Sabtu, 4 Oktober 2025

Korupsi KTP Elektronik

KPK Bantah Tebang Pilih Karena Belum Periksa Puan dalam Kasus e-KTP

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode Muhammad Syarief, membantah pihaknya tebang pilih dalam penanganan kasus E-KTP.

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode Muhammad Syarief, membantah pihaknya tebang pilih dalam penanganan kasus E-KTP.

KPK dianggap tebang pilih karena belum pernah memeriksa Menteri Koordinator Pembangunan dan Kebudayaan Puan Maharani terkait kasus E-KTP.

Meski ketika proyek E-KTP tahun anggaran 2011-2012 bergulir, Puan menjabat sebagai Ketua Fraksi PDIP.

Menurut Laode, pemeriksaan pihaknya sesuai pekembangan penyidikan dan penyelidikan.

"Kami memeriksa sesuai perkembangan penyelidikan dan penyidikan perkara korupsi e-KTP, jadi untuk sementara ini, yang kami periksa itu adalah pihak-pihak yang dekat dengan orang yng telah ditetapkan sebagai tersangka," ujar Laode saat dihubungi, Sabtu (3/2/2018).

Baca: Mengapa Ada Siswa yang Tega Aniaya Gurunya hingga Tewas? Ini Pandangan Psikolog

Laode mengatakan, pihaknya tidak akan pilih kasih dalam mengusut suatu perkara. Bila belum dimintai keterangan saat ini, kata dia, bukan berarti dianggap tak penting atau dilindungi dalam kasus ini.

Dirinya menekankan bahwa KPK akan terus mengembangkan kasus E-KTP ini, dengan memanggil siapa saja yang dianggap relevan untuk pembuktian.

"Jadi tidak ada pilih-pilih. Tebang pilih partai politik, dalam proses penyidikan kasus e-KTP yang dilakukan KPK," tegas Laode.

Diketahui, sejak awal pengusutan kasus E-KTP, KPK belum pernah meminta keterangan dari mantan Ketua Fraksi PDIP, Puan Maharani.

Padahal mantan Ketua Fraksi lain, seperti Anas Urbaningrum, Jafar Hapsah dari Demokrat, serta Setya Novanto dari Partai Golkar telah berkali-kali diperiksa lembaga antirasuah itu.

Diketahui, dalam dakwaan Jaksa KPK terhadap Irman dan Sugiharto, disebutkan ada dugaan Rp 150 miliar mengalir ke Golkar, Rp 150 miliar ke Demokrat, dan Rp 80 miliar ke PDIP dalam proyek e-KTP. Adapun partai-partai lain turut diperkaya senilai Rp 80 miliar, dari proyek tersebut.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved