan Alat Bukti, Hakim MK: Memperkosa Mahkamah Namanya Ini

Teguran itu lantaran dirinya baru mendaftarkan alat bukti ketika sidang pendahuluan sengketa hasil Pileg sudah berjalan tiga kali sejak Selasa (9/7)

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Adi Suhendi
Tribunnews/JEPRIMA
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) memimpin sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pileg 2019 untuk DPR dan DPRD Aceh didampingi Hakim MK Arief Hidayat dan Enny Nurbaningsih di Gedung MK Jakarta Pusat, Selasa (7/9/2019). Sidang perdana tersebut beragendakan pemeriksaan pendahuluan atau memeriksa kelengkapan dan kejelasan materi permohonan serta pengesahan alat bukti. Tribunnews/Jeprima 

Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Konstitusi Arief Hidayat menegur keras kuasa hukum caleg PKB Syamsul Huda.

Teguran itu lantaran dirinya baru mendaftarkan alat bukti ketika sidang pendahuluan sengketa hasil Pileg sudah berjalan tiga kali sejak Selasa (9/7/2019).

Di tengah sidang, Syamsul Hadi mengeluarkan alat bukti formulir C1 yang menumpuk menggunakan troli.

Baca: Senior dan Syarat Pengalaman, Wiranto Layak Masuk Kabinet Jokowi Jilid II

Baca: Kisah Ety Bebas dari Hukuman Mati di Arab Saudi dan Pemulangan 80 TKI, Ditahan Majikan 10 Tahun

Baca: Tidur Berhimpitan di Penjara, Kriss Hatta: Udah Kayak Ikan Asin

Baca: Kriss Hatta Ceritakan Kehidupan di Penjara, Hari Pertama Langsung Tidur Berdempetan Bak Ikan Asin

Beberapa box plastik berisi kertas-kertas putih juga ia bawa ke dalam ruang sidang.

Melihat hal tersebut, Hakim Konstitusi Arief Hidayat terheran-heran.

Apalagi, tumpukan alat bukti itu belum diverifikasi.

"Bukti yang tadi dibawa sebanyak itu verifikasi kapan itu?" kata Arief dalam ruang sidang di Panel I Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (11/7/2019).

Malahan Arief mengatakan bahwa perilaku kuasa hukum dari caleg PKB itu disebut jadi penghambat proses revolusi.

"Yang jadi masalah kalau segini baru dimasukan ya ini namanya menghambat jalannya revolusi," ucap dia.

Baca: 3 Jenis Nyeri Punggung yang Tak Boleh Diabaikan, Sebaiknya Segera Konsultasi ke Dokter

Bagaimana tidak, jadwal penyerahan alat bukti yang seharusnya diserahkan bertepatan dengan pengajuan permohonan, malah baru diberikan ketika sidang pendahuluan sudah berjalan tiga hari.

Arief mengistilahkan apa yang dicontohkan kuasa hukum PKB sama saja memperkosa MK, memaksa Mahkamah melakukan verifikasi tumpukkan alat bukti tersebut dengan waktu singkat.

Apalagi, ia melihat bahwa lembaran alat-alat bukti itu masih mentah dan belum dikelompokkan untuk masing-masing dalil gugatan.

"Jadi bahasa jawanya mengklokoto mahakmah ini, memperkosa mahkamah namanya ini. Gimana nanti kita cocokan dengan daftar buktinya agak cepat," ungkap Arief.

Lebih lanjut, kata dia, soal bagaimana Majelis Hakim memperlakukan bukti-bukti Pemohon, selanjutnya akan mereka rundingkan lebih dulu.

"Nanti kesepakatan kita bertiga bagaimana memperlakukan bukti-bukti apakah majelis hakim verifikasikan. Bagaimana nanti bertiga akan putuskan," katanya.

Hadapi 260 perkara

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI akan bertarung mempertahankan hasil rekapitulasi Pileg 2019 yang disengketakan ke Mahkamah Konstitusi.

Sebanyak 260 perkara sudah menanti KPU.

Komisioner KPU RI Hasyim Asy'ari menjelaskan dari 260 perkara sengketa, mayoritas berkaitan dengan perselisihan suara di tingkat DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, serta DPD RI.

"Hampir semuanya berkaitan dengan perselisihan suara," kata Hasyim di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (9/7/2019).

Banyak dari peserta Pemilu yang mengajukan sengketa, meminta suaranya dikembalikan.

Tuntutan cara mengembalikan suaranya pun bermacam-macam.

Baca: Hadapi 260 Perkara Sengketa Pileg, KPU Akan Dengarkan Permohonan Pemohon 4 Hari Berturut-turut

Namun salah satu yang paling sering dicantumkan ialah meminta Pemilu ulang.

"Minta dikembalikan suaranya. Istilahnya minta Pemilu ulang," ujar Hasyim.

Tuntutan Pemilu ulang dari Pemohon, kata Hasyim bergantung pada tingkat mana mereka menemukan persoalan terkait perselisihan suara tersebut.

Jika Pemohon mempersoalkan perselisihan suara pada tingkat TPS, maka permohonan yang diajukan ialah pemungutan suara ulang atau penghitungan suara ulang.

Namun bila levelnya ada di Kecamatan, Kabupaten/Kota hingga Provinsi, maka permintaannya adalah rekapitulasi suara ulang.

"Kalau mereka ada di Level TPS ya permohonannya bisa suara ulang, bisa penghitungan suara ulang. Tapi kalau di tingkat Kecamatan, Kabupaten dan seterusnya, bisa saja mintanya rekapitulasi suara," ungkap Hasyim.

Sebagaimana diketahui, persidangan sengketa hasil Pileg 2019 mulai digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK), pada Selasa (9/7).

MK telah meregistrasi permohonan perkara perselisihan hasil pemilu (PHPU) anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Registrasi dilakukan dengan cara mencatat permohonan ke dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK) dan penyampaian Akta Registrasi Perkara Konstitusi (ARPK) kepada para Pemohon.

Total, ada 260 perkara terverifikasi. Jika dirinci, dari 260 perkara, sebanyak 248 diajukan parpol, 1 perkara diajukan oleh Pemohon Partai Berkarya berkaitan dengan parliamentary threshold, dan 1 perkara diajukan oleh kelompok masyakarat adat di Papua.

Sementara, 10 perkara lainnya diajukan calon anggota DPD dari 6 provinsi, yaitu Sumatera Utara (2), Nusa Tenggara Barat (1), Sulawesi Tenggara (1), Maluku Utara (2), Papua (3), dan Papua Barat (1).

Pemeriksaan perkara akan dilakukan oleh 3 Panel Majelis Hakim yang terdiri atas 3 orang Hakim Konstitusi. Panel I terdiri atas Y.M. Anwar Usman (Ketua), Y.M. Enny Nurbaningsih dan Y.M. Arief Hidayat (Anggota), Panel II terdiri atas Y.M. Aswanto (Ketua), Y.M. Saldi Isra dan Y.M. Manahan M.P. Sitompul (Anggota), dan Panel III terdiri atas Y.M. I Dewa Gede Palguna, Y.M. Suhartoyo, dan Y.M. Wahiduddin Adams (Anggota).

Agenda Sidang Pemeriksaan Pendahuluan akan terselenggara mulai Selasa hingga Jumat, (9-12/7) mendatang.

Batasan waktu bagi MK menuntaskan perkara PHPU Pileg ialah selama 30 hari kerja, sejak perkara dicatat dalam BRPK.

Sesuai dengan PMK Nomor 2 Tahun 2019, MK memiliki waktu untuk memutus perkara dimaksud paling lama pada 9 Agustus 2019. 

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved