Guru Besar UI: HoA Dengan Freeport McMoran Bukanlah Perjanjian Jual Beli Saham
Hikmahanto menilai HoA merupakan perjanjian payung sehingga mengatur hal-hal prinsip saja.
Penulis:
Srihandriatmo Malau
Editor:
Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana angkat bicara seputar penandatanganan Head of Agreement (HoA) antara pemerintah RI dengan Freeport McMoran.
Hikmahanto menilai HoA merupakan perjanjian payung sehingga mengatur hal-hal prinsip saja.
Karena menurut Guru Besar Hukum Internasional Univesitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana, HoA bukanlah perjanjian jual beli saham.
"HoA bukanlah perjanjian jual beli saham. HoA merupakan perjanjian payung sehingga mengatur hal-hal prinsip saja.
HoA akan ditindak-lanjuti dengan sejumlah perjanjian," tegas Hikmahanto kepada Tribunnews.com, Jumat (13/7/2018).
Karena itu kata dia, tidak perlu menganggap suatu kemenangan bagi Indonesia, terlebih lagi untuk memunculkan eforia di masyarakat dalam tanggapai HoA tersebut.
Sebagaimana diketahui pada 12 Juli, Pemerintah telah menandatangani Head of Agreement (HoA) dengan Freeport McMoran
Ia menjelaskan lebih lanjut, perjanjian yang harus dilakukan untuk benar-benar pemerintah memiliki 51% adalah Perjanjian Jual Beli Participating Rights antara Rio Rinto dengan Pemerintah yang nantinya dikonversi menjadi saham sebesar 40% di PT FI.
Lalu perjanjian jual beli saham antara Pemerintah dengan Freeport McMoran sejumlah 5,4%.
"Perjanjian-perjanjian diatas harus benar-benar dicermati karena bagi lawyer ada adagium yang mengatakan 'the devil is on the detail' (setannya ada dimasalah detail)."
"Kerap bagi negosiator Indonesia mereka akan cukup puas dengan hal-hal yang umum saja," katanya.
Selain itu, menjadi pertanyaan berapa harga yang disepakati untuk membeli Participating Rights di Rio Tinto dan saham yang dimiliki oleh Freeport McMoran.
Ini muncul karena bila konsesi tidak diperpanjang hingga 2021 tentu harga akan lebih murah dibanding bila konsesi mendapat perpanjangan hingga tahun 2041.
"Hingga saat ini belum jelas apakah pemerintah akan memperpanjang konsesi PT FI atau tidak," ucapnya.
Untuk hal ini menjadi pertanyaan apakah pemerintah pasca 2019 (bila ada perubahan) akan merasa terikat dengan HoA yang ditandatangani atau tidak.
Kemudian, hal yang perlu diperhatikan adalah pengaturan pengambil keputusan di RUPS.
Apakah ada ketentuan untuk sahnya kehadiran dan pengambilan keputusan harus dilakukan minimal 51%+1, bahkan lebih.
Bila demikian meski pemerintah mayoritas namun pengendalian perusahaan masih ada ditangan Freeport McMoran.
Terlebih lagi bila saham yang dimiliki oleh Freeport McMoran adalah saham istimewa yang tanpa kehadirannya maka RUPS tidak akan kuorum. Juga bila penunjukan Direksi dan Komisaris harus tanpa keberatan dari Freeport McMoran.
Selanjutnya, bila pemerintah telah menjadi pemegang saham di PT FI dan ada keputusan RUPS untuk meningkatkan modal dan karena satu dan lain hal pemerintah tidak dapat melakukan penyetoran, apakah kepemilikan saham pemerintah akan terdelusi? Sehingga besaran 51% akan turun.
Tentu masih banyak hal-hal detail yang akan menjadi pembahasan antara pemerintah dengan berbagai pihak.
Karenanya menyatakan pemerintah menang tentu merupakan suatu pernyataan yang prematur.
Bila pemerintah transparan dan akuntabel maka apa yang disepakati dalam HoA sebaiknya dibuka ke publik.
"Ini untuk mencegah publik merasa dikhianati oleh pemerintahnya sendiri. Toh HoA sudah ditandatangani bukan dalam tahap negosiasi," katanya.(*)