Jumat, 3 Oktober 2025

Korupsi di Kutai Kartanegara

Izin Kebun Sawit Diserobot, Anggota DPRD Kutai Kertanegara Dapat Kompensasi Rp 10 Juta Setiap Bulan

"Saya tidak pernah tanya, tapi staf dari Herry yang beritahu. Soal kebenarannya saya tidak tahu yang mulia,"

Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ Theresia Felisiani
Nafsiah, anggota DPRD Kukar periode 2014-2019 dari Fraksi Demokrat ‎ saat bersaksi di Sidang Bupati nonaktif Kukar, Rita Widyasari, Rabu (14/3/2018) di Pengadilan Tipikor Jakarta. 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nafsiah, anggota DPRD Kutai Kertanegara periode 2014-2019 dari Fraksi Demokrat mengaku heran karena dirinya tidak mendapatkan izin pemanfaatan lahan kelapa sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kukar.

Padahal dia sudah mengurus izin tersebut lebih dulu, bahkan telah mengeluarkan dana hingga Rp 3 miliar.

Namun, nyatanya izin tersebut malah diberikan kepada ‎Direktur Utama PT Golden Sawit Prima, Herry Sutanto Gun.

Baca: Saksi Sebut Bupati Rita Dapat Bungkusan Warna Merah dari Herry Susanto

"Saya ajukan izin perkebunan kelapa sawit di Kupang Baru dengan PT Maju Indah Sejahtera pada 2008, dengan luas 20 ribu hektare‎. Prosesnya saya ikuti semua. Saya pendekatan ke masyarakat, minta rekomendasi ke tokoh adat, tokoh masyarakat, Kades, Camat, dan terakhir ke Kepala Dinas Perkebunan," kata Nafsiah.

Hal tersebut diungkapkannya saat bersaksi dalam sidang lanjutan dengan terdakwa Bupati nonaktif Kutai Kartanegara, Rita Widyasari dan Khairuddin, Komisaris PT Media Bangun Bersama (BMM) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (14/3/2018).

Baca: Senyum dan Pengakuan Vicky Shu Dalam Sidang Kasus First Travel

Dalam sidang kali ini, hadir pula Direktur Utama PT golden Sawit Prima, Herry Sutanto Gun.

Ia adalah terdakwa suap terhadap Bupati Rita senilai Rp 6 miliar untuk‎ memuluskan izin pemanfaatan lahan kelapa sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kukar.

"Kajian teknis dari BPN saya tidak dapat, setiap saya tanya ke sana. Katanya yang mengurus sedang dinas di luar. Padahal saat itu saya tinggal melengkapi tapal batas antara Kutai dengan Kutai Timur‎," kata Nafsiah lagi.

Lanjut dia, meski akhirnya tapal batas sudah ditangan, izin tetap tidak didapatkan.

Baca: Suap di Pangadilan Negeri Tangerang: Kronologi Penangkapan, Kesepakan Angka Suap, dan Jeritan Tuti

Malah Nafsiah diminta menyerahkan histori perusahaan, tiga hari setelah itu, terbit Surat Keputusan izin pemanfaatan lahan atas PT Sawit Golden Prima,

‎Merasa tidak terima, Nafsiah lanjut mendatangi kantor Herry di Samarinda.

Di sana dia bertemu Herry dan stafnya.

Nafsiah mengaku sempat ribut dan nyaris bekelahi.

Nafsiah menanyakan kepada Herry, mengapa perusahaannya yang diberi izin padahal Nafsiah sudah mengurus lebih dulu.

Herry merespon dengan meminta Nafsiah bertanya langsung kepada Bupati Rita.

Hakim kemudian bertanyak kepada Nafsiah soal informasi pemberian uang sehingga perusahaan milik Herry yang mendapat izin.

Menjawab itu, Nafsiah‎ menyampaikan pihaknya pernah ditemui staf Herry yang berperawakan tegap serta berkulit putih.

Orang tersebut memberikan informasi bahwa Herry memberikan uang Rp 6 miliar kepada Bupati Rita dengan dua koper.

‎Selain itu, Herry juga memberikan uang Rp 500 juta kepada Ismed Ade Baramuli, kepala Bagian Administrasi pertanahan pada Setda Kabupaten Kukar yang membuat draf SK izin perkebunan sawit.

"Saya tidak pernah tanya, tapi staf dari Herry yang beritahu. Soal kebenarannya saya tidak tahu yang mulia," tegasnya.

Gagal mendapatkan izin perkebunan sawit di Desa Kupang Baru, Nafsiah ‎mengaku mendapatkan kompensasi dari Herry sebesar Rp 10 juta rupiah per bulan.

Padahal di awal Herry menjanjikan Rp 15 juta.

"Saya hitung, lengkap, perjalanan saya untuk mengurus izin sejak 2008 hampir Rp 3 miliar. Saya pasrah, izin tidak terbit. Saya lalu diberi konpensasi, digaji Rp 10 juta selama setahun oleh dia (Herry)," tambahnya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved