Roy Suryo Absen di Kemenpora karena Kehabisan Tiket Pesawat, Wartawan: Tadi Masih Banyak Pak
Dalam mediasi selama sekitar satu jam, hanya tampak dua anggota kuasa hukum Roy Suryo, yaitu Tigor Simatupang dan Vebe N A Pollatu.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim kuasa hukum mantan Menpora Roy Suryo bersama mantan Sekretaris Jenderal Komite Olimpiade Indonesia (KOI) datang ke Gedung Kemenpora, untuk melakukan mediasi atas masalah penagihan 3.226 unit barang Kemenpora yang sebutkan dibawa oleh mantan Menpora Roy Suryo.
Dalam pertemuan yang berlangsung, Rabu (12/9/2018) itu mereka diterima oleh Sekretaris Menpora, Gatot S Dewa Broto.
Baca: Hotman Paris Heran Kemenpora Masih Lakukan Mediasi dalam Kasus Roy Suryo
Dalam mediasi selama sekitar satu jam, hanya tampak dua anggota kuasa hukum Roy Suryo, yaitu Tigor Simatupang dan Vebe N A Pollatu.
"Hari ini kebetulan kita udah janjian, kita akan bertemu dengan Sesmen, Pak Gatot," kata Tigor setiba di gedung Kemenpora.
Tigor pun menyampaikan bahwa kliennya, Roy Suryo, selaku pihak utama yang berkepentingan atas masalah ini masih berada di Yogyakarta. Roy Suryo tidak bisa hadir dalam pertemuan mediasi dengan pihak Kemenpora di Jakarta karena kehabisan tiket pesawat.
"Ya, tidak dapat tiket, sudah pesan tapi tidak ada tiketnya,” kata Tigor saat menjawab pertanyaan wartawan.
"Tadi masih banyak tiket yang kosong loh pak, apa harus bisnis?,” tanya wartawan.
Tidak tahu, itu pribadinya beliau, beliau pilihnya yang mana kita tidak tahu,” jawabnya.
Dalam kesempatan tersebut, Tigor juga mengatakan bahwa kliennya tidak memberikan pesan apa pun terkait pertemuan dengan Kemenpora. Tidak ada pesan khusus, kita datang ke sini kan untuk penyelesaian,” katanya.
Belum Ada Titik Temu
Dalam mediasi kali kurang dari satu jam itu, Sekretaris Menpora Gatot S Dewa Broto mengaku telah menjelaskan kronologi kejadian hingga pengembalian barang-barang yang sudah dilakukan oleh Roy Suryo.
Menurutnya, Kemenpora telah empat kali menyurati Roy Suryo berisi permintaan pengembalian sejumlah barang milik negara, dalam hal ini Kemenpora.
Pertama, surat dari Inspektur Jenderal Kemenpora sebagai perwakilan Menpora dikirimkan pada akhir 2014 atau beberapa bulan setelah Roy Suryo tidak lagi menjabat sebagai Menpora.
Kedua, yakni surat serupa dikirimkan pada 2015. Namun, surat tersebut tidak sampai kepada Roy Suryo.
Setahun berikutnya, Kemenpora kembali melayangkan surat serupa. Surat tersebut ditandatangani oleh Menpora, Imam Nachrowi.
Surat tersebut mendapatkan respons dengan adanya pengemnbalian sejumlah barang. Namun, saat itu jumlah barang yang diminta dikembalikan tidak seusai dengan yang dimintakan oleh Kemenpora. Saat itu, barang-barang yang dikembalikan hanya senilai Rp 500 juta.
"Ternyata pengembalian barang itu tadi juga dilaporkan oleh anak buah saya itu bertahap sampe tiga kali pengembalian tapi total itu nilainya sekitar 500 juta. Sekarang barangnya ada di Bogor," kata Gatot.
Terakhir, Kemenpora mengirimkan surat pada Mei 2018. Surat itu dikirim atas dasar adanya temuan dari audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebutkan pengembalian barang itu belum selesai.
Setidaknya ada 3.226 item barang atau senilai sekitar Rp 9 miliar yang belum dikembalikan oleh Roy Suryo.
"Nah, kenapa sekarang muncul lagi, itu karena perintah dari BPK. Tadi saya sebutkan kepada beliau, dokumen saya tunjukkan tadi. Jadi, pada saat itu BPK mengatakan, sebelum menjadi LHP (laporan Hasil Pemeriksaan). LHP itu laporan hasil pemeriksaan seperti lazimnya tidak hanya kepada Kemenpora dan lembaga lain, itu mereka sudah warning kepada kami. Ini akan tetap memunculkan masalah ini karena dianggap Kemenpora belum bisa menyelesaikan," paparnya.
Tim kuasa hukum Roy menyesalkan pihak Kemenpora yang tidak langsung menunjukan daftar barang apa saja yang belum dikembalikan oleh kliennya. Selain itu, pihak Roy Suryo juga menyampaikan sejumlah pertanyaan yang belum bisa dijawab secara langsung.
Gatot S Broto hanya merespons agar kuasa hukum Roy Suryo mengirimkan surat dan jawaban dari semua pertanyaan akan disampaikan melalui surat balasan. (tribun network/gita irawan)