Mendagri Sebut Beberapa Sebab Masih Minimnya Perwakilan Perempuan di Parlemen
Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo menilai meningkatkan representasi politik perempuan di parlemen bukan perkara mudah.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo menilai meningkatkan representasi politik perempuan di parlemen bukan perkara mudah.
Menurutnya, ada beberapa tantangan dalam rangka peningkatan perwakilan perempuan di parlemen.
Baca: Ruang Perawatan Setya Novanto Dijaga Ketat KPK
"Terbatasnya perempuan yang berkualitas dan memiliki kualifikasi dalam dunia politik. Misalnya leadership, organisasi, public speaking, lobying, mempengaruhi masa, dan sebagainya," kata Tjahjo dalam acara 'Peningkatan Representasi Politik Perempuan di Parlemen Pada Pemiu 2019' di Bidakara, Jakarta, Jumat (17/11/2017).
Selain itu kata Tjahjo, tantangan untuk meningkatkan representasi politik perempuan di parlemen adalah rasa kurang percaya diri (kendala psikologis) untuk bersaing dengan laki-laki di dunia politik.
Baca: Tiang Listrik yang Diseruduk Fortuner Berpenumpang Setya Novanto Dijadikan Ajang Berfoto Warga
"Masih dominannya public image di komunitas perempuan bahwa perempuan memiliki banyak keterbatasan untuk berkiprah di dunia politik," tuturnya.
Masih kata Tjahjo, tantangan eksternal dalam upaya peningkatan reprsentasi politik perempuan di parlemen adalah adanya kendala kultural yang cenderung patriarkis (laki-laki minded) perempuan lebih cocok sebagai tiyang wingking yang mengikuti laki-laki.
Baca: Menilik Tiang Listrik, Pohon, dan Trotoar yang Diseruduk Fortuner Berpenumpang Setya Novanto
Ada juga faktor kurang seriusnya kehendak politik (political will) penyelenggara negara terhadap peran serta perempuan dalam politik.
"Sikap aktor politik laki-laki (sebagian besar) yang under estimate terhadap kaum perempuan. Birokrasi perempuan yang didominasi laki-laki," tuturnya.
Baca: Asal Usul Fortuner yang Ditumpangi Setya Novanto, Begini Pengakuan Pemilik Sebelumnya
"Sikap media masa yang kurang advokatif terhadap potensi politik perempuan. Sistem politik yang masih 'setengah hati' mengakomodir keterwakilan," katanya.