Kamis, 2 Oktober 2025

Ikut Rapat Terbatas dengan Presiden Jadi Alasan Sofyan Belum Penuhi Panggilan KPK

Ketidakhadiran Sofyan di gedung lembaga antirasuah tersebut, dikarenakan mengikuti rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo

Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (20/7/2018). Sofyan Basir diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Johannes Budisutrisno Kotjo terkait kasus dugaan suap kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir belum penuhi panggilan pemeriksanaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dugaan suap proyek PLTU Riau-1.

Ketidakhadiran Sofyan di gedung lembaga antirasuah tersebut, dikarenakan mengikuti rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor sejak pukul 11.00 WIB hingga 13.00 WIB.

"Kan ada ini (ratas), ‎ya enggak apa-apa, izin kan," kata Sofyan seusai mengikuti rapat terbatas.

Menurut Sofyan, ratas dengan Presiden bersama para menteri pada hari ini sangat penting karena terkait persoalan peraturan ‎harga batu bara dalam negeri atau dometic market obligasi (DMO).

‎"Ini kan penting banget, karena DMO masalahnya, jadi masalah DMO, masalah biodiesel, dua-duanya PLN," ucapnya.

Sofyan mengaku, akan hadir nantinya jika terdapat panggilan kembali oleh KPK sebagai saksi.

‎Hari ini, Sofyan dijadwalkan diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Riau.

Diketahui pemeriksaan pada Sofyan Basir ‎bukanlah kali pertama. Sebelumnya, dia pernah pula diperiksa pada Jumat (20/7/2018).

Di pemeriksaan itu, penyidik mengkonfirmasi soal penggeledahan di kantor dan rumah Sofyan Basir beberapa waktu silam.

Atas perkara ini, KPK menetapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih sebagai tersangka. Selain Eni, KPK juga menetapkan seorang pengusaha.

Pengusahan ini sekaligus pemegang saham Blackgold Budisutrisno Kotjo yang diduga menjadi pihak pemberi suap.

KPK sendiri telah melakukan penyelidikan kasus ini sejak Juni 2018, setelah mendapatkan informasi dari masyarakat.

Eni diduga menerima suap Rp 4,8 miliar, yang merupakan commitment fee 2,5 persen dari nilai kontrak proyek pembangit listrik tenaga uap tersebut.

Diduga suap diberikan agar proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau berjalan mulus.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved