Selasa, 7 Oktober 2025

Pilkada Serentak

KPU RI: Biarkan Rakyat Memilih Calon Kepala Daerah yang Layak

Menurut dia, proses penegakan hukum merupakan wewenang aparat penegakan hukum.

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
Muhammad Zulfikar/Tribunnews.com
Hasyim Asy'ari. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Upaya penegakan hukum terhadap calon kepala daerah selama tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018 dapat memberikan informasi kepada pemilih untuk memilih pemimpin yang layak memimpin daerah.

Pernyataan itu disampaikan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Hasyim Asyhari.

"Kalau kasusnya kasus korupsi bisa dipublikasikan supaya hak mempunyai pilihan, karena mereka ini akan menjadi pemimpin. Supaya masyarakat mempunyai informasi memadai tentang mana dan siapa calon yang pantas dan layak untuk duduk," kata Hasyim, Kamis (15/3/2018).

Menurut dia, proses penegakan hukum merupakan wewenang aparat penegakan hukum. Sehingga, apabila sudah mempunyai keyakinan serta dilandasi alat bukti maka dapat meningkatkan status seseorang menjadi tersangka.

Di Pilkada serentak, kata dia, rakyat memilih secara langsung, sehingga biarkan masyarakat memilih yang menentukan mana calon kepala daerah baik atau tidak.

Baca: Jelang HUT MPR RI, Zulhas Bocorkan Akan Undang Ustaz Somad

"Jadi kalau hanya berdasarkan survei popularitas, elektabilitas tapi tidak memperhatikan rekam jejak kira-kira potensial menjadi masalah hukum terutama karena korupsi ini menjadi tantangan parpol mencalonkan yang bersangkutan," kata dia.

Sebelumnya, Pilkada serentak 2018 diwarnai segelintir calon kepala daerah yang diduga melakukan tindak pidana korupsi. Sedikitnya yang sudah ketahuan ada 4 calon kepala daerah yakni calon Gubernur Sulawesi Tenggara Asrun berikut putranya Adriatma yang tidak lain adalah Wali Kota Kendari.

Lalu, calon Gubernur Nusa Tenggara Timur Marianus Sae, ditambah calon Bupati Subang Imas Aryumningsih, selain itu sebelumnya calon Bupati Jombang Nyono Suharli juga dicokok KPK.

Keempat Calon Kepala Daerah ini ditangkap KPK karena ketahuan menerima uang haram berupa suap dari pihak lain termasuk swasta, modusnya hampir sama dengan memanfaatkan kekuasaan yang diembannya untuk kongkalikong, baik terkait proyek pengadaan barang dan jasa, atau konstruksi, sampai urusan perizinan. Dari keempat orang ini saja total nilai suap yang sudah ketahuan mencapai Rp 8,5 miliar lebih.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved