Saat Gus Dur Kebakaran Jenggot dan Kecam Pernyataan Megawati
Megawati saat itu menyerukan kepada para pendukungnya untuk golput, tak memilih pada Pemilu 1997.
"Orang mungkin bertanya-tanya, apa itu Mega? Kita kan tahu siapa Mega? Saya kok berpandangan lain, dan terbukti Mega memang punya bakat negarawan," kata Gus Dur.
Demikian pula Megawati.
Jika Gus Dur menganggap Megawati seperti adiknya sendiri, Mega juga menganggap Gus Dur sebagai kakaknya dan punya panggilan spesial: Mas Dur.
"Gus Dur adalah kakak sekaligus sahabat saya, saudara seiman yang saya hormati. Intelektualitas serta sikap mentalnya tidak perlu diragukan, bimbingannya terhadap umat sangat positif, terutama NU, kenegarawanannya perlu diteladani," kata Megawati.
Hubungan Gus Dur dan Megawati semakin erat memasuki era reformasi.
Saat itu, NU belum membentuk partai sehingga Gus Dur mempersilakan warganya memilih PDI. Keduanya bahkan sempat mengikat janji.
Pada Desember 1998, Gus Dur dan Megawati mengumumkan akan saling mendukung untuk menjadi calon presiden keempat.
Mereka juga sepakat menempatkan Sri Sultan Hamengkubuwono X sebagai alternatif.
"Janjinya, saya mendukung dia kalau saya sendiri tidak maju. Tadinya saya akan maju lebih dahulu, tetapi karena fisik tidak memungkinkan, ya Mbak Mega yang maju. Kalau nantinya Mbak Mega kesulitan, kemungkinannya adalah Sri Sultan HB X," ungkap Gus Dur.
Peluang Megawati menjadi presiden pun melambung. Dukungan itu juga menepis kekhawatiran Megawati ditolak karena faktor agama dan ideologi nasionalis.
Jika ada kehawatiran seperti itu, Gus Dur dan sejumlah tokoh NU pasang badan membela Megawati.
Kedekatan keduanya kemudian memunculkan pernyataan-pernyataan yang mengarah pada koalisi PKB, partai yang didirikan Gus Dur, dan PDI-P.
Nasi goreng
Megawati mengakui kerap bertengkar dengan Gus Dur saat keduanya menjabat presiden dan wakil presiden.
Dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Kamis (13/7/2017), Megawati menyampaikan bahwa saat "berantem", ia enggan bertemu dengan Gus Dur.