Pakar Hukum Sebut Dirdik KPK Akan Tersinggung dan Lakukan Tuntutan Hukum Jika Isi e-Mail Novel Benar
Yenti melihat tidak terjaganya sikap saling menghargai seseorang dalam jabatan-jabatan tersebut dalam dialog formal demi kepentingan lembaga.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Garnasih angkat bicara mengenai laporan Direktur Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Brigjen Pol Aris Budiman terhadap Novel Baswedan.
"Kalau yang disampaikan itu benar adanya sangat mungkin siapapun orangnya kalau dalam jabatan sebagai Dirdik kemudian menerima e-mail seperti itu pasti akan menimbulkan masalah mulai dari ketersinggungan sampai tuntutan hukum," kata Yenti ketika dihubungi Tribunnews.com, Jumat (1/9/2017)
Brigjen Pol Aris Budiman merasa sangat dilecehkan oleh penyidik KPK Novel Baswedan.
Aris menjelaskan, penghinaan Novel terhadap dirinya dilakukan dalam surat elektronik atau email yang dikirimkan ke dirinya dan anggota KPK lainnya.
Baca: Cerita Dibalik Foto Menteri Susi Berambut Lurus yang Jadi Perhatian Warganet
Dalam email tersebut, Novel menyebut Aris tidak mempunyai integritas sebagai Dirdik KPK.
Novel juga menyebut Aris sebagai Dirdik KPK terburuk sepanjang lembaga antirasuah itu berdiri.
"Sangat disayangkan dalam komunikasi di suatu kelembagaan formal dan di antara pejabat, pegawai sampai terjadi lontaran atau penyampaian apalagi dengan e-mail kata-kata seperti itu," ujar mantan Pansel KPK ini kepada Tribunnews.com, Jumat (1/9/2017).
Dosen hukum pidana Universitas Trisakti ini melihat tidak terjaganya sikap saling menghargai seseorang dalam jabatan-jabatan tersebut dalam dialog formal demi kepentingan lembaga.
Baca: Cerita Haru Nanik, Istri Sopir Bus Patas Eka yang Tewas Setelah Terkena Lemparan Batu
Yenti melihat keanehan dan prihatin dengan kejadian tersebut.
Ia yakin institusi KPK mempunyai standar mekanisme dalam penyampaian sesuatu.
Terlebih kali ini antara personal di internal, yakni yang satunya penyidik satunya Dirdik dan dua-duanya berasal dari Polri.
"Semestinya penghormatan dan pandangan hierarchi tetap harus dijaga demi kehormonisan dan keberhasilan semua program kelembagaan," tegasnya.
Terkait adanya ketidaksetujuan atau pandangan berbeda atas usulan program, Yenti menilai hal itu biasa dan dapat didialogkan dengan baik bukan dengan cara yang kontra produktif.
"Kita sangat membutuhkan KPK, tetapi harus profesional berintegritas dan menyelesaikan proses hukum atas korupsi dengan baik bukan harus disertai keadaan seperti yang bagi sebagian masyarakat seperti menunjukan adanya konflik internal yang sangat merugikan kinerja," katanya.
Yenti menegaskan KPK milik seluruh masyarakat yang peduli terhadap pemberantasan korupsi. Bukan milik kelompok atau sekumpulan orang saja.
Diketahui, Dirdik KPK menjelaskan, penghinaan Novel terhadap dirinya dilakukan dalam surat elektronik atau email yang dikirimkan ke dirinya dan anggota KPK lainnya.
Dalam email tersebut, Novel menyebut Aris tidak mempunyai integritas sebagai Dirdik KPK.
Novel juga menyebut Aris sebagai Dirdik KPK terburuk sepanjang lembaga antirasuah itu berdiri.
"Kalau saya nanti keluar dari (KPK), mereka jadi sebut 'oh ini mantan Dirdik KPK yang tak berintegritas'" ucap dia.
Aris menilai, pernyataan Novel tersebut bisa membuat citranya buruk di masyarakat.
Pemeriksaan kali ini terhadap Aris merupakan yang kedua kalinya.
Sebelumnya, Aris juga pernah dimintai keterangan saat membuat laporan resmi ke polisi pada 21 Agustus 2017 lalu.
Dalam laporan yang dibuat Aris, polisi menyertakan Pasal 27 KUHP ayat 3 tentang Informasi Transaksi Elektronik dan atau Pasal 310 KUHP tentang Penghinaan dan atau Pasal 311 tentang Pencemaran Nama Baik.
Polisi telah meningkatkan kasus itu ke tahap penyidikan. Kendati begitu, status Novel dalam kasus tersebut masih sebatas saksi terlapor.