Politisi Demokrat Amin Santono Didakwa Terima Suap Rp 3,3 Miliar
Suap ditujukan agar terdakwa mengupayakan alokasi tambahan Kabupaten Lamteng dan Sumedang dalam APBN Tahun 2018.
Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR RI, Amin Santono, Kamis (20/9/2018) menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Amin Santono yang adalah Politisi Demokrat ini didakwa menerima suap Rp 3,3 miliar dari Kadis Bima Marna Lampung Tengah (Lamteng) Taufik Rahman dan Direktur CV Iwan Binangkit, Ahmad Ghiast.
Baca: Adipati Dolken Belajar Jadi Suami dari Tora Sudiro dan Tanta Ginting
Suap ditujukan agar terdakwa mengupayakan alokasi tambahan Kabupaten Lamteng dan Sumedang dalam APBN Tahun 2018.
Jaksa KPK, Abdul Basir menuturkan ini diawali dari terdakwa Amin Santono yang dikenakan oleh anaknya ke konsultan Eka Kamaluddin (perantara).
Amin Santono sepakat dengan usulan Eka Kamaluddin mengupayakan beberapa kabupaten atau kota mendapatkan tambahan anggaran dari APBN.
"Amin Santono juga meminta harus diberikan fee sebesar 7 persen dari total anggaran yang akan diterima pemerintah daerah," ucap Jaksa Abdul Basir.
Dalam memproses penambahan anggaran, Amin dibantu oleh Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan Kemenkeu, Yaya Purnomo.
Jaksa Abdul Basir menjelaskan sekitar September 2017, Kabupaten Lampung Tengah setuju dengan penambahan anggaran termasuk fee 7 persen.
"Proposal Kab Lampung Tengah untuk usulan penambahan Dana Alokasi khusus (DAK) tahun 2018 sejumlah 295 miliar. Akhirnya penambahan anggaran untuk Lampung Tengah telah disetujui Rp 79 miliar," ucap Jaksa Abdul Basir.
Berlanjut, Idawati (PNS di Lamsel) dan Taufik Rahman kembali membuat proposal penambahan anggaran Rp 60 miliar untuk peningkatan infrastruktur jalan dari sumber Dana Insentif Daerah (DID) dengan dilampiri dokumen Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Sebagai komitmen fee Kabupaten Lampung Tengah memberikan uang Rp 3,2 miliar ke Eka Kamaluddin. Oleh Eka Kamaludin Rp 2,8 miliar diserahkan ke Amin Santono. Sisanya Rp 465 ribu untuk kepentingan pribadi Eka Kamaluddin.
Kemudian dari kontraktor Ahmad Ghiast, Eka menerima Rp 500 juta untuk Amin Santono dan Rp 10 juta untuk dirinya sendiri. Itu adalah komitmen fee karena telah mengupayakan kabupaten Sumedang mendapat alokasi tambahan anggaran dari APBN.
Amin Santono diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke -1 KUHP.