Pemberhentian OSO Dinilai Sudah Sesuai AD/ART
Dia menjelaskan, DPD seluruh Indonesia sepakat memberhentikan OSO dari jabatan ketua umum.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Oesman Sapta Odang alias OSO diberhentikan dari jabatan sebagai Ketua Umum Partai Hanura.
Pemberhentian OSO yang digantikan Wakil Ketua Umum Partai Hanura, Marsekal Madya (Purn) Daryatmo sebagai Plt Ketua Umum dinilai sesuai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai.
"Sesuai AD/ART partai, keputusan ini akan dibawa kepada Ketua Dewan Pembina Hanura untuk memberikan keputusan final pemberhentian OSO dan pelaksanaan munaslub," tutur politikus senior yang juga mantan Ketua DPP Partai Hanura, Erik Satrya Wardhana, Senin (15/1/2018).
Dia menjelaskan, DPD seluruh Indonesia sepakat memberhentikan OSO dari jabatan ketua umum. DPD memberikan mosi tidak percaya terhadap kepemimpinan OSO.
"Sampai pagi tadi ada 24 dari 34 DPD yang menyampaikan mosi tidak percaya," kata dia.
Baca: Becak Akan Hadir di Jakarta, Anies: Hanya Dioperasikan di Kampung-kampung
Menurut dia, ketidakpercayaan DPD terhadap kepemimpinan OSO disebabkan sejumlah hal. Pertama, kata dia, terjadi disfungsi manajemen partai. Lalu, terjadi disintegrasi partai. Kondisi ini, menurut dia, terjadi di pusat dan daerah.
"Ini akibat dari gaya kepemimpinan OSO yang otoriter dan tidak memiliki basis moral, seperti tidak mengikuti aturan partai," ujarnya.
Selain itu, demoralisasi partai. Ada standar moral kolektif partai yang rusak. Terkait hal itu, Erik beberapa bulan lalu diberhentikan sebagai Ketua DPP Hanura. Setelah Erik, ada beberapa pengurus juga yang dinonaktifkan.
Belakangan, Ketua DPD Hanura Sumatera Selatan Mularis Djahri juga diberhentikan. Alasannya terkait keputusan Mularis yang mempertahankan keputusan partai mendukung Dodi Alex Reza sebagai Calon Gubernur Sumsel.
"Di daerah bahkan ada beberapa ketua DPD yang diberhentikan, termasuk Jawa Tengah dan Jawa Barat. Pemberhentian ini bisa tiba-tiba dan tanpa melalui mekanisme partai," ujarnya.
Tak hanya itu, dia mengungkap terjadi destruksi terhadap nilai-nilai partai. Terakhir, sambungnya, degradasi partai. Dari beberapa hasil survei, Erik mencontohkan, apresiasi masyarakat terhadap Hanura sangat rendah.
Berdasarkan hasil survei itu, dia merasa khawatir, dapat mengganggu ambang batas parlemen dan keterpilihan Hanura saat Pemilihan Umum 2019.
"Faktor 5D ini yang sedang terjadi dan kami khawatir berlanjut," katanya.