KPK Memperpanjang Masa Penahanan Tersangka Suap Proyek Penyediaan Air Minum PUPR
2 proyek lainnya adalah pengadaan pipa HDPE di Bekasi daerah bencana di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng).
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan 8 tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
"Ke-8 tersangka akan diperpanjang masa penahanannya selama 40 hari, dimulai tanggal 18 Februari 2018 sampai dengan 26 Februari 2018," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Rabu (16/1/2019).
Ke-8 tersangka itu antara lain:
1. Budi Suharto (Direktur Utama PT WKE)
2. Lily Sundarsih (Direktur PT WKE)
3. Irene Irma (Direktur PT TSP)
4. Yuliana Enganita Dibyo (Direktur PT TSP)
5. Anggiat Partunggul Nahot Simaremare (Kepala Satuan Kerja SPAM Strategis/Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SPAM Lampung)
6. Meina Woro Kustinah (PPK SPAM Katulampa)
7. Teuku Moch Nazar (Kepala Satuan Kerja SPAM Darurat)
8. Donny Sofyan Arifin (PPK SPAM Toba 1)
Dalam kasus dugaan suap terkait sejumlah proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Kementerian PUPR tahun anggaran 2017-2018 itu, KPK menetapkan 8 orang tersangka di antaranya 4 petinggi perusahaan diduga sebagai pihak pemberi suap yakni Direktur Utama (Dirut) PT Wijaya Kesuma Emindo (PT WKE), Budi Suharto (BSU); Direktur PT WKE, Lily sundarsih (LSU); Direktur PT Tashida Sejahtera Perkasa (TSP), Irene Irma (IIR); dan Direktur PT TSP, Yuliana Enganita Dibyo (YUL).
Kemudian 4 orang pejabat Kementerian PUPR yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suapnya di antaranya Kepala Satuan Kerja (Satker) SPAM Strategis atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SPAM Lampung, Anggiat Partunggul Nahot Simaremare (ARE); PPK SPAM Katulampa, Meina Woro Kustinah (MWR); Kepala Satker SPAM Darurat, Teuku Moch Nazar (TMN); dan PPK SPAM Toba 1, Donny Sofyan Arifin (DSA).
Anggiat, Meina, Teuku, dan Donny diduga menerima suap untuk mengatur lelang terkait dengan pembangunan SPAM tahun anggaran 2017-2018 di Umbulan 3 Pasuran, Lampung, Toba 1 dan Katulampa.
Baca: Hampir 15 Ribu Bikers Ikut Pelatihan Safety Riding Honda di Yogyakarta, Ada Ojol Juga
Kemudian, 2 proyek lainnya adalah pengadaan pipa HDPE di Bekasi daerah bencana di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng).
Adapun rinciannya yakni Anggiat menerima Rp 350 juta dan 5.000 dolar AS untuk pembangunan SPAM Lampung serta Rp 500 juta untuk pembangunan SPAM Umbulan 3, Pasuruan, Jawa Timur.
Meina menerima Rp 1,42 miliar dan SGD 22.100 untuk pembangunan Katulampa.
Adapun tersangka Teuku Moch Nazar diduga menerima Rp 2,9 miliar untuk pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan Donggala, Palu, Sulawesi Tengah.
Tersangka Donny Sofyan Arifin sejumlah Rp 170 juta untuk pembangunan SPAM Toba 1.
Atas uang tersebut, lelang diatur untuk dimenangkan oleh PT WKE dan PT TSP yang dimiliki oleh orang yang sama.
PT WKE diatur untuk mengerjakan proyek bernilai di atas Rp 50 miliar dan PT TSP untuk nilai di bawahnya.
Adapun selama tahun 2017-2018 kedua perusahaan ini memenangkan 12 paket proyek dengan total nilai Rp 429 miliar.
Adapun proyek terbesar adalah pembangunan SPAM Kota Bandar Lampung senilai Rp 210 miliar.
PT WKE dan PT TSP diinta memberikan fee sebesar 10 persen dari nilai proyek.
Fee tersebut kemudian dibagi 7 persen untuk kepala satker dan 3 persen untuk PPK.
Pada praktiknya, kedua perusahaan ini diminta meberikan sejumlah uang pada proses lelang dan sisanya saat pencairan dana dan penyelesaian proyek.
KPK menyangka empat pejabat Kementerian PUPR melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan sebagai pihak yang diduga pemberi, Budi, Lily, Irene Irma, dan Yuliana disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.