Senin, 29 September 2025

Wakil Ketua Komisi IX Menilai Masih Terjadi 'Fraud' dalam Pelayanan Kesehatan

Saleh Partaonan Daulay‎ menilai selalu defisitnya pendapatan BPJS Kesehatan disebabkan masih adanya fraud dalam pelayanan kesehatan

Editor: Sanusi
Tribun Pontianak/Galih Nofrio Nanda
Warga menunggu giliran untuk mendapatkan pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di Kantor BPJS Kesehatan yang dulunya Kantor PT Askes, di Jalan St Syarif Abdurahman, Pontianak, Kamis (2/1/2014). Hari pertama berlakunya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), warga Pontianak antre mendaftar agar mendapatkan jaminan kesehatan gratis. Tribun Pontianak/Galih Nofrio Nanda 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Saleh Partaonan Daulay‎ menilai selalu defisitnya pendapatan BPJS Kesehatan disebabkan masih adanya fraud dalam pelayanan kesehatan. Akibatnya, ada banyak pembengkakan pembayaran akibat adanya fraud tersebut.

"Semestinya, BPJS itu hanya membayar sedikit, karena fraud akhirnya bayarnya banyak. Fraud ini dilakukan oleh banyak pihak, mulai dari petugas BPJS, petugas medis, pihak rumah sakit, bahkan juga oleh masyarakat. Ini yang mesti diselesaikan oleh BPJS terlebih dahulu," kata Saleh melalui pesan singkatnya, Rabu (1/11/2017).

Selain itu, menurut Saleh persoalan pendataan juga memberikan kontribusi. Sejauh ini, pendataan kepesertaan BPJS kesehatan dinilai masih karut-marut. Terutama, pendataan kepesertaan PBI dimana ada banyak peserta yang tercatat, tetapi orangnya tidak ada.

"Pertanyaannya, apakah peserta yang tercatat itu tetap dibayar atau tidak? Karena, dalam sistem jaminan sosial kita, ada pembayaran kapitasi. Selama orang itu tercatat di dalam satu faskes tertentu, maka BPJS akan membayarkan kapitasinya setiap bulan. Kalau faskesnya milik pemerintah, kapitasinya Rp 6 ribu, dan kalau miliki swasta kapitasinya Rp 10 ribu. Kalau banyak kepesertaan yang orangnya tidak ada, berarti ini berkontribusi pada membengkaknya pembayaran BPJS," paparnya.

Selain itu, lanjut Saleh, faktor lain yang menyebabkan defisit adalah tidak seimbangnya antara cakupan pelayanan yang harus disediakan oleh BPJS dengan nilai iuran yang menjadi kewajiban peserta. Menurut perhitungan BPJS kesehatan, untuk peserta dari data PBI saja, idealnya pemerintah membayar premi sebesar Rp 32 ribu.

Kenyataannya, peserta dari data PBI (penerima bantuan iuran) premi yang dibayakan hanya Rp 23 ribu. Ada selisih Rp 9 ribu. Jika dikalikan dengan jumlah peserta PBI yang saat ini mencapai 92.4 juta, maka nilainya tentu sangat besar.

"Ini juga perlu dipikirkan pemerintah. Saya setuju ada perhitungan ulang yang akurat terhadap aktuaria dan iuran peserta BPJS. Namun sebelum itu dilakukan, BPJS kesehatan, Kemenkes, dan Kemensos diminta untuk menyelesaikan perbaikan data kepesertannya," tandasnya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan