Kamis, 2 Oktober 2025

Pemilu 2019

Mantan Pansel KPK Harap Tak Ada Mantan Koruptor Jadi Caleg

Kita juga berharap anggota legislatif tidak ada yang mantan koruptor dan jangan sampai mereka korupsi

Editor: Johnson Simanjuntak
KOMPAS IMAGES
Mantan Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yenti Garnasih. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Yenti Garnasih mendukung langkah KPU melarang mantan narapidana kasus korupsi mencalonkan diri sebagai Calon Legislatif.

Aturan tersebut, mantan anggota panitia seleksi komisioner KPK ini mengharapkan bisa mencegah seseorang terlibat korupsi menjadi Caleg.

"Kita juga berharap anggota legislatif tidak ada yang mantan koruptor dan jangan sampai mereka korupsi waktu jadi anggota legislatif," ujar Yenti kepada Tribunnews.com, Selasa (3/4/2018).

Artinya tegas dia, kita ingin dunia politik kita bersih dari korupsi.

Seharusnya juga, menurut dia, orang yang terbukti bersalah melakukan korupsi tidak bisa langsung mencalonkan sebagai kepala daerah atau legislatif.

Karena dia menilai sangat tidak pantas dan tidak mendidik anti korupsi serta berseberangan dengan semangat anti korupsi yang sedang digalakan pemerintah.

Karena itu pula menurut dia, seorang yang sedang menduduki jabatan politik dan berhadapan dengan tuntutan hukum kasus korupsi sudah sepantasnya kalau dicabut hak politiknya.

Maka imbuhnya, partai harus punya kader yang baik, yang anti korupsi sehingga dinamika politik di Indonesia bebas dari keterlibatan tindak pidana korupsi.

"Sekaligus jangan sampai kegiatan politik didanai dari hasil korupsi. Karena hal itu berarti politisi tersebut melakukan tindak pidana Pencucian Uang (TPPU) dan kegiatan politik menjadi sarana TPPU," jelasnya.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendukung sepenuhnya rencana KPU menerbitkan aturan yang melarang mantan narapidana kasus korupsi menjadi Caleg.

Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah, menilai norma tersebut penting untuk mencegah seorang terpidana korupsi menduduki jabatan politik.

"Secara substansi, kami memandang norma tersebut penting," ujar Febri saat dikonfirmasi, Senin (2/4/2018).

Menurutnya, tidak pantas bagi seorang yang telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi langsung mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau calon legislatif.

KPK kerap menuntut seorang terdakwa perkara korupsi yang menduduki jabatan politik untuk dicabut hak politiknya.

"Karena itulah, untuk terdakwa kasus korupsi yang menduduki jabatan politik, KPK juga menuntut pencabutan hak politik sebagai pidana tambahan," kata Febri.(*)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved