Selasa, 30 September 2025

Pidato 'Berantem' Jokowi yang Menuai Pro Kontra

Di hadapan relawan yang hadir, Presiden meminta kepada para relawan untuk menahan diri ketika mendapat serangan politik dari kubu lawan

Biro Pers Setpres/Laily Rachev
Presiden Joko Widodo saat menggelar konferensi pers disela-sela peninjauannya di venue pencak silat, Jakarta Timur, Senin (6/8/2018) terkait gempa bumi yang mengguncang Lombok 

Menurutku ini gak fair,"

Sementara itu, menurut mantan Direktur LP3ES, Rustam Ibrahim meminta agar mereka tak mengartikan kata "berkelahi" secara harfiah.

Dilansir TribunWow.com, hal tersebut ia sampaikan melalui akun Twitter @RustamIbrahim yang diunggah pada Minggu (5/8/2018).

Menurut Rustam Ibrahim, kata-kata seperti 'berkelahi' kerap digunakan dalam politik.

Akan tetapi perkelahian tersebut adalah adu strategi, taktik, dan argumentasi, buka perkelahian fisik.

@RustamIbrahim: Kata2 seperti "lawan", "bertarung", "berkelahi" banyak digunakan dalam politik.

Jangan diartikan harfiah.

Itu hanyalah metafora para politisi mengobarkan semangat pendukung2nya.

Arti kata sesunggguhnya adalah KONTESTASI sesama anak bangsa, untuk mendapatkan pemimpin terbaik.

@RustamIbrahim: Berkelahi dalam politik adalah adu strategi, adu taktik, adu argumentasi, adu kata-kata dalam upaya memenangkan tokoh terbaik yang akan memimpin bangsa.

Klarifikasi Jokowi

Setelah menuai pro kontra di publik terkait pidatonya, Presiden Jokowi angkat bicara.

Ia meminta agar pidatonya yang dibacakan di hadapan relawan saat itu tidak hanya dibaca sepotong saja.
"Ditonton yang komplet dong," ujar Presiden Jokowi di sela-sela meninjau atlet dan venue jetski di Ancol, Jakarta Utara, Senin (6/8/2018).

Ia membantah keras memprovikasi masyarakat untuk berkelahi.

Justru, pesan dalam pidatonya itu adalah masyarakat harus menjaga persatuan dan kerukunan serta jangan saling membangun kebencian di antara warga negara.

"Saya kan sampaikan, aset terbesar kita adalah persatuan, kerukunan. Oleh sebab itu, ya jangan sampai membangun kebencian, saling mencela, saling menjelekkan. Saya sampaikan itu," ujar dia.

"Coba dirunut ke atas, jangan diambil sepotongnya saja. Nanti enak yang mengomentari, kalau seperti itu. Dilihat secara keseluruhan, konteksnya kan kelihatan," lanjut dia. (Tribunnews.com/Kompas.com)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan