Pemilu 2019
Yusril Ingatkan KPU Segera Laksanakan Putusan PTUN Soal Pencalegan Oesman Sapta Odang
Yusril Ihza Mahendra, selaku penasihat hukum Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang, meminta pihak KPU RI segera melaksanakan putusan PTUN.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yusril Ihza Mahendra, selaku penasihat hukum Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang, meminta pihak KPU RI segera melaksanakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang mengabulkan gugatan permohonan kliennya.
Seperti diketahui, majelis hakim PTUN mengabulkan gugatan OSO terkait keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 1130/PL.01.4-Kpt/06/KPU-IX/2018 tanggal 20 September 2018, Tentang Penetapan Daftar Calon Tetap Perseorangan Peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah Tahun 2019.
Baca: KPK Menduga Eni Saragih Terima Rp 1 Miliar dari Bos PT Borneo Lumbung Energi Samin Tan
"Putusan TUN sudah jelas dan imperatif, tidak ada ruang tafsir lagi. Sifat putusan TUN adalah imperatif," ujar Yusril, saat dihubungi, Senin (19/11/2018).
Dia menjelaskan, pengadilan TUN mengabulkan gugatan OSO, karena Mahkamah Agung (MA) sudah membatalkan Peraturan KPU (PKPU) RI Nomor 26 Tahun 2018 tentang perubahan peraturan KPU Nomor 14 tahun 2018 tentang pencalonan anggota DPD RI pada Pemilu 2019.
Dalam diktumnya, kata dia, pengadilan PTUN menyatakan Keputusan KPU tentang DCT yang tidak mencantumkan nama OSO batal.
Baca: Ini Sanksi untuk Penumpang yang Duduk di Kursi Prioritas KRL Commuterline dan Tak Mau Mengalah
Lalu, memerintahkan kepada Tergugat KPU untuk mencabut Keputusan tersebut dan menerbitkan Keputusan DCT yang baru yang mencantumkan nama OSO di dalamnya.
Sehingga, apabila pihak lembaga penyelenggara pemilu itu tidak segera mengeksekusi, maka pihaknya berencana untuk memproses secara hukum pidana ketua dan para komisioner KPU RI.
Dia menilai putusan PTUN berbeda dengan putusan MK dan MA, di mana, dalam uji materiil yang bersifat normatif putusan masih dapat diutak-atik.
Baca: Cerita Pemulung Mengaku Tak Bisa Tidur Malam Sebelum Temukan Mayat Dalam Drum di Klapanunggal Bogor
Hal ini, seperti permintaan delapan orang pakar hukum yang meminta agar KPU RI mematuhi putusan MK dan mengabaikan putusan MA dan PTUN.
Namun, dia menegaskan, ada konsekuensi hukum apabila Arief Budiman cs tidak segera mengekusi putusan tersebut.
"Kalau KPU ikuti pendapat 8 pakar itu, ya siap-siap saja KPU kami pidanakan. Mengabaikan putusan pengadilan yang bersifat imperatif itu adalah kejahatan," katanya.