Eksklusif Tribunnews
Bambang Brodjonegoro: Perekonomian di Jakarta, Pemerintahan Geser ke Kalimantan
Sehingga menganggap apa yang ada di Jakarta secara keseluruhan adalah ibu kota. Padahal, Jakarta itu mendapatkan status ibu kota
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro terlihat sibuk di ruang kerja. Di atas mejanya berserakan kertas‑kertas. Layar komputer terus menyala. Dahinya mengkerut saat berbincang mengenai calon ibu kota baru.
Layar komputer terus menyala. Dahinya mengkerut saat berbincang mengenai calon ibu kota baru. Lembaga yang dipimpinnya tengah sibuk menyiapkan kajian pemindahan ibu kota yang hanpir rampung.
Kajian itu akan disampaikan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan diumumkan sebelum akhir 2019. Ketika ditemui Tribun Network, Bambang tidak merinci perkembangan calon ibu kota baru itu.
Mantan Menteri Keuangan tersebut memastikan ibukota baru akan berada di Pulau Kalimantan, meski belum ditentukan di wilayah mana. Berikut petikan wawancara dengan Bambang Brodjonegoro di sela‑sela kesibukan menyiapkan kajian ibu kota baru.
Kajian ibu kota baru yang berada di Pulau Kalimantan disebutkan sudah mencapai 90 persen. Apa saja yang menjadi acuan kajian tersebut. Kemudian, apa andil besar dalam menentukan ibu kota baru?
Intinya kajian tersebut berfokus pada dua hal, yaitu keperluan pemindahan ibu kota yang didefiniskan pusat pemerintahan. Kita harus meluruskan juga persepsi sebagian masyarakat Indonesia, yang sampai sekarang hanya mengetahui ibu kota adalah Jakarta.
Sehingga menganggap apa yang ada di Jakarta secara keseluruhan adalah ibu kota. Padahal, Jakarta itu mendapatkan status ibu kota karena kebetulan pusat pemerintahannya ada di Jakarta.
Baca: Bappenas Sebut Kajian Pemindahan Ibu Kota Baru ke Luar Pulau Jawa Sudah 90 Persen
Yang rencananya akan dipindah adalah pusat pemerintahannya. Jadi yang lainnya, apakah itu pusat bisnis, keuangan, jasa, perdagangan itu semua masih akan terkonsentrasi di Jakarta.
Jadi kita coba cari alternatif mengenai strategi pemindahan ibu kota. Kedua adalah berbicara mengenai kriteria lokasi yang ideal. Karena tentunya kita harus memahami Indonesia adalah negara dengan indeks kerawanan bencana tertinggi di dunia.
Kita harus benar‑benar memastikan lokasi itu risiko bencananya paling minimal. Mungkin tidak nol. Masih ada kemungkinan bencana, tapi yang risiko bencananya paling kecil.
Nah kemudian juga karena kita ingin membuat kota ideal, kota yang benar‑benar didesain secara baik dari awal dan perencanaannya benar‑benar bisa dijaga dalam implementasinya. Sehingga memang diperlukan lahas yang cukup luas.
Kita tidak memindahkan ke kota yang sudah ada tetapi membangun suatu pusat pemerintahan dari nol. Nah dari situ dibutuhkan ketersediaan lahan. Jadi salah hal yang kita juga dalami adalah bagaimana ketersediaan lahannya, bagaimana potensi bencananya, dan juga bagaimana kondisi infrastruktur di sekelilingnya.
Kita juga ingin ibu kota tidak didesain sebagai kota besar. Karena kota ini, dalam perencanaan kita, daya dukungnya hanya 1,5 juta orang. Padahal 1,5 juta orang pada hari ini saja tidak termasuk ke dalam kota terbesar di Indonesia dalam jumlah penduduk.
Jadi memang tidak didesain sebesar dan seramai Jakarta. Tapi kita juga ingin kota ini hidup. Yang ideal adalah dia tidak jauh dari wilayah atau kota‑kota yang sudah fungsional. Kota‑kota yang sudah memiliki infrastruktur cukup memadai.
Baca: Percepat Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2019, Pengamat Nilai Keputusan MK Tepat
Sehingga itu juga bisa menciptakan efisiensi di dalam pembangunannya. Barangkali tidak perlu membangun bandara baru, tidak perlu membangun pelabuhan laut baru, maupun jaringan‑jaringan jalan penghubungnya relatif sudah tersedia.
Jadi kira‑kira itu studi yang tahapan akhirnya kita benar‑benar melakukan pengujian secara fisik, termasuk ketersediaan air bersih, dan kondisi tanahnya. Di Pulau Kalimantan itu ada yang tanahnya berupa gambut, tapi ada juga yang tidak gambut, tapi batubara.
Baca: Ketua DPR: Filosofi Permendikbud No.51/2018 Sudah Benar, Pola PPDB Harus Berkeadilan
Jadi kita ingin mencari lokasi yang seideal mungkin. Meskipun tidak 100 persen ideal, seperti yang kita bayangkan, tapi paling tidak yang mendekati ideal.
Mengenai pertimbangan pemindahan ibu kota dari Jakart, bagaimana kondisi sosial budaya dan psikologi di Jakarta, sehingga akan kehilangan statusnya sebagai ibu kota negara?
Alasan pemindahan tidak terkait dengan kondisi sosial budaya di Jakarta. Tapi kita lebih melihat dari sisi ekonomi pembangunan yang lebih luas, yaitu ketimpangan luar biasa antara Jawa dan luar Jawa.
Antara Indonesia Bagian Barat dengan Indonesia Bagian Timur, dan satu lagi antara Jakarta dan daerah sekitarnya dengan daerah lain di Indonesia. Kita melihat hari ini ketimpangannya luar biasa.

Pulau Jawa 58 persen perekonomian, 57 persen penduduk. Sebanyak 150 juta penduduk hidup di Pulau Jawa, yang luasnya tidak sebanding dengan luas Sumatera, Kalimantan, Sulawesi maupun Papua.
Jadi Pulau Jawa itu memang sudah begitu berat bebannya. Belum lagi masalah air bersih di Pulau Jawa, yang boleh dibilang sudah dalam kondisi kritis, karena sudah semakin berkurang dibandingkan dengan kebutuhan penduduknya.
Satu lagi, Jawa ini masih dibutuhkan negara ini, sebagai sumber ketahanan pangan karena produksi beras. Kalau Jawa ini dihuni demikian besar penduduk atau kita terus mendorong perekonomian bergerak cepat dengan tetap bertumbuh Pulau Jawa, maka akhirnya konversi lahan akan makin besar.
Akhirnya sumber ketahanan pangan ini bisa terancam. Sekali terancam, yang terancam bukan hanya Pulau Jawa tapi seluruh Indonesia.
Yang pasti Jakarta merupakan satu di antara kota terpadat di dunia. Kedua, masalah kemacetan dan banjir yang akut. Masalah banjir ini, tidak bisa diselesaikan dalam waktu pendek.
Baca: Isi Sebenarnya Buku Khusus Milik Soeharto Saat Jadi Presiden, Mantan Kapolri Ungkap Soal Daftar Urut
Kita berhadapan dengan banjir yang berasal dari hulu, maupun banjir yang berasal dari kenaikan permukaan air laut. Terkait kemacetan, Gubernur DKI Jakarta (Anies Baswedan) mengusulkan Rp 400 triliun lebih hanya untuk menata angkutan umum.
Jadi masalah Jakarta tidak sederhana, tapi kita ingin Jakarta menjadi sumber pertumbuhan. Karena itu, kita ingin bagi tugasnya. Pertumbuhan ekonomi kita dorong dari Jakarta. Tapi untuk mengurusi pemerintahan kita ingin geser itu ke Kalimantan.
Itu akan memberikan pesan, Indonesia ke depan itu akan menjadi benar‑benar Indonesia Sentris. Karena bagaimanapun sekarang Jawa ini sangat dominan, termasuk Jakartanya.
Jadi opsi memindahkan ibu kota, misalkan, ke daerah sekitar Jakarta, itu hanya membuat konsentrasi di Jawa semakin besar. Jadi kita coba juga mengupayakan perkembangan ekonomi dari daerah, dengan pusat pemerintahan sebagai kegiatan utama di ibu kota baru tersebut.