Kasus Suap di Bekasi
KPK Periksa Dua Saksi untuk Kasus Meikarta
"Kedua saksi diperiksa untuk tersangka yang berbeda-beda," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan terhadap dua saksi terkait kasus dugaan suap pengurusan izin pembangunan proyek Meikarta.
Kedua saksi tersebut ialah PNS pada Dinas DPMPTSP Pemkab Bekasi, Sukmawaty Karnahadijat dan Kadis Damkar Pemkab Bekasi, Sahat Maju Banjarnahor.
Baca: Kasus Suap Meikarta: KPK Periksa Kabid Infrastruktur dan Sosial DPMPTSP Jawa Barat
Keduanya diperiksa untuk tersangka yang berbeda.
"Kedua saksi diperiksa untuk tersangka yang berbeda-beda," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah kepada wartawan, Jumat (23/11/2018).
Sukmawaty sedianya akan diperiksa sebagai saksi untuk mantan atasannya, yakni Kadis DPMPTSP Bekasi, Dewi Tisnawati.
Sementara Sahat diperiksa untuk tersangka konsultan Lippo Group Fitra Djaja Purnama.
Sementara itu, KPK juga memeriksa Fitra Djaja sebagai tersangka.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan sembilan orang tersangka, empat di antaranya dari pihak Lippo Group selaku pihak penyuap yakni Direktur Operasional Lippo Group, Billy Sindoro; dua konsultan Lippo Group, Taryudi dan Fitra Djaja Purnama; dan pegawai Lippo Group, Henry Jasmen.
Adapun tersangka diduga sebagai penerima suapnya yakni Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin (NNY); Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Jamaludin (J); Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi, Sahat MBJ Nahor (SMN); Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi, Dewi Tisnawati (DT); dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Neneng Rahmi (NR).
Bupati Bekasi dkk diduga menerima hadiah atau janji alias suap dari pengusaha terkait pengurusan sejumlah perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.
Dari komitmen fee sejumlah Rp 13 miliar untuk mengurus izin fase 1, sudah diberikan Rp 7 miliar melalui sejumlah kepala dinas.
KPK menyangka Billy Sindoro, Taryudi, Fitra Djaja Purnama, dan Henry Jasmen melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sedangkan terhadap penerima yakni Neneng Hasanah Yasin dikenakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Kemudian Jamaludin, Sahat MBJ Nahor, Dewi Tisnawati, dan Neneng Rahmi disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Baca: KPK Periksa Wakil Bupati Bekasi Soal Perizinan Meikarta
Adapun Meikarta di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat (Jabar), merupakan salah satu megaproyek Lippo Group yang digarap anak perusahaan dari PT Lippo Cikarang Tbk PT Mahkota Sentosa Utama (PT MSU).
Adapun PT Lippo Cikarang Tbk adalah anak perusahaan dari PT Lippo Karawaci Tbk. Proyek terbesar nan prestisius dari Lippo Group ini investasinya sekitar Rp 278 triliun.