Senin, 6 Oktober 2025

Pilpres 2019

Sindir AHY ''Bangsawan Politik'', Andre Rosiade: Saya Merangkak dari Bawah Bukan Bangsawan Politik

Pasalnya, sebelum pertemuan, Agus tidak melakukan konfirmasi lebih dulu ke pihak BPN, sebagai bagian dari koalisi.

Editor: Johnson Simanjuntak
Tribunnews.com/Chaerul Umam
Anggota Badan Komunikasi DPP Partai Gerindra, Andre Rosiade 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Andre Rosiade sempat menyindir Komandan Komandan Komando Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dalam sebuah diskusi di media center Prabowo-Sandiaga, Jalan Sriwijaya I, Jakarta Selatan, Jumat (17/5/2019).

Ketua DPP Partai Gerindra itu menilai belakangan Agus telah melakukan manuver politik dengan bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Kamis (2/5/2019).

Pasalnya, sebelum pertemuan, Agus tidak melakukan konfirmasi lebih dulu ke pihak BPN, sebagai bagian dari koalisi.

Ia juga menyinggung kehadiran Agus pada silaturahim di Museum Kepresidenan Bogor, Gedung Balai Kirti, Jawa Barat, Rabu (15/5/2019), bersama kepala daerah dan tokoh politik yang ia anggap pendukung Presiden Jokowi.

Andre kemudian mengkritik pernyataan Agus yang menyebut Partai Demokrat sudah menyarankan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto untuk bersabar menunggu hasil rekapitulasi perolehan suara Pemilu 2019 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Menurut AHY, saran itu didasarkan pada sikap partai yang berkomitmen menggunakan cara-cara konstitusional dalam kontestasi politik, terutama pemilihan umum.

Baca: Demokrat Minta Anies Baswedan Tiru AHY, Gerindra: Mas Anies Gak Ingin Jadi Menteri

Sementara, Andre menegaskan bahwa langkah yang diambil BPN selama ini adalah upaya yang konstitusional.

Saat menyindir Agus, Andre menggunakan istilah bangsawan politik.

Kepala daerah dan tokoh politik nasional berkumpul di Museum Kepresidenan Balai Kirti, Bogor, Jawa Barat, Rabu(15/5/2019) malam. Pertemuan itu dihadiri Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Gubernur Jabar Ridwan Kamil, Gubernur NTB Zulkieflimansyah, Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah, Wagub Jatim Emil Dardak, Direktur Wahid Foundation Yenny Wahid, dan Direktur Eksekutif The Yudhoyono Institute Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Ada pula Bupati Banyuwangi Azwar Anas, Walikota Tangerang Selatan Airin Rachmy Diany, dan Walikota Bogor Bima Arya
Kepala daerah dan tokoh politik nasional berkumpul di Museum Kepresidenan Balai Kirti, Bogor, Jawa Barat, Rabu(15/5/2019) malam. Pertemuan itu dihadiri Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Gubernur Jabar Ridwan Kamil, Gubernur NTB Zulkieflimansyah, Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah, Wagub Jatim Emil Dardak, Direktur Wahid Foundation Yenny Wahid, dan Direktur Eksekutif The Yudhoyono Institute Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Ada pula Bupati Banyuwangi Azwar Anas, Walikota Tangerang Selatan Airin Rachmy Diany, dan Walikota Bogor Bima Arya (Dokumentasi Panitia Pertemuan “Silaturahmi Bogor untuk Indonesia)

"Jadi kalau ada bangsawan politik yang lagi bersilaturahim ketemu pak Jokowi tanpa konfirmasi pada teman-teman koalisi, lalu berpidato bilang kami memberikan masukan pada BPN agar ke depan mengambil langkah konstitusional. Saya tanya, lapor ke Bawaslu itu konstitusional enggak?" ujar Andre.

Andre pun mengingatkan bahwa etika dan loyalitas itu penting dalam berpolitik.

Lantas ia membandingkan AHY dengan dirinya yang menata karier politiknya dari bawah melalui Partai Gerindra hingga mendapat jabatan struktural.

"Saya merangkak dari bawah bukan bangsawan politik, tapi bagi saya sebagai pejuang politik yang merangkak dari bawah bukan bangsawan politik, etika itu penting. Dalam berpolitik etika dan loyalitas itu penting dalam berpolitik," tuturnya.

Kendati demikian, Andre menuturkan bahwa kritik yang ia lontarkan itu merupakan pendapat pribadi.

Ia mengatakan, pihak Partai Gerindra maupun Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga belum mengambil sikap terkait manuver AHY tersebut.

Dari kiri ke kanan berdiri Bupati Banyuwangi Azwar Anas, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak, Gubernur NTB Zulkiflimansyah, Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah, Wali Kota Bogor Bima Arya, Direktur Eksekutif The Yudhoyono Institute Agus Harimurti Yudhoyono, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo berfoto bersama usai menggelar Silaturahmi Bogor Untuk Indonesia di Museum Kepresidenan Balai Kirti, Istana Bogor, Jawa Barat, Rabu (15/5/2019). Pertemuan silaturahmi Bogor Untuk Indonesia ini bertujuan untuk membangun Indonesia dengan cara yang damai dengan mengedepankan kebersamaan dan membangun komunikasi. TRIBUNNEWS/HO
Dari kiri ke kanan berdiri Bupati Banyuwangi Azwar Anas, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak, Gubernur NTB Zulkiflimansyah, Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah, Wali Kota Bogor Bima Arya, Direktur Eksekutif The Yudhoyono Institute Agus Harimurti Yudhoyono, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo berfoto bersama usai menggelar Silaturahmi Bogor Untuk Indonesia di Museum Kepresidenan Balai Kirti, Istana Bogor, Jawa Barat, Rabu (15/5/2019). Pertemuan silaturahmi Bogor Untuk Indonesia ini bertujuan untuk membangun Indonesia dengan cara yang damai dengan mengedepankan kebersamaan dan membangun komunikasi. TRIBUNNEWS/HO (TRIBUN/HO)

Anies Baswedan

 Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Andi Arief menyebut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan hanya main aman.

Sebab, katanya berbeda dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Anies Baswedan dianggap cenderung diam saat kubu 02 menyatakan kemenangan 62 persen di Pilpres 2019, dan menolak hasil hitung KPU.

Menurutnya, putra sulung SBY itu langsung tampil menengahi perseteruan quick count dengan menyambangi Istana Negara.  

“Di saat 02 klaim menang 62 persen dan kini versi revisi 54 persen dan 01 dinyatakan menang oleh quick count, AHY adalah orang yg pertama yg menyatakan sebaiknya semua pihak menunggu 22 Mei,” cuitnya lewat akun @AndiArief, Kamis (16/5/2019).

"Dia dibully dan dituduh penghianat, hanya karena mengajak hidup benar,” sambungnya.

Menurut Andi Arief, hal inilah yang tidak dilakukan tokoh lain di kubu 02.

Baca: Rumah Junaidi Ambruk Diterjang Longsor

Baca: 4 Restoran di Jakarta untuk Buka Puasa Bareng Keluarga

Baca: 5 Hari Jelang Pengumuman Hasil Pilpres 2019, Total Data Masuk Real Count 87,07%, 5 Daerah Sudah 100%

Baca: Gugat Cerai Suami, Sidang Perceraian Tata Janeeta Sudah Berjalan

Untuk menyadarkan orang banyak, kata Andi Arief, memang butuh risiko bagi tokoh politik seperti AHY yang berani melakukan sesuatu.

"Seharusnya @aniesbaswedan kawan saya juga jangan diam dan bertahan pada main aman. Ada yg mengganggu akal sehat namun diam, dimana kemanusiaan kita?," tulisnya.

Di saat tokoh-tokoh tua, para purnawirawan jenderal, intelektual, serta tokoh agama terbelah-belah, papar politikus asal Lampung itu, maka kewajiban orang muda yang waras dan berani mengambil risiko untuk berupaya menyatukannya kembali.

Reaksi Gerindra

Politisi Gerindra yang juga anggota Badan Komunikasi DPP Gerindra, Andre Rosiade, membalas pernyataan tersebut dan mengaku merasa aneh dengan pernyataan Demokrat.

Agak aneh kalo orang Demokrat memaksa atau menyentil mas Anies Baswedan untuk hadir di pertemuan Bogor yg dihadiri oleh para Kepala Daerah pendukung Jokowi dan yang mengincar jadi Menteri dalam kabinet pak Jokowi," katanya kepada wartawan.

Juru Bicara Badan Pemenangan  Nasional Prabowo-Sandi, Andre Rosiade
Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi, Andre Rosiade (Taufik Ismail/Tribunnews.com)

Andre juga mengungkit Pilgub DKI, ketika Anies diusung Gerindra dan PKS. Sedangkan Demokrat mengusung Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)-Sylviana Murni.

"(Prabowo) nggak (larang). Tapi aneh kan. Mas Anies nggak didukung Demokrat, kok dia maksa-maksa. Apa hak Andi Arief."

"Mas Anies Baswedan tidak didukung Demokrat, tapi kok mereka bawel karena Gububernur DKI fokus bekerja, bukan kampanye Pilpres seperti Kepala Daerah yang hadir di Bogor kemarin. Lagi pula Mas Anies enggak ingin ngelamar jadi Menteri," kata Andre.

Pernyataan AHY

Sebelumnya, Komandan Kogasma Partai Demokrat AHY meminta Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi menempuh jalur Mahkamah Konstitusi (MK), dalam mengatasi dugaan kecurangan hasil Pilpres 2019. 

AHY mengatakan, setiap Pemilu tidak pernah sederhana dan selalu saja hadir berbagai dinamika serta permasalahan.

Sehingga, jika ada pihak yang menemukan kecurangan dalam proses Pilpres 2019, maka adukan hal tersebut dengan cara-cara yang konstitusional. 

"Kalaupun masih ada yang belum sepakat dengan hasil tersebut (pengumuman KPU nanti), masih tersedia ruang proses yang bisa dilalui, tiga hari setelah tanggal 22 Mei bisa melakukan gugatan kepada MK. Tentunya disertakan bukti," papar AHY, Rabu (15/5/2019) sore.

Ia menegaskan, Partai Demokrat sejak awal menjaga komitmen dan jati diri sebagai partai yang benar-benar menggunakan cara yang konstitusional, termasuk dalam kompetisi politik.

"Kami menjunjung tinggi norma dan etika dalam berpolitik dalam berdemokrasi. Kami juga mencegah keterlibatan kader-kader kami dalam segala bentuk niat atau apalagi tindakan yang inkonstitusional," papar AHY. 

Waketum PAN

Dari partai koalisi Partai Amanat Nasional (PAN), Wakil Ketua Umum, Bima Arya Sugiarto juga memiliki suara yang berbeda dengan Prabowo.

Bima Arya yang merupakan elite PAN mengatakan seharusnya tetap mentaat konstitusi, dengan membawa laporan ke MK.

"Bagaimanapun, kita harus taat konstitusi. Kalaupun ada persoalan, ya digugat ke MK. Ya kalau bukan hukum yang berbicara, mau bagaimana lagi caranya?"

Baca: Prabowo Tolak Hasil Pemilu 2019, Jokowi Serahkan ke KPU, Ini Respons Sandiaga, Demokrat hingga KPU

Baca: Prabowo Tolak Hasil Penghitungan Suara KPU, Begini Respons Jokowi

"Kita harus berpegang pada konstitusi kita, pada undang-undang kita," ujar Bima saat dijumpai di Balai Kirti, Kompleks Istana Kepresidenan, Bogor, Rabu (15/5/2019) malam.

"Iya, harus jalur MK. Jalur apalagi selain jalur MK? Ya ruangnya itu. Akan elegan apabila ya semuanya diselesaikan secara hukum yang berlaku," ujar Bima.

Akan tetapi ia mengaku tidak memiliki akses ke BPN karena tidak terlibat.

Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS)

Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera turut menyatakan hal yang sama.

Ia menegaskan, keputusan koalisi nantinya akan tetap berada dalam koridor demokrasi dan konstitusional, Kamis (16/5/2019).

Baca: Arsul Sani Sebut Tindakan Prabowo Tolak Hasil Pemilu 2019 Akan Membuatnya Dikenang oleh Sejarah

Baca: Prabowo Tolak Hasil Pilpres, TKN: Tidak Siap Kalah hingga KPU Heran

"Apapun keputusan Koalisi Adil Makmur sesuai asas pendiriannya bergerak dalam koridor demokrasi dan konstitusional," ujar Mardani saat dihubungi, Kamis (16/5/2019).

Terkait sepakat atau tidak dengan pernyataan tersebut, Mardani tak memberikan jawaban pasti.

Mardani hanya menyebutkan bahwa partainya masih terus mencermati proses pemilu hingga KPU mengumumkan hasil rekapitulasinya pada 22 Mei 2019 dan juga opsi untuk mengajukan gugatan ke MK.

"PKS terus mencermati proses Pemilu 2019. Kita masih punya waktu hingga 22 Mei dan opsi ke MK. Semua keputusan akan selalu dimusyawarahkan bersama," kata Mardani.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sindir Manuver AHY, Politisi Gerindra Gunakan Istilah "Bangsawan Politik"", https://nasional.kompas.com/read/2019/05/17/19545601/sindir-manuver-ahy-politisi-gerindra-gunakan-istilah-bangsawan-politik


Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved