Sabtu, 4 Oktober 2025

TRIBUNNEWSWIKI: Megawati Soekarnoputri

Karier politik Megawati diawali dengan bergabungnya ia menjadi anggota Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) pada 1965 ketika ia masih berkuliah

Penulis: Widi Pradana Riswan Hermawan
Editor: Natalia Bulan Retno Palupi
TRIBUN/HO
Karier politik Megawati diawali dengan bergabungnya ia menjadi anggota Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) pada 1965 ketika ia masih berkuliah di UNPAD. 

Namun Megawati tidak terlalu bisa berpengaruh di masa jabatannya yang pertama itu. Selain karena sifatnya yang memang pendiam, juga karena kondisi perpolitikan saat itu yang tidak bisa membuatnya berbuat bebas.

Karier politik Megawati terus naik, pada tahun 1993, ia terpilih menjadi Ketua Umum DPP PDI. Terpilihnya Megawati ini memicu perpecahan di tubuh PDI.

Masih dari biografiku.com, perpecahan itu bermula ketika Kongres PDI di Medan tidak membuahkan hasil. Melihat itu, pemerintah mendukung Budi Hardjono untuk menggantikan Soerjadi, ketua umum DPP PDIP saat itu. Akhirnya diselenggarakanlah Kongres Luar Biasa (KLB) di Surabaya.

Bukannya Soerjadi, nama Megawati justru muncul memenangkan pemilihan ketua umum saat itu. Suaranya mengalahkan Soerjadi secara telak. Hal ini tentu mengejutkan pemerintah yang dari awal mengusung Soerjadi.

Pemerintah akhirnya menolak keputusan KLB di Surabaya itu. Mereka mulai menggimpun kekuatan di dalam tubuh PDIP untuk menggulingkan Megawati yang baru saja terpilih itu.

Hasilnya, kubu Fatimah Ahmad yang didukung pemerintah kembali melaksanakan Kongres PDI di Medan pada 1996. Tapi Megawatai tetap teguh dengan hasil KLB di Surabaya dan tidak mengakui kongres yang dilaksanakan di Medan itu.

Megawati tegas menyatakan dirinya sebagai Ketua Umum PDI yang sah berdasarkan hasil keputusan KLB di Surabaya. Hal ini dikuatkan dengan dikuasainya Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro sebagai sebagai simbol DPP yang sah oleh kubu Megawati.

Namun kubu Soerjadi yang didukung pemerintah juga tidak tinggal diam. Dikutip dari hariansejarah.id, Soerjadi yang didukung pemerintah memberikan ancaman untuk merebut paksa kantor DPP PDI tersebut.

Ancaman itu menjadi kenyataan, pada 27 Juli 1996 pagi, kelompok Soerjadi benar-benar mencoba merebut kantor DPP PDI dari pendukung Megawati. Tekanan yang dilakukan secara terang-terangan oleh kelompok Soerjadi ternyata justru malah mengundang simpati masyarakat luas kepada kubu Megawati.

Meski memiliki massa pendukung yang lebih banyak, namun PDI di bawah kepemimpinan Megawati tidak bisa mengikuti Pemilu 1997. Hal ini karena PDI yang diakui secara sah oleh pemerintah saat itu adalah PDI yang berada di bawah kepemimpinan Soerjadi.

Baru setelah tumbangnya Orde Baru, PDI di bawah pimpinan Megawati bisa mengikuti Pemilu 1999 dan mengganti namanya menjadi PDI Perjuangan (PDIP). Dalam Pemilu 1999 itu PDIP berhasil unggul dari semua partai dengan lebih dari 30 persen suara.

Hal ini membuat Megawati menjadi kandidat terkuat sebagai presiden dibandingkan semua calon lainnya. Namun ternyata keputusan SU MPR 1999 menobatkan Abdurrahman Wahid sebagai presiden keempat.

Dikutip dari nasional.kompas.com, perolehan suara Megawati kalah tipis dari Gus Dur, sehingga hanya membuatnya menjadi wakil presiden saja.

Baca: Soal Hasil Pilpres 2019, Megawati: Kami Masih Menunggu Keputusan KPU

Baru pada 23 Juli 2001, Megawati berhasil menjadi orang nomor satu di Indonesia setelah MPR secara aklamasi mendudukkannya sebagai Presiden Indonesia yang kelima. Ia menjabat sebagai presiden hingga 20 Oktober 2004.

Pada pemilu langsung tahun 2004, Megawati kembali mencalonkan diri sebagai presiden berpasangan dengan Prabowo Subianto. Namun suaranya kalah oleh pasangan Susilo Bambang Yudhoyono yang kemudian menjadi presiden keenam berpasangan dengan Muhammad Jusuf Kalla.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved