Kementan Fokus Meningkatkan Produksi dan Mutu Jagung Serta Kesejahteraan Petani
Terkait harga jagung untuk pakan ternak, bahwa kebutuhan jagung untuk pabrik pakan saat ini sebesar 50 persen dari total kebutuhan nasional
Upaya Kementerian Perdagangan membangun sistem resi gudang di berbagai daerah belumlah berfungsi optimal, sehingga petani tetap terpaku pada sistem konvensional.
Berdasarkan laporan lapangan misalnya, gudang dan pengering untuk resi gudang yang tidak berfungsi optimal tersebut ada di Luwu Raya, Minahasa Selatan, Garut, dan Lampung.
Seharusnya, ketika terjadi akumulasi panen pada suatu periode, program resi gudang dimaksimalkan agar nilai tambah dan risiko produsen serta konsumen dapat dimitigasi.
Menjembatani Disparitas Harga
Harga jagung di lapangan juga tidak sebesar yang banyak diberitakan. Berdasarkan informasi dari Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan (PPHTP) Gatut Sumbogodjati, pada Bulan Oktober 2018 ini harga jagung hanya sekitar Rp3.691 bahkan 3 bulan yang lalu harga jagung sempat turun di Provinsi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara hingga Rp2.887.
Harga jagung yang dinilai meningkat di akhir-akhir ini dinilai bukan karena kekurangan stok. Karena dari harga di tingkat petani tersebut, ditambahkan dengan biaya processing dan penyusutan bobot akibat pengeringan sebesar 15 persen maka harga jagung di pengguna akhir tidak lebih dari Rp 4.250 per kg.
Hal ini menunjukkan disparitas harga di petani dan di industri yang menjadi indikasi diperlukannya pembenahan rantai pasok jagung.
Persoalan jagung bukan hanya masalah produksi. Kenapa pada saat harga tinggi banyak yang komplain masalah produksi.
Padahal jelas-jelas data menunjukkan produksi kita surplus. Harus dugarisbawahi persoalan konektivitas sentra produksi ke pengguna jagung yang memusat di beberapa provinsi saja.
Untuk mengatasi hal tersebut, Kementan berinisiatif menyediakan 1.000 alat pengering (dryer) untuk pengolahan pascapanen, agar jagung bisa disimpan dan ditransportasikan dengan baik sehingga bisa meminimalisir terjadinya disparitas harga.
Di Indonesia kapasitas pengeringan industri pakan masih rendah karena sebagian masih belum memiliki dryer atau ruang penyimpanan yang cukup besar.
Kementerian Pertanian akan senantiasa membantu industri pakan atau pengguna lainnya yang kesulitan mencari jagung.
Pengguna yang kesulitan mendapatkan jagung dapat langsung berkomunikasi dengan Direktorat Serealia Kementan.
Dalam jangka panjang, Kementan menyatakan siap mendampingi terbentuknya kemitraan Business to Business (B to B) antara industri pakan dengan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) sehingga industri mendapat jagung sesuai spesifikasi yang diinginkan dan pasokan jagungnya terjamin.