Sabtu, 4 Oktober 2025

KPK Telusuri Dugaan Perusahaan Hyundai Suap Bupati Cirebon untuk Muluskan Proyek PLTU

Febri menyatakan saat ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) bakal menganalisa keterangan itu untuk selanjutnya akan diajukan gelar perkara dengan para pimpina

TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Terdakwa Bupati Cirebon nonkatif Sunjaya mengenakan baju tahanan KPK meninggalkan gedung seusai menjalani sidang dalam kasus korupsi jual-beli jabatan, di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (13/3/2019). Sidang tersebut menghadirkan saksi Anggota DPR RI Junico BP Siahaan akrab disapa Nico Siahaan, yang dimintai keterangan terkait uang Rp 250 juta sumbangan dari terdakwa Sunjaya untuk acara Sumpah Pemuda yang diselenggarakan PDIP. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Diberitakan Perusahaan kontraktor besar asal Korea, Hyundai Engineeering & Construction mengaku telah menyuap Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra untuk memuluskan pembangunan proyek konstruksi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Cirebon, Jawa Barat.

Menanggapi hal tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan mendalami keterangan Hyundai sesuai fakta-fakta yang muncul di persidangan Sunjaya.

“Keterangan saksi, fakta-fakta yang muncul di sidang atau bukti-bukti yang lainnya muncul di sidang sering terjadi dalam beberapa perkara dan itu pasti kami cermati lebih lanjut,” kata juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (16/5/2019).

Febri menyatakan saat ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) bakal menganalisa keterangan itu untuk selanjutnya akan diajukan gelar perkara dengan para pimpinan KPK.

Baca: Pidato Doni Monardo di Geneva Pentahelix Jiwa Gotong Royong Pancasila

Baca: Cerita Bahagia Tasya Kamila dan Randi Bachtiar Setelah Dikaruniai Anak Berparas Tampan

Baca: Ini Penyebab Rusuh Lapas Langkat, Napi Malah Pingin Poto dan Divideo di Halaman Bekas Kerusuhan

“Kalau ada fakta baru, fakta baru ini bisa saja merujuk pada pihak lain atau pada ruang lingkup perkara yang lain. Itu tugas dari jaksa penuntut umum dan setiap selesai tuntutan biasanya akan disampaikan analisis tersebut,” kata Febri.

Namun demikian, Febri menegaskan KPK tak mau berkomentar saat disinggung apakah kalau Hyundai diperkarakan hukum akan menggangu iklim investasi di Indonesia.

Yang jelas menurutnya, saat ini KPK pun bakal menunggu langkah Majelis Hakim apakah akan menjadikan hal tersebut sebagai sebuah fakta hukum. “Posisi yang paling clear yang bisa disampaikan KPK adalah, kita tunggu fakta sidang dan pertimbangan hakim,” kata Febri.

Dilansir dari The Korea Times, juru bicara dari kantor pusat Hyundai di Seoul menyatakan, pihaknya telah memberikan sejumlah besar uang kepada Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra.

Melalui perantara seorang broker, uang tersebut digunakan untuk menenangkan warga di daerah konstruksi yang protes atas pembangunan PLTU.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin (13/5/2019).
Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin (13/5/2019). (Tribunnews.com/ Ilham Rian Pratama)

"Bupati menghubungi kami melalui seorang broker dan menawarkan penyelesaian atas maslah ini," ujar jubir Hyundai, "Bagi kami sangat penting untuk menyelesaikan pembangunan tepat waktu. Jika tidak, kami harus membayar denda. Jadi kami memberinya uang."

Menurut media lokal di Indonesia, Sunjaya Purwadisastra meminta suap sebesar Rp 9,5 miliar. Namun Hyundai hanya memberikan Rp 6,5 miliar rupiah atau sekitar USD 460 ribu.

Bupati Cirebon nonaktif Sunjaya Purwadisastra mengatakan, untuk proyek sebesar itu, dirinya sebagai bupati harus ambil bagian dalam proyek tersebut.

"Truk-truk Rudiyanto (subkontraktor) tidak dapat memasuki daerah tersebut karena terblokir oleh warga yang melakukan aksi protes. Berkat intervensi kami, mereka bisa mengakses jalan tersebut. Untuk itu mereka membayar kami," ungkapnya.

Hyundai adalah satu dari tiga kontraktor utama dalm pembangunan 1000 mega watt PLTU tersebut. Pembangunan konstruksi PLTU ini telah dimulai pada tahun 2016.

Dengan dana dari beberapa investor, termasuk dari anak perusahaan dari Korea Electric Power Corporation, KOMIPO. Proyek konstruksi PLTU ini di harapkan bakal selesai tahun 2020 mendatang.

Pejabat senior pengawas internasional Global Witness (GW) kepada The Korea Times mengungkapkan, pemerintah dan perusahaan Korena telah melakukan kesalahan dalam melakukan investasi.

Melalui investasinya pada industri batubara di Indonesia, pemerintah dan perusahaan Korea harus mempertaruhkan reputasinya. Industri batubara sering menjadi berita utama dalam kasus penyuapan dan korupsi di Indonesia.

"Tidak hanya berisiko, batubara juga merusak iklim, dan menyebabkan polusi udara yang sangat buruk. Selain itu, industri ini juga memiliki risiko korupsi yang sering diremehkan," jelas juru kampanye GW Adam McGibbon. 

Sujaya Purwadisastra kini sedang dalam proses pengadilan atas tuduhan korupsi yang menjeratnya. Ia ditangkap oleh KPK beserta tiga kepala daerah lainnya.

Sunjaya Purwadisastra terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terkait kasus jual beli jabatan Oktober 2018 lalu.

Saat ini, Bupati nonaktif Cirebon Sunjaya Purwadisastra dituntut 7 tahun penjara dalam kasus jual beli jabatan. Sunjaya juga dituntut membayar denda Rp 400 juta subsider dan 6 bulan kurungan oleh jaksa KPK.

Selain itu, jaksa juga menuntut pencabutan hak Sunjaya untuk dipilih dalam jabatan publik. Pencabutan hak politik Sunjaya itu dilakukan selama lima tahun, setelah dirinya selesai menjalani pidana pokok.

"Kami menuntut supaya majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah bersama-sama melakukan korupsi," ujar jaksa Iskandar Marwanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Jawa Barat.

Jaksa mempertimbangkan, bahwa perbuatan Sunjaya tidak mendukung upaya pemerintah dan masyarakat yang sedang giat memberantas korupsi. Sunjaya juga dinilai telah merusak sistem pembinaan pegawai di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Cirebon.

Dengan melakukan korupsi dalam proses rekrutmen, promosi, dan mutasi aparatur sipil negara. Selain itu, Sunjaya sebagai bupati juga tidak memberikan teladan yang baik kepada masyarakat.

Sunjaya dinilai terbukti menerima uang Rp 100 juta dari Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Cirebon, Gatot Rachmanto. Menurut jaksa, uang tersebut terkait jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Cirebon.

Diduga pemberian uang tersebut karena Sunjaya telah mengangkat dan melantik Gatot sebagai Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Cirebon. Selanjutnya dalam proses promosi jabatan di Pemkab Cirebon, Sunjaya telah melakukan intervensi terhadap tugas Tim Penilai Kinerja PNS.

Dalam promosi jabatan tersebut, menurut jaksa, Sunjaya sering meminta imbalan uang kepada pejabat yang dilantik. Ia meminta uang sebesar Rp 100 juta untuk pejabat Eeselon IIIA.

Sedangkan jabatan setingkat eselon IIIB, sebesar Rp 50 juta hingga Rp 75 juta. Sementara untuk setingkat eselon IV sebesar Rp 25 juta hingga Rp 30 juta.

Sunjaya dinilai melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.

"Praktik demikian diakui oleh terdakwa karena melanjutkan kebiasaan bupati sebelumnya. Praktik yang dilakukan tersebut menunjukkan adanya kesadaran dan keinsyafan terdakwa yang menghendaki adanya penerimaan dari proses promosi pegawai di Kabupaten Cirebon," kata jaksa Tri Anggoro Mukti. 

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved