Pilpres 2019
Ketika Djarot Bicara Tabodo, Kopi Kualitas Ekspor Asal Tanah Batak
Kera-kerja Jokowi-Ma'ruf tidak hanya bicara pemenangan di Pilpres 2018 tapi juga yang terpenting bicara ekonomi kerakyatan.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para pendukung pasangan nomor urut 01, Jokowi-KH Ma'ruf Amin, ternyata bukan sekedar ingin memenangkan pemilu legislatif dan pilpres 2019.
Kerja-kerja pemenangan ternyata diselipi juga misi untuk mengembangkan ekonomi kerakyatan serta pemantapan produk pangan Indonesia.
Salah satu yang melakukannya adalah mantan Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, baru pulang dari Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Dia membawa serta produk kopi lokal bermerek 'Tabodo'.
“Tabodo. Itu bahasa batak. Artinya enak,” kata Djarot Saiful Hidayat, di Posko Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (26/10) malam.
Djarot datang ke Posko Cemara karena pernah berjanji membawa oleh-oleh kalau dia berkunjung ke Sumut.
Djarot saat ini memang tercatat juga sebagai caleg PDI Perjuangan untuk daerah pemilihan Sumut 3.
“Yang saya bawa ini disebut di sana sebagai kopi lintong,” kata Djarot.
Diapun fasih menjelaskan soal kopi jenis arabica dan robusta, karakteristik, serta bahwa kopi lintong termasuk jenis arabica yang tumbuh di daerah dataran tinggi.
Baginya, 'Tabodo' membuktikan Indonesia kaya akan berbagai macam komoditas yang bisa diolah dan dikemas dengan baik. Dengan kualitas pengemasan sangat baik, maka Tabodo sudah diekspor.
Lalu kenapa Djarot tiba-tiba bicara soal kopi? Kata dia, sama seperti yang lainnya, dirinya ditugaskan di Sumut, bukan hanya berjuang untuk pemilu legislatif dan pemilu presiden.
Tapi sekaligus juga menggali dan mengembangkan potensi yang dimiliki oleh Sumatara Utara yang berorientasi ekspor.
Dijelaskannya, Presiden Jokowi telah melakukan berbagai pembangunan infrastruktur di Sumut.
Hal itu dilakukan salah satunya demi membuka pusat pertumbuhan ekonomi baru. Dan dalam konteks itu, komoditas kopi ekspor seperti Tabodo ini menjadi bukti bahwa pembangunan itu telah berhasil membangkitkan ekonomi kerakyatan.
“Harus diakui, itu hanya bisa terjadi kalau Pemerintah pusat turun tangan dan membantu pengembangan wilayah di seluruh provinsi di Indonesia,” ujar Djarot.
Dilanjutkannya, dengan berbagai potensi kopi Indonesia yang kaya, anak-anak muda Indonesia bisa lebih berkreasi demi membangun brand kopi Indonesia yang menembus pasar dunia.
Dia yakin, anak-anak muda Indonesia mampu melawan dominasi Italia dan merek dagang seperti Starbucks yang telah lebih dulu memasuki ceruk itu.
“Masih banyak yang bisa dikembangkan. Contoh, untuk kecantikan itu gambir, untuk pewangi ada bunga kenanga, bunga kamboja. Minyak sereh, jahe, kencur kemenyan, barus, dan lain-lain,” ujarnya.