Tersangka Korupsi Investasi Blok BMG Australia Protes Tahapan Penyidikan
Ferederick Siahaan dan Bayu Kristanto tidak bisa melakukan praperadilan padahal hal tersebut adalah salah satu hak seorang terdakwa
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Tersangka kasus investasi blok BMG Australia oleh Pertamina, Ferederick Siahaan dan Bayu Kristanto mempertanyakan dan melayangkan protes keras kepada Kejaksaan Agung.
Menurut mereka sejumlah tahapan penyidikan berjalan tidak seperti biasanya.
Pengacara Feredrick, Hotma Sitompul, menyatakan kliennya tidak bisa melakukan praperadilan padahal hal tersebut adalah salah satu hak seorang terdakwa.
“Adalah hak seorang terdakwa untuk mempermasalahkan pelanggaran hukum tersebut dengan mengajukan upaya hukum praperadilan, Namun hal ini dikandaskan oleh penuntut umum dengan cara yang tidak elegan,” kata Hotma Sitompul dalam keterangannya di Jakarta, Senin (19/11/2018).
Menurutnya kejaksaan segera mematahkan upaya kliennya tersebut dengan segera melimpahkan berkas perkara ke pengadilan.
Baca: Kaget Bertemu Rosa Meldianti di Polda Metro Jaya, Dewi Perssik: Lebih Baik Saya Redam Emosi
Kejanggalan lain yang paling mencolok adalah penggunaan Kantor Akuntan Pajak (KAP) Soewarno oleh Kejaksaan dalam melakukan perhitungan kerugian negara.
Pasalnya, BPK telah melakukan audit investigatif pada pembelian blok BMG oleh Pertamina pada tahun 2012 dan tidak ditemukan adanya kerugian negara. Sehingga penggunaan KAP tersebut membuat keabsahan hasil audit BPK menjadi dipertanyakan.
Baca: Menkeu Minta Jonan Awasi Impor Solar Pertamina, Ini Sebabnya
Metode ini seolah seperti menjadi senjata rahasia Kejaksaan untuk menaikan kasus ini ke persidangan.
Dalam beberapa kasus, Kejaksaan telah melakukan hal yang serupa. Belum lama ini, Kejaksaan telah mentersangkakan dan menahan jaksa Chuck Suryosumpeno dalam kasus penggelapan aset rampasan.
Alih-alih menggandeng BPK, Kejaksaan Agung justru meminta Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Kampianus Roman untuk menilai kerugian negara. Padahal KJPP tersebut pernah dibekukan Menteri Keuangan Sri Mulyani, melalui Keputusan Nomor 780/KM.1/2016 tanggal 8 Agustus 2016.
Sebagai informasi pada tahun 2009, Pertamina memutuskan mengakuisisi sebesar 10 persen participating interest blok BMG Australia untuk meningkatkan produksi domestik.
Namun, beberapa tahun setelah akuisisi, terjadi penurunan produksi hingga pada level tidak ekonomis.
Akibatnya, investasi sebesar 30 juta US dollar tersebut pun tak berbuah keuntungan dan Kejaksaan Agung menganggap langkah tersebut adalah bagian dari korupsi.
Kasus tersebut terjadi pada Mei 2009 silam saat Pertamina membeli saham ROC Oil Company Ltd di Blok Basker Manta Gummy, Australia.
Selama penyelidikan, Kejagung menemukan bahwa investasi tersebut telah menyalahi panduan investasi Indonesia.
Tidak hanya itu, investasi tersebut juga dilaporkan dilakukan tanpa persetujuan dewan komisaris.
Kasus ini juga yang menjerat mantan Direktur Utama PT Pertamina Karen Galaila Agustiawan.