Giyanto, Politisi PDI Perjuangan Ini Sindir Fadli Zon: Jangan Suka Nyinyir
Sehingga, kata Giyanto, tak seharusnya ditanggapi secara nyinyir sebagaimana tudingan Fadli.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus muda PDI-P Giyanto, mengkritisi sikap Wakil Ketua DPR Fadli Zon yang menurutnya, kerap menyudutkan Presiden Jokowi. Salah satunya, bagi-bagi sepeda ala Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Anggota DPRD Jawa Timur itu mengatakan, kebiasaan Presiden Jokowi bagi-bagi sepeda ke rakyat merupakan perbuatan sah dan menggunakan uang pribadi.
Sehingga, kata Giyanto, tak seharusnya ditanggapi secara nyinyir sebagaimana tudingan Fadli.
“Nyinyir seperti Pak Fadli Zon seakan perwujudan hanya untuk memuaskan perasaan batin sendiri. Padahal kerap publik merespon sikap nyinyirnya,” ujar Giyanto dalam pernyatannya yang diterima tribunnews.com, Sabtu (29/9/2019).
Giyanto menuturkan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah memastikan bagi-bagi sepeda ala Presiden Jokowi bukan hal yang menyalahi aturan.
Sebaliknya, kata Giyanto Fadli sebagai pejabat negara justru beberapa kali menyakiti hati publik.
"Jangankan Presiden Jokowi bagi-bagi sepeda dalam kuisnya, Presiden Jokowi salat saja dinyinyirin. Saya sarankan pak Fadli Zon jangan suka nyinyir," pungkasnya.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI tidak mempermasalahkan pembagian sepedadan penggunaan program yang dilakukan oleh Presiden petahana, Joko Widodo.
Komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan, mengatakan pihaknya tak mempermasalahkan karena terkait dengan jabatan Jokowi sebagai kepala "Sah-sah saja," ujar Wahyu Setiawan, Jumat (28/9/2018) kemarin.
Untuk itu, dia meminta, semua pihak agar mengartikan dua konteks terkait dengan Jokowi. Pertama, Jokowi sebagai Presiden, dan kedua, Jokowi sebagai petahana di Pilpres 2019.
Dia menjelaskan, status Jokowi saat ini tidak bisa disamakan dengan peserta pemilu lainnya, yakni pasangan capres-cawapres Prabowo dan Cawapres Sandiaga Uno atau Ma'ruf Amin. Sebab, ketiganya bukan kepala negara.
"Dia sedang bekerja sebagai kepala pemerintahan atau kepala negara, karena selain berkampanye pada masa kampanye, dia melakukan tugas sehari-hari (sebagai Presiden,-red)," kata dia.
Dalam hal ini, kata dia, KPU mengacu pada aturan yang ada. Manakala presiden tidak sedang berkampanye, berarti sedang melakukan tugas sebagai kepala negara.
Meskipun pada saat berkampanye, kata dia, status Jokowi sebagai Presiden tak bisa dipisahkan.
Kondisi ini berbeda dengan petahana dalam Pilkada yang harus cuti dan nonaktif sementara saat kampanye.
"Kalau presiden tidak. Dia petahana presiden sekaligus presiden.
Aturannnya memang begitu. Jadi ini bukan adil atau tidak adil, memanfaatkan program atau bukan, aturannya memang begitu. KPU memandang dari sisi aturan," tambahnya.