Jumat, 3 Oktober 2025

Pilkada Serentak

Golkar, PKB, Demokrat, PDIP dan Gerindra Terbanyak Berkoalisi Usung Perempuan Calon Kepala Daerah

Jika dibandingkan dengan Pilkada 2017, Golkar, Demokrat, dan Gerindra mencalonkan lebih banyak perempuan.

Editor: Johnson Simanjuntak
Tribunnews.com / Seno Tri Sulistiyono
Direktur Eksekutif Perludem ?Titi Anggaraini 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Demokrat, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), dan Partai Gerindra jadi partai terbanyak yang tergabung dalam koalisi partai yang mengusung perempuan calon kepala daerah.

Demikian catatan Perkumpulan untuk Permilu dan Demokrasi (Perludem) merekam keterwakilan perempuan menjadi calon kepala daerah di Pilkada serentak 2018.

Menurut Direktur Perludem Titi Anggraini, ada 86 perempuan calon kepala daerah (85 persen) yang diusung partai untuk mengikuti Pilkada Serentak 2018. Perempuan calon kepala daerah terdaftar rata-rata didukung 33,91 persen kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Berdasarkan data Perludem, Golkar tercatat mendukung 38 perempuan calon kepala daerah, PKB mendukung 37 perempuan, Partai Demokrat mendukung 31 perempuan, PDIP mendukung 29 perempuan, serta Gerindra mendukung 26 perempuan.

"Jika dibandingkan dengan Pilkada 2017, Golkar, Demokrat, dan Gerindra mencalonkan lebih banyak perempuan. Sementara jumlah perempuan yang didukung PDIP dan PKB menurun," ujar Titi kepada Tribunnews.com, Jumat (23/2/2018).

Baca: Agus Hermanto: Seyogyanya Presiden Keluarkan Perppu

Fragmentasi partai parlemen di daerah yang terdapat perempuan calon kepala daerah rata-rata memiliki nilai indeks effective number of parliament party (ENPP) 8.1 yang berarti adanya polarisasi multipartai yang ekstrem.

Artinya, menurut Titi, untuk menelurkan kebijakan properempuan, perempuan kepala daerah mesti melobi 8 kekuatan politik di parlemen.

Tingkat fragmentasi parlemen tinggi ini akan menyulitkan visi, misi, dan program yang diusung perempuan diimplementasikan menjadi kebijakan.

Dalam kondisi tersebut, perempuan kepala daerah nantinya dihadapkan pada tiga pilihan saat hendak mengambil keputusan bersama legislatif. Pertama, membiarkan konflik terjadi dan berujung pada deadlock.

Kedua, menciptakan koalisi pendukung pemerintah yang solid. Ketiga, membangun sistem kepartaian yang terkartelisasi untuk memuluskan kebijakan publik yang diusulkan oleh eksekutif.

Di Indonesia, lebih lanjut kata dia, kepala daerah akan lebih memilih opsi ketiga, membangun sistem kepartaian yang terkartelisasi. Dengan pilihan ini, pemerintahan masih bisa berjalan serta kebijakan bisa terlahir karena terjadi kompromi politik.

" Tak jarang pula praktik ini berujung pada suap bahkan korupsi," katanya.

Kartelisasi partai membuat partai melepaskan ideologi dan program-program yang hendak diperjuangkan untuk tujuan keberlangsungan kekuasaan tersebut.

Dalam pemerintahan, kekuasaan digunakan untuk meraih sumber daya negara.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved