Kasus BLBI
Sigit Jelaskan Alur Peminjaman dan Pengembalian Uang dalam Sidang SAT
Pertanyaan ini terkait dengan dakwaan Jaksa Tipikor kepada terdakwa bahwa sebagai Ketua BPPN SAT telah merugikan negara sebesar Rp 4,8 triliun
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bankir senior yang juga mantan Ketua Perbanas Sigit Pramono menjelaskan bahwa dalam praktek perbankan penghapusanbukuan tidak bisa langsung dianggap sebagai bentuk kerugian, karena penghapusbukuan sama sekali tidak menghapuskan hak tagih. Kerugian baru terjadi jika hak tagihnya yang dihapus.
Baca: Kecelakaan di Jerman, Jenazah Shinta Diperkirakan Tiba di Malang Kamis
“Penghapusbukuan hanya menghapus kredit dari catatan akutansi, karena itu dampaknya baru sebatas potensial lost, belum realized cost atau kerugian yang direalisasi,” kata sebagai saksi ahli dalam sidang terdakwa mantan Ketua BPPN Syafrudin Arsyad Temenggung (SAT), di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/8/2018).
Sigit menegaskan hal itu menjawab pertanyaan pengacara SAT, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendara, SH mengenai apakah perbedaan antara penghapusan bukuan dengan penghapusan hak tagih.
Pertanyaan ini terkait dengan dakwaan Jaksa Tipikor kepada terdakwa bahwa sebagai Ketua BPPN SAT telah merugikan negara sebesar Rp 4,8 triliun karena telah menghapusbukukan kredit petani tambak di bank beku operasi (BBO) Bank BDNI.
Menurut Sigit, konsekuensi penghapusanbukuan hanya tidak ditampilkannya kredit laporan keuangan, dan sifatnya masih potential loss karena hak tagih BPPN terhadap kredit tersebut masih ada. Hak tagih inilah yang pada saat penutupan BPPN pada 2004, dialihkan ke PT (Persero) Perusahaan Pengelola Aset (PAA) yang menampung semua aset BPPN.
Dalam kesaksiannya, Sigit juga mengatakan, apa yang dilakukan SAT adalah langkah penyelesaian restrukturisasi perbankan yang menjadi tanggung jawab BPPN, dan belum terselesaikan oleh Ketua BPPN sebelumnya.
Seingat saya, proses restrukturisasi perbankan semasa SAT berjalan sesuai prosedur dan lancar, dibandingkan periode sebelumnya. Dengan tuntasnya restrukturisasi itulah, Indonesia kini mempunyai sektor perbankan yang kuat. Sehingga seharusnya SAT perlu diganjar dengan penghargaan,” kata Sigit.
Seperti diketahui, SAT disidangkan dengan dakwaan telah menyebabkan kerugian kepada negara sebesar Rp 4,58 ketika dia sebagai Ketua. Kerugian ini disebabkan SAT telah mengeluarkan Surat Permukiman (SKL) pada 2004 kepada Sjamsul Nursalim , mantan pemegang saham pengendali Bank BDNI.
Padahal, menurut KPK, SN belum berhak menerima SKL karena belum persoalan kredit bank kepada 11.00 peternak udang yang menjadi plasma perusahaan PT Dipasena Citra Darmaja belum diselesaikan.
Pemberian SKL ini telah membuat pemerintah kehilangan hak tagih. Kredit tersebut disalurkan pada saat sebelum krisis ekonomi 1997-1998 dalam bentuk valas senilai US$ 390 juta atau setara Rp 1,3 triliun pada kurs saat itu.
Ketika kurs rupiah anjlok pada saat krisis, nilai utang petani tersebut membengkak menjadi Rp 4,8 triliun sehingga mereka kesulitan untuk membayar sehingga kredit menjadi macet.
Akta Perjanjian
Selain Sigit Pramono, sidang juga menghadirkan saksi lain, yaitu Merryana Sanjaya yang merupakan notaris yang mencatat telah terjadinya kesepakatan antara BPPN dan SN sebagai pemegang saham pengendali Bank BDNI.
Akta yang disebut letter of statement itu terkait penyelesaian kewajiban SN kepada BPPN terkait dengan perjanjian MSAA yang ditandantangani ketua belah pihak, termasuk surat keterangan release and discharge (R&D).