Pemilu 2019
Aksi Sejumlah Caleg yang Gagal dalam Pemilu 2019: Ritual Mandi Kembang Hingga Bongkar Rumah Lansia
Beberapa caleg dan tim sukses ada yang depresi usai pemungutan suara Pemilu 2019 pada 17 April meskipun hasilnya belum diumumkan KPU.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Meskipun hasil penghitungan suara Pemilu 2019 belum ditetapkan KPU, tetapi beberapa calon anggota legislatif (Caleg) sudah mengetahui hasil perolehan suaranya.
Bebergai aksi dilakukan beberapa Caleg yang mendapatkan suara minim pada Pemilu 2019 guna melampiaskan kekecewaannya.
Termasuk tim sukses pun ada juga yang merasa tertekan usai pemungutan suara 17 April 2019 karena ditagih suara oleh caleg.
Tribunnews.com merangkum beberapa fakta menarik terkait aksi caleg dan tim sukses usai pemungutan suara pada 17 April 2019.
1. Jalani ritual mandi kembang
Dikutip dari Tribunjabar.co,id, di Padepokan Anti Galau Yayasan Al Busthomi sudah ada sejumlah caleg yang mengalami depresi karena gagal dalam Pemilu 2019.
Pimpinan Padepokan Anti Galau Yayasan Al Busthomi, Ustaz Ujang Busthomi menyebut sedikitnya ada empat caleg depresi yang datang ke padepokannya.
Menurut dia, keempat caleg itu datang meminta bantuan karena diserang depresi.
"Mereka datang ke sini minta untuk dibantu, kemudian diajak berdoa agar lebih tenang lagi," ujar Ujang Busthomi saat dihubungi melalui sambungan teleponnya, Sabtu (20/4/2019).

Ia mengatakan, para caleg mengalami depresi karena tidak siap menerima kekalahannya.
Terlebih, modal yang dikeluarkan untuk kampanye menjadi wakil rakyat juga jumlahnya tidak sedikit.
"Kami ingatkan ke mereka bahwa politik hanya perhiasan dunia, tidak dibawa mati," kata Ujang Busthomi.
Penangan untuk para caleg depresi itu juga cukup sederhana, yakni melalui pendekatan spritual.
Mereka juga akan menjalani ritual mandi kembang sebagai media untuk mencari ketenangan batin.
Setelah menjalani mandi kembang pasien akan menempati kamar-kamar untuk menginap yang telah disediakan.
Selama tinggal di padepokan tersebut, mereka akan diajak untuk bermunajat kepada Allah SWT hingga pulih dari depresinya.
Baca: Mahfud MD Ungkap Soal Sosok 'Pengadu Domba' Saling Serang ternyata 1 Komplotan, Cuma Mau Buat Kacau
2. Depresi ditagih Caleg
Tidak hanya Caleg gagal saja yang mengalami depresi, tim sukses pun juga bisa mengalami depresi bila calon yang didukungnya gagal duduk di kursi legislatif.
Seperti seorang tim sukses calon anggota DPRD Kabupaten Cirebon, Jawa Barat bernama Mursyid (45).
Dikutip dari kompas.com, Mursyid mengaku mengalami depresi pada Selasa (23/4/2019) malam.
Warga Desa Penpen, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, ini tak kuat karena terus ditagih sang caleg mengenai hasil perolehan suara yang di luar prediksi.
Ironisnya, sang caleg yang dimaksud adalah Khaerudin (35) yang tak lain adik kandungnya sendiri.
Khaerudin mencalonkan diri menjadi anggota DPRD Kabupaten Cirebon dengan nomor urut enam dari Partai Amanat Nasional (PAN).
Baca: PAN Akan Ke Koalisi Jokowi-Amin? Ini Tanggapan Partai Golkar
Dia mewakili daerah pemilihan tujuh yang meliputi enam kecamatan, yaitu Kecamatan Astanajapura, Beber, Greged, Mundu, Sedong, dan Susukan Lebak.
“Saya tim sukses ring satu untuk caleg PAN Nomor 6 Dapil 7, namanya Khaerudin. Dia adik kandung saya,” kata Mursyid kepada sejumlah media.

Dia hanya mendapatkan 567 suara dari jumlah suara yang ditargetkan sebanyak 3.000 suara.
Anak kedua dari pasangan Basyir (alm) dan Aminah ini menceritakan, tekanan itu diduga terjadi setelah Kherudin memberikan sejumlah uang dan 3.000 butir telur dalam dua mobil boks kepada Mursyid.
“Sekarang kalau orang silaturahim enggak ngasih-ngasih kan enggak enak. Udah ngeganggu waktunya, enggak enak kalau enggak ngasih. Saya bilang, ini sih titipan telur dari adik saya, sodakoh aja, doa dan dukungan pilih adik saya ya,” kata Mursyid kepada Kompas.com mengingat kata-kata saat dia mengampanyekan adiknya.
Baca: MUI Pusat Pertimbangkan Beri Sanksi MUI Sorong, Minta Ma’ruf Amin Mundur dari Cawapres
Mursyid meyakinkan bahwa dirinya sudah kerja keras siang dan malam menyosialisasikan adiknya dari rumah ke rumah.
Dia memberikan satu bungkus paket berisi empat butir telur untuk satu orang pemilih.
Namun, saat penghitungan suara, Khaerudin mulai menanyakan perolehan hasil suaranya.
Mursyid berulang kali ditelepon dan ditagih suara yang pernah ditargetkan.
Kenyataannya jauh, suara di Desa Penpen untuk Khaerudin hanya 567 dari 3.000 suara yang ditargetkan.
Akhirnya, Mursyid merasa kecewa pada diri sendiri karena tidak dapat memenuhi target.
Dia juga kesal dengan warga yang sudah dia beri sesuatu, tetapi hasilnya tidak sesuai harapan.
Mursyid mengaku hubungan saudara adik kakak pun sempat merenggang karena masalah ini.
Terapi depresi di Padepokan Anti Galau Albushtomi Pantauan Kompas.com, Mursyid mendatangi Padepokan Anti Galau Albushtomi pada Selasa petang.
Baca: Blak-blakan Srdan Lopicic yang Didepak Persib: Dari Caci-maki Suporter Hingga Teror Buat Keluarganya
Dia langsung berbincang dengan Ustaz Ujang Bushtomi, pemilik padepokan.
Dia menyampaikan apa yang sedang dialaminya hingga berulang kali merasa kecewa terhadap diri sendiri dan mudah marah.
Sekitar pukul 19.30 WIB, Ustaz Ujang Bustomi bersama tim Padepokan Anti Galau membawa Mursyid ke Waduk Setupatok.
Mereka langsung memandikan Mursyid sambil melakukan serangkaian ritual.
Ustaz Ujang Bushtomi menyampaikan, depresi setelah pemilu tidak hanya menyerang calon legislatif, tetapi juga tim suksesnya.
Hingga Selasa malam sudah ada enam caleg dan sepuluh orang tim sukses yang berkunjung ke padepokannya.
Ujang menjelaskan, tim sukses caleg yang depresi berasal dari rasa tertekan.
Caleg terus menagih dan meminta pertanggungjawaban perolehan suara yang tidak mencapai target.
Bahkan, tidak sedikit para caleg yang meminta uang dikembalikan karena jumlah perolehan suara kecil.
“Tim sukses juga mungkin sudah maksimal berkerja, tapi terus ditekan (caleg), bahkan meminta uangnya kembali. Tim sukses itu akhirnya stres seperti itu,” kata Ujang di lokasi.
Menghadapi tim sukses depresi, Ujang terus melakukan pendekatan.
Dia juga melakukan terapi dan ritual untuk membuat diri tim sukses merasa lebih tenang.
Dia mendorong agar tim sukses dan caleg mengikhlaskan apa yang telah dikeluarkan.
“Jika kita sedekahkan, tidak ada iming-iming lain yang diharapkan. Harus ikhlas. Terapi yang dilakukan bertujuan agar semua aura negatif hilang, agar jiwa dan pikiran tenang dan searah,” kata Ujang.
3. Tutup jalan desa
Seorang Caleg di Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT) menutup akses jalan ke permukiman penduduk.
Diduga hal tersebut dilakukan lantaran gagal meraih suara pada Pileg 17 April 2019.
Dikutip dari kompas.com, Kapolres Ngada AKBP Andhika Bayu Adhittama Caleg yang tidak disebutkan identitas dan parpol pengusungnya itu, menurunkan tanah, batu, dan pasir di10 titik jalan menuju Desa Marapokot dan Desa Nangadhero, Kecamatan Aesesa sejak Selasa (23/4/2019) malam.
"Kejadian kemarin, caleg itu menutup jalan permukiman warga. Mungkin enggak banyak yang nyoblos. Belum tahu nama dan asal parpol karena kita belum lakukan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan," ungkap Andhika kepada Kompas.com, melalui sambungan telepon, Kamis (25/4/2019) pagi.
Baca: Satu Orang Tewas Usai Truk Tronton yang Angkut Micin Hantam Tiga Kendaraan di Gresik
Andhika mengatakan, ruas jalan yang ditutup itu diantaranya di RT 01 dan 02 Desa Marapokot dan enam RT di Desa Nangadhero.
Penutupan jalan tersebut mengakibatkan aktivitas warga terganggu, karena hanya bisa dilewati dengan berjalan kaki.
Sementara pengendara sepeda motor dan kendaraan roda empat tidak bisa melintas.
"Semua material sudah dibersihkan sejak kemarin sore, dengan menggunakan alat berat," sebut Andhika.
Andhika mengimbau kepada para caleg yang gagal agar tetap menjaga kondusifitas keamanan dan ketertiban masyarakat.
Dikutip dari Poskupang.com, sekretaris Dewan Pimpinan Cabang ( DPC) Partai Golkar Nagekeo, Kristianus Dua Wea, mengatakan, pihaknya sudah mendapatkan informasi terkait pemblokiran jalan di Desa Nangadhero dan Desa Maropokot.
Menurut Kris begitu ia akrab disapa, menurut informasi yang beredar bahwa pemblokiran jalan tersebut diduga dilakukan keluarga dari seorang Calon Anggota Legislatif Dapil I (Aesesa, Aesesa Selatan dan Wolowae) dari Partai Golkar.
Kris mengaku bahwa caleg tersebut adalah kader Golkar yaitu Achmad Tujuh.
Setelah dikonfirmasi bahwa ternyata bukan karena kalah dalam Pileg tapi ada persoalan lain.
Sehingga asumsi masyarakat timbul karena gagal merebut kursi di DPRD Nagekeo.

Asumsi itu wajar saja, apalagi persoalannya hampir berdekatan dengan Pemilu 17 April 2019.
Partai Golkar Nagekeo diseret itu memang benar karena memang Caleg tersebut berasal dari Partai Golkar.
Itu bukan dilakukan oleh Partai Golkar Nagekeo.
"Kami tidak bisa menepis apa asumsi publik berkaitan dengan kasus yang kemarin itu. Benar bahwa bapak Achmad Tujuh kader Golkar dan karena itu lalu kemudian saya kemarin itu diminta Pak Kapolres untuk ketemu dia (Pak Achmad Tujuh) itu diskusi tentang ini dalam konteks yang jauh itu setelah ada dampak. Saya memastikan untuk ketemu Pak Achmad Tujuh. Prinsip saya itu diselesaikan dan rasa nyaman masyarakat itu kemudian kembali mereka dapatkan dari persoalan ini sampai tadi juga saya ingin mari kita diskusikan supaya mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap Partai Golkar," ujar Kris di Mbay, Kamis (25/4/2019).
Ia menerangkan bahwa persoalannya sudah selesai.
Akses jalan yang ditimbun material sudah dibuka dan tidak ada persoalan lagi.
Ia menyampaikan atas nama Partai Golkar memohon maaf atas ketidaknyamanan akibat peristiwa tersebut.
4. Bongkar rumah pasangan lansia
Lain halnya dengan caleg di Kabupaten Kolaka Utara (Kolut), Sulawesi Tenggara (Sultra).
Caleg bernama Lukman membongkar rumah pasangan suami istri lanjut usia (lansia) setelah mengetahui dirinya tak terpilih dalam Pemilu 17 April 2019.
Pasangan suami istri, Gogo (67) dan Hanna (67), warga Desa Lawolatu, Kecamatan Ngapa, Kolaka Utara, akhirnya pasrah saat rumahnya yang dibangun di lahan milik caleg tersebut dibongkar warga sekitar.
Caleg dari daerah pemilihan (dapil) II tersebut menuding pasangan lansia itu tidak memilih dirinya pada Pemilu 17 April 2019.
Gogo dan istrinya sudah 10 tahun mendirikan rumah di lahan milik caleg itu dan ia meminta orang suruhannya untuk memindahkan rumah tersebut.
Baca: Haikal Hassan Bereaksi Gunakan Data Hoax Jumlah Orang Gila Nyoblos, Komisioner KPU Jelaskan Faktanya
"Ada orangnya datang kasih tahu rumahku dibongkar. Kami dikasih waktu hanya satu minggu bongkar rumah. Jadi saya lebih baik bongkar sekarang, minta bantuan tetangga,” kata Hanna dihubungi, Kamis (25/4/2019).
Hanna mengaku, ia dan suaminya telah memilih caleg tersebut sebagai balas budi kerena telah diizinkan menempati lahannya bertahun-tahun.
Namun, tiba-tiba ia disuruh membongkar rumahnya tanpa sebab yang jelas.
Ia menjelaskan bahwa caleg tersebut salah paham dan mengira Gogo dan istrinya mendukung caleg lain.
Ambo Assa (40) yang merupakan sepupu Hanna mengatakan, ada cerita yang beredar bahwa sepupunya itu tidak memilih caleg tersebut.
Kabar ini pun sampai ke telinga caleg tersebut dan langsung menyuruh Gogo membongkar rumahnya.
Padahal rumah Gogo, dua tahun lalu diperbaiki atas bantuan Lurah Lapai.
Pasangan lansia itu hanya pasrah saat rumah mereka dibongkar warga sekitar yang ikut membantunya.
Rencananya, rumah itu akan dipindahkan sekitar 200 meter dari lokasi sebelumnya, setelah ada tetangga yang meminjamkan lahan kepada Gogo untuk mendirikan rumahnya lagi.
Saat ini, pasangan lansia itu tinggal di rumah kerabatnya untuk sementara waktu sambil menunggu rumahnya diperbaiki.
Babinsa Desa Lawolatu, Kopda Sabri membenarkan pembongkaran rumah itu karena ada caleg yang kecewa.
“Iya, rumahnya itu orang tua dibongkar atas suruhan salah satu caleg, jadi tetangganya beramai-ramai ikut membantu,” kata Sabri.
Sementara, caleg PKS bernama Lukman hingga saat ini belum bisa dikonfirmasi soal pembongkaran rumah tersebut. (Kompas.com/ tribunjabar.co.id/poskupang.com)