Menaker Beberkan Alasan Kecilnya Angka Partisipasi Angkatan Kerja Perempuan di Indonesia
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) RI M Hanif Dhakiri mengatakan tenaga kerja di Indonesia saat ini didominasi laki-laki.
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) RI M Hanif Dhakiri mengatakan tenaga kerja di Indonesia saat ini didominasi laki-laki.
Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) bidang Ketenagakerjaan Tahun 2019.
Ia menyebutkan persentase dari total tenaga kerja perempuan di tanah air sekitar 50 persen.
Menurutnya, itu yang menjadi satu kendala dalam perbaikan ekosistem ketenagakerjaan yang seharusnya merata, baik untuk perempuan maupun laki-laki.
Baca: Derita Obesitas, Berat Titi Capai Lebih dari 200 KG
"Partisipasi angkatan kerja perempuan kita, kalau saya nggak salah angkanya ada di sekitar 50 persen, jauh lebih rendah daripada partisipasi angkatan kerja laki-laki yang mungkin mencapai di atas 70 persen," ujar Hanif, dalam rakornas yang digelar di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Selasa (8/1/2019).
Hanif menjelaskan alasan di balik sedikitnya jumlah tenaga kerja perempuan, satu diantaranya karena biasanya para perempuan dewasa telah disibukkan urusan keluarga.
Jika telah berkeluarga, ia menilai kaum perempuan cenderung sulit untuk membagi waktu antara bekerja dan mengurus keluarga.
"Kenapa? Karena perempuan memiliki beban ganda, di satu sisi harus mengurusi keluarga, kemudian satu sisi yang lain dia harus berkarir di ranah publik," jelas Hanif.
Baca: Caleg PPB di Surabaya-Sidoarjo Deklarasi Dukung Jokowi-Amin, Ini Harapannya
Peraturan yang ditetapkan pemerintah yang mengharuskan para karyawan bekerja 8 jam per hari, membuat para perempuan yang telah menjadi seorang ibu, memiliki kendala dalam bekerja.
Pada akhirnya, mereka harus memilih antara melanjutkan karirnya atau fokus mengurus keluarga.
"Nah pada saat mau menjalankan keduanya, karena aturan yang begitu kaku, akhirnya mereka nggak bisa, (karena) mereka harus memilih," kata Hanif.
Baca: Masalah Pengasuhan Anak di 2018 Banyak Terjadi pada Keluarga yang Bercerai
Lebih lanjut ia menekankan, harus ada yang dikorbankan antara kedua hal tersebut.
"Akhirnya yang ngurusin karir itu keluarganya tertinggal, kalau yang ngurusin keluarga (juga) nggak bisa berkarir sama sekali," tegas Hanif.
Oleh karena itu kajian Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dianggap perlu untuk memperbaiki ekosistem ketenagakerjaan.