Pemilu 2019
Yusril Serukan Umat Islam Salurkan Hak Suara di Pemilu 2019
Ketua Umum PBB, Yusril Ihza Mahendra, mengajak semua umat islam di Indonesia supaya menyalurkan hak suara di Pemilu 2019
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra, mengajak semua umat islam di Indonesia supaya menyalurkan hak suara di Pemilu 2019.
Menurut dia, umat Islam tidak dapat bersikap pasif agar perjalanan bangsa dan negara selama lima tahun ke depan sejalan dengan aspirasi umat Islam Indonesia.
Hal di atas dikemukakan pria yang juga pakar Hukum Tata Negara itu dalam acara pengajian di Desa Tulungagung, Jawa Timur, pada Minggu (25/3/2018) pagi.
Dia menegaskan umat Islam Indonesia adalah umat nasionalis, yang mencintai bangsa, negara dan tanah air. Islam tidak mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Saya mengajak umat Islam mendukung partai-partai Islam yang memiliki idealisme yang tinggi dan komitmen yang teguh memajukan bangsa dan negara," kata Yusril, dalam keterangannya, Senin (26/3/2018).
Ditanya mengenai PBB yang dipimpin, Yusril menegaskan PBB adalah partai Islam berhaluan moderat dan nasionalis serta mengedepankan pendekatan rasional dalam memecahkan persoalan-persoalan bangsa.
Dia menjelaskan, PBB menganut ideologi Islam Rahmatan Lil ‘Alamin, Islam yang memberikan inspirasi, sumber etika dan sumber petunjuk yang sangat berguna untuk memberikan arah dalam berijtihad memecahkan persoalan-persoalan bangsa.
“Apalagi PBB partai Islam yang berakar pada sejarah dan pengalaman bangsa. PBB bukan partai yang berada di awang-awang, atau partai yang pemikirannya dilatar belakangi pengalaman masyarakat Timur Tengah yang sangat bebeda sejarah dan pengalaman dengan bangsa kita," kata dia.
Di kesempatan itu, hadir calon Bupati Tulungagung Margiono, sejumlah kiyai dan tokoh-tokoh masyarakat. Yusril mengupas hubungan agama dengan negara dalam perspektif Islam dan dari sudut hukum tatanegara Indonesia.
Para pendiri bangsa, kata dia, sepakat berkompromi Indonesia merdeka tidak menjadi negara sekular yang memisahkan agama dengan negara, dan tidak pula menjadikan Islam sebagai dasar dan falsafah negara Pancasila.
Yusril mengutip pernyataan Mohammad Natsir, adalah “kalimatin sawa’in bainana wa bainahum” yakni kalimat yang sama yang menjadi titik temu atau common platform bernegara yang disepakati oleh golongan Islam dan golongan Kebangsaan.
Di dalam negara Republik Indonesia, dia melanjutkan, agama mendapat tempat yang sangat fundamental sebagai sumber inspirasi dan landasan spiritual dalam menyelenggarakan negara dan membangun bangsa.
Namun, tidak sebagaimana halnya Malaysia yang menempatkan Islam sebagai agama resmi negara atau Philipina yang sekular dan memisahkan agama dengan negara, di negara Indonesia tidak ada jaminan atau keistimewaan yang diberikan kepada Islam, meskipun Islam agama yang dianut mayoritas penduduk.
Dalam kesepakatan para pendiri negara menyusun draf UUD 45 mulanya jaminan itu ada, yakni jaminan konstitusional terhadap pelaksanaan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, dan jaminan bahwa Presiden Indonesia adalah orang Indonesia asli dan beragama Islam. Namun semua kesepakatan dalam draf UUD 45 itu dihapuskan ketika UUD 45 disahkan sehari setelah proklamasi pada 18 Agustus 1945.