Kamis, 2 Oktober 2025

Korupsi KTP Elektronik

Ingin Meralat, Miryam Mengaku Tidak Bermaksud Mencabut Isi BAP Penyidikan e-KTP

Miryam S Haryani mengaku tidak berniat untuk mencabut seluruh isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) miliknya

Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS/ERI KOMAR SINAGA
Tersangka mantan anggota DPR RI yang juga kader Partai Hanura, Miryam S Haryani, di sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (23/10/2017). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus pemberian keterangan palsu dalam perkara korupsi kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP, Miryam S Haryani mengaku tidak berniat untuk mencabut seluruh isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) miliknya saat dalam penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Saat membacakan nota pembelaan pribadi atau pledoi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (2/11/2017), Miryam mengaku sebetulnya hanya berniat untuk merevisi sebagian BAP tersebut. Namun, berdalih tidak mengerti hukum, maka keluar kata-kata mencabut.

"Kata mencabut saya gunakan saat itu karena murni ketidaktahuan saya terhadap istilah-istilah hukum beserta dampak yang ditimbulkannya kemudian," ungkap Miryam.

Mencabut maksud Miryam adalah meluruskan beberapa bagian BAP tersebut yang dia anggap tidak benar. Sederhananya, dia ingin mengoreksi isi BAP tersebut. Miryam mengungkapkan, BAP itu penting dia revisi karena saat di penyidikan, dia mendapat tekanan bahkan ancaman dari penyidik KPK khususnya dari Novel Baswedan.

"Mencabut BAP yang saya maksudkan saat pesidangan Irman dan Sugiharto (dua terdakwa korupsi e-KTP), adalah melakukan revisi atau ralat terhadap beberapa isi yang ada dalam BAP saya sewaktu bersaksi di KPK," beber politikus Partai Hanura itu.

Miryam mengatakan ketidaktahuan itu juga dia ungkapkan saat Novel beserta dua jaksa KPK mendatangi rumahnya sehari sebelum persidangan Irman dan Sugiharto dilaksanakan. Novel meminta agar Miryam berbicara kepada jaksa, belakangan salah satunya namanya Abdul Basir, nama-nama anggota Komisi III yang mengancam dirinya.

Miryam kemudian menjawab bahwa tidak ada anggota parlemen yang mengancamnya. Jusru, kata dia, ancaman itu datang dari Novel sendiri.

Miryam kemudian mengaku heran kedatangan Novel dan dua jaksa tersebut. Kata Miryam, apa perlunya mendatangi dirinya pada pukul 07.00 WIB, dan apakah memang setiap saksi yang akan bersaksi di pengadilan selalu didatangi penyidik KPK.

"Pertanyaan ini sampai sekarang saya belum tahu jawabannya," kata Miryam.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi pada persidangan pekan lalu menuntut Mryam pidana penjara delapan tahun dan denda Rp 300 juta subsidair enam bulan kurungan.

Miryam dinilai terbukti bersalah memberikan keterangan tidak benar saat sidang perkara korupsi pengadaaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved