Tsunami di Banten dan Lampung
Cerita Afu, Pegawai Kemenpora yang Selamat dari Terjangan Tsunami di Tanjung Lesung
“Sekitar jam 9 lebih 15 menit, tiba-tiba lampu mati. Air laut mulai naik, terus teman saya bilang ada tsunami, kita langsung lari," tutur Afu.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdul Majid
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sabtu (22/12/2018) sore, pemandangan di Pantai Tanjung Lesung, Banten, terlihat sangat indah.
Embusan angin dan deburan ombak laut Selat Sunda sama seperti biasanya, tak ada tanda-tanda alam yang janggal.
Begitu cerita pembuka Afu, pegawai Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) yang selamat dari terjangan tsunami pada Sabtu malam.
Hari itu, rombongan Kemenpora tengah mengadakan kegiatan pelatihan SDM yaitu dari Unit Pusat Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Keolahragaan Nasional (PP ITKON) yang berlangsung pada 21-23 Desember 2018 di Tanjung Lesung.
Kemenpora merilis, rombongan dalam acara itu berjumlah 50 orang yang terdiri dari Kapus, satu orang Kabid, enam orang Kasubid, 37 pegawai termasuk dokter, staf, para medis, petugas keamanan, petugas kebugaran, pengawas cleaning service, dan beberapa mahasiswa magang dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
Menjelang Magrib, tanda-tanda awal bencana sebenarnya sudah dilihat Afu.
Namun, karena hal itu dirasa biasa saja ia pun tak terlalu mengkhawatirkannya.
“Menjelang Magrib, saya lihat Gunung Anak Krakatau itu mengeluarkan percikan magma. Saya pikir mungkin itu hal yang biasa terjadi,” ujar Afu kepada Tribunnews, Senin (24/12/2018).
Kegiatan pelatihan pun dimulai.
Rombongan Kemenpora mengawalinya dengan makan-makan terlebih dahulu, lalu masuk ke acara inti.
Tiga jam berlalu, kegiatan tersebut masih berjalan lancar.
Hingga di pengujung acara, tepatnya saat mulai acara hiburan dan bagi-bagi doorprize, keadaan berubah mencekam.
Suara dentuman keras terdengar dan tak berselang lama diikuti oleh gemuruh ombak yang mengarah ke pesisir pantai.
“Sekitar jam 9 lebih 15 menit, tiba-tiba lampu mati. Air laut mulai naik, terus teman saya bilang ada tsunami, kita langsung lari. Posisi saya waktu itu ada di belakang panggung, kan kita adain acaranya di tempat terbuka semacam camping. Saya sedang kerja dengan teman saya di dalam kontainer. Saat teman saya bilang itu, kita langsung lari semua, saya lihat ke belakang itu kira-kira ombak tingginya lima meter,” tutur Afu.
Menurut Afu, suasana saat kejadian sangat mencekam.
Afu menambahkan, seluruh orang panik berlarian menjauhi pesisir pantai di tengah gelapnya kondisi jalan, sementara gulungan ombak masih mengintai di belakangnya.
“Saya lihat kontainer itu rubuh diterjang air. Kita semua lari, tidak jauh dari situ, ada dataran tinggi seperti bukit. Saya berlari ke situ, sempat loncat pagar dulu. Kemudian saya lari ke jalan. Orang-orang di jalan juga teriak-teriak tsunami. Di situ saya ikut motor orang,” cerita Afu.
Hingga saat ini, informasi yang Tribunnews dapatkan, dari 50 rombongan Kemenpora, sekitar 14 pegawai dan keluarga Kemenpora yang mengalami luka-luka dan kini masih menjalani penanganan di rumah sakit.
Sedangkan jumlah korban jiwa ada empat orang dan masih ada satu korban lagi yang belum ditemukan yakni atas nama Helena. (*)