JK: Perdamaian Kunci Menjaga Peradaban dan Kesejahteraan Bangsa
Wakil Presiden RI Jusuf Kalla menerima gelar Doktor Honoris Causa (DHC) dari Universitas Hiroshima, Rabu siang waktu setempat, (21/2/2018).
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, HIROSHIMA -- Wakil Presiden RI Jusuf Kalla menerima gelar Doktor Honoris Causa (DHC) dari Universitas Hiroshima, Rabu siang waktu setempat, (21/2/2018).
Penghargaan diberikan langsung oleh Rektor Universitas Hiroshima Mitsuo Ochi di Higashi Hiroshima Campus I-3-2 Kagamayama, Higashi Hiroshima-Shi Universitas Hiroshima.
Dikatakan JK, memajukan suatu negara, selain melalui kerjasama di bidang pendidikan antar negara, menjaga perdamaian juga merupakan kunci utamanya.
Baca: Ismed Sofyan Minta Kerusakan SUGBK Tidak Dibesar-besarkan, Ini Pesannya Buat The Jakmania
"Karena perdamaian adalah suatu unsur untuk mencapai kesejahteraan suatu bangsa," tegas Jusuf Kalla dalam sambutannya usai menerima gelar Doktor Honoris Causa (DHC).
Wapres mengungkapkan, bahwa setiap konflik baik di masa lalu maupun saat ini, yang terjadi dibanyak negara telah menimbulkan kehancuran dan kemiskinan suatu bangsa.
"Karena itulah, maka kita selalu melakukan kegiatan dan gagasan untuk mengatasi konflik, dan mencegah perang untuk mencapai perdamaian," terangnya,
Dikatakan Wapres, bahwa perang dan konflik selalu menyusahkan.
“Bangsa Jepang yang memiliki pengalaman tidak bisa dilupakan dalam sejarah peradaban manusia,” ucapnya.
Pada kesempatan tersebut, Wapres juga menyampaikan ucapan terimakasih dan menuturkan, bahwa penghargaan yang di berikan oleh Universitas Hiroshima kepada dirinya, juga untuk Bangsa Indonesia.
"Penghargaan yang membahagiakan ini bukan hanya untuk saya, melainkan juga untuk teman-teman, dan seluruh bangsa Indonesia yang cinta damai," kata Wapres.
Seusai menerima penghargaan, Wapres JK memberikan orasi ilmiahnya di hadapan civitas akademika Universitas Hiroshima.
Wapres mengingatkan bahwa paradigma perdamaian harus diubah, mengingat kompleksitas dan dinamisnya kehidupan serta kemajuan teknologi persenjataan saat ini.
”Kita tidak akan mendefinisikan perdamaian hari ini sebagai tidak adanya kekerasan. Perdamaian harus dipercaya sebagai kondisi di mana keadilan ditegakkan, persamaan dijamin, kebebasan dipelihara, kemakmuran dicapai, toleransi merupakan praktek sehari-hari, hak asasi manusia (HAM), demokrasi dan lingkungan terpelihara. Inilah caranya kita melihat, mempercayai, dan mempraktekkan perdamaian hari ini,” ucap Wapres.
Dalam orasi ilmiah yang mengusung tema “Ketidaksesuaian Antara Konflik dengan Peradaban” itu, Wapres memaparkan tragedi kemanusiaan yang meluluhlantakkan kota Hiroshima yang indah dan berperadaban, pada peristiwa 6 Agustus 1945 lalu.
“Untuk pertama kalinya dalam sejarah umat manusia, kita memiliki senjata mematikan yang dapat memusnahkan umat manusia dan peradaban,” paparnya.
“Sejarah tidak dapat dan tidak akan menghapus tragedi kemanusiaan ini,” kata Wapres.
Tragedi itu, sambung Wapres, menjadi mimpi buruk karena sekelompok manusia menghilangkan kelompok manusia lainnya.
"Kita semua mengutuk dan tidak pernah menyetujui hal tersebut. Tidak mungkin untuk melupakannya. Saya telah mengalami berbagai peristiwa bersejarah dalam hidup saya, tragedi Hiroshima dan Nagasaki adalah yang paling mengerikan," ucap Wapres.
Secara pribadi, kata Wapres, hal ini selalu menghantui pikiran hingga saat ini, sehingga ia berbagi derita ini sebagaimana yang diderita oleh para sahabatnya di Jepang.
"Saya juga sependapat dengan prinsip yang dianut oleh teman-teman Jepang: perang sudah cukup. Tidak ada lagi perang,” ujarnya.
Selain Mufidah Jusuf Kalla, Tampak hadir Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, Abdul Hamid Awaluddin, Utusan Khusus RI untuk Jepang Rahmat Gobel, Duta Besar RI untuk Jepang Arifin Tasrif, Muhamad Luthfi Kepala Sekretariat Wapres Mohamad Oemar, Tim Ahli Wapres Sofjan Wanandi.