Pemilu 2019
Anggota Komisi III DPR Minta Semua Pihak Hormati Proses Hukum Dugaan Pelanggaran Pemilu
Kondisi ini ditambah dengan berbagai spekulasi, khususnya di kalangan politisi yang justru memanaskan suasana.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masyarakat dinilai perlu mendapatkan pendidikan agar mengedepan asas presumption of innocence dalam setiap persoalan hukum yang terjadi belakangan.
Terlebih yang bersinggungan dengan isu-isu politik menjelang Pemilu Serentak 2019 mendatang.
Anggota Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menilai, Indonesia sebagai negara hukum harus menjadikan hukum sebagai panglima tertinggi dan menghormati prosesnya.
Belakangan ini media marak memberitakan dukungan Aparatur Sipil Negara (ASN) di sejumlah daerah yang dianggap tidak netral, mendukung salah satu calon presiden seperti yang terjadi di Jawa Tengah, Lampung, maupun Sulawesi Selatan.
Kondisi ini ditambah dengan berbagai spekulasi, khususnya di kalangan politisi yang justru memanaskan suasana.
Mengacu pada regulasi yakni UU No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, pasal 2 huruf f memang menyatakan bahwa salah satu asas penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN adalah netratlitas.
Bagi pelanggar, Pasal 280 Ayat (3) UU Pemilu juga mengikatnya dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.
"Dalam konteks ini alangkah baiknya kita menahan diri untuk tidak mendahului bawaslu maupun kepolisian sebelum hasil penyelidikan atau penyidikan diumumkan," kata Sahroni dalam keterangan yang diterima, Selasa (26/2/2019).
Politikus Partai NasDem yang kembali maju sebagai calon legiator dari Dapil Jakarta III ini meyakini Bawaslu maupun Polri bekerja secara proporsional dan profesional.
Baca: Tanggapi Doa Neno Warisman, Maruf Amin Tegaskan Pilpres tak Sama dengan Perang Badar
Untuk itu ia berharap agar para politisi tidak membuat situasi semakin panas, berspekulasi dengan asumsi, sebaliknya bijak menunggu proses di bawaslu maupun polri.
"UU memperbolehkan ASN menggunakan hak pilihnya. Apakah benar mereka tidak netral? Seberapa berat derajat pelanggarannya? Kita tunggu Bawaslu," kata Sahroni.
Sahroni juga menanggapi rumor terkait ketimpangan bawaslu maupun polri dalam penanganan pelanggaran pemilu, terlebih yang melibatkan pendukung Prabowo-Sandi.
Dirinya meyakini bahwa asas equality before the law menjadi pegangan bawaslu maupun polri dalam bersikap dan bertindak.
"Cepat lambatnya penanganan suatu perkara bergantung pada karakter perkara itu sendiri. Ada yang cepat dan ada yang membutuhkan proses panjang. Proses itu yang wajib kita hormati," kata Sahroni.