Pemilu 2019
Fadli Zon Sebut Pemilu 2019 Lebih Buruk Dibanding Pemilu 1955
Fadli Zon menilai penyelenggaraan Pemilu 2019 lebih buruk dibanding penyelenggaraan pemilu pertama di Indonesia pada tahun 1955.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon menilai banyak kecurangan yang terjadi dalam penyelenggaraan Pemilu 2019.
Menurutnya, kecurangan terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif.
Untuk itu, ia mengusulkan Panitia Khusus (Pansus) guna mengevaluasi penyelenggaraan Pemilu 2019.
Baca: Jokowi, Zulkifli Hasan, Surya Paloh, dan Hasto Bertukar Pengalaman Soal Kampanye yang Melelahkan
"Saya kira nanti perlu dibentuk pansus kecurangan ini. Saya akan mengusulkan meski ini akhir periode. Kalau misalnya teman-teman itu menyetujui, akan bagus untuk evaluasi ke depan. Karena kecurangan ini cukup masif, terstruktur, dan brutal. Mulai pra-pelaksanaan, pelaksanaan, dan pasca pelaksanaan," ucap Fadli Zon di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/4/2019).
Politikus Gerindra itu mengatakan usulannya itu akan disampaikan kepada fraksi-fraksi di DPR.
Ia ingin DPR mengevaluasi total pelaksanaan sistem pemilu serentak.
Baca: Selain Ragukan Hasil Real Count KPU, Fadli Zon juga Usul DPR Bentuk Pansus Kecurangan Pemilu
"Kan ada mekanismenya, asal ada usulan kemudian dibawa ke rapur nanti kita lihat saja. Kalau dari DPR kalau ada pansus tadi lebih enak. Karena bisa menjadi sebuah alat melakukan investigasi dan bisa menelusuri kelemahan dari sistem, prosedur dan sebagainya," tuturnya.
Selain itu, Fadli Zon menyebut kecurangan yang begitu masif membuat kualitas demokrasi Indonesia menjadi buruk.
Baca: ACT Luncurkan Program Ramadhan Marhaban Yaa Dermawan
Ia menyatakan jika penyelenggaraan pemilu tahun ini lebih buruk dibanding penyelenggaraan pemilu pertama di Indonesia pada tahun 1955.
"Saya termasuk yang percaya kalau ini adalah pemilu terburuk sejak era reformasi bahkan jauh lebih buruk ketimbang pemilu tahun 1955," katanya.
Ragukan hasil quick count
Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno (BPN), Fadli Zon tetap meragukan hasil sementara penghitungan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam Pemilu 2019.
Alasannya, KPU tidak menggunakan rekapitulasi manual berjenjang.
"Saya masih meragukan karena sekarang sistemnya berjenjang dong. Manual berjenjang coba diumumkan, manual berjenjang karena yang dihitung kan manual berjenjang. Itu kan tidak dipake," kata Fadli saat ditemui wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/4/2019).
Fadli mengatakan, Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) KPU bisa salah dalam menginput data.
"Input datanya salah rumusnya bisa salah, jadi kalau mau kita bikin 90 lawan 10 juga bisa gampang itu. Saya kira anak mahasiswa juga bisa mengerjakan itu," ujarnya.
Baca: Fadli Zon: Saat Ini BPN Fokus Rekap Formulir C1
Fadli mengibaratkan, hasil sementara real count KPU yang menunjukkan keunggulan pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin seperti algoritma.
"Yaa kalau kita ada algoritma pasang aja 90-10 gitu bisa. Mau sampe kiamat juga itu aja hasilnya," pungkasnya.
Kubu Prabowo-Sandiaga sudah mendeklarasikan kemenangan Pilpres 2019 berdasarkan exit poll, quick count, dan real count.
Namun, BPN tidak bersedia membuka proses penghitungan suara dari seluruh daerah.
Hingga Rabu pukul 08.20, data yang masuk dalam Situng KPU mencapai 220.969 TPS dari total 813.350 TPS.
Jika dipersentasekan, data tersebut baru mencapai 27,16 persen.
Hasil Situng sementara ini menunjukkan, pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin unggul 55,46 persen.
Sementara paslon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mendapatkan 44,54 persen suara.