Kasus PT Garam, Bareskrim Dalami Peran Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP
Akibatnya, kerugian negara sementara sebesar Rp3,5 miliar akibat hilangnya biaya masuk tersebut.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mabes Polri (Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim) terus mendalami kasus dugaan penyimpangan importasi garam yang dilakukan oleh PT Garam (Persero).
Selain pejabat Kementerian Perdagangan, penyidik juga memeriksa Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Brahmantya Satyamurti Poerwadi, terkait rekomendasi impor garam konsumsi yang diberikan.
Demikian disampaikan Direktur Tipideksus Bareskrim, Brigjen Agung Setya, melalui keterangan tertulis, Rabu (13/6/2017).
"Penyidik terus mendalami dugaan penyimpangan importasi garam yang dilakukan oleh PT Garam, termasuk meminta keterangan dari Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Kementerian KKP terkait dengan rekomendasi yang diberikan," kata Agung.
Sebelumnya delapan pegawai PT Garam dan pejabat Kemendag juga sudah dimintai keterangan oleh penyidik.
Pejabat Kemendag diperiksa karena tetnyata PT Garam sebelumnya sudah mengantongi Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan untuk importasi garam konsumsi sebanyak 75.000 ton, sebagaimana SPI Nomor 42 dan SPI Nomor 43.
Diberitakan, Dittipideksus Bareskrim Polri membongkar praktek penyimpangan dalam importasi dan distribusi garam industri sebanyak 75 ribu ton oleh PT Garam.
Sebanyak 1.000 ton garam industri yang diimpor itu dikemas dalam kemasan 400 gram dengan merek Garam cap SEGI TIGA G dan dijual untuk kepentingan konsumsi.
Adapun sisanya 74.000 ton diperdagangkan atau didistribusikan kepada 45 perusahaan lain.
Penyimpangan importasi yang dilakukan oleh PT Garam ini diduga untuk menghindari pajak biaya masuk sebesar 10 persen.
Akibatnya, kerugian negara sementara sebesar Rp3,5 miliar akibat hilangnya biaya masuk tersebut.
Direktur Utama PT Garam (Persero) Achmad Boediono dan satu orang lagi telah ditetapkan sebagai tersangka atas praktek kecurangan dan pidana ini.
Sang Dirut perusahaan garam BUMN tersebut juga sudah ditangkap di rumahnya di Bekasi, Jawa Barat.
Agung Setya memaparkan, PT Garam merupakan BUMN milik pemerintah yang ditugasi oleh kementerian BUMN untuk melakukan importasi garam konsumsi dalam rangka pemenuhan garam konsumsi nasional.
Oleh karena itu, PT Garam mengajukan importasi garam konsumsi kepada Kementerian Perdagangan dengan terlebih dahulu meminta rekomendasi dari Kementerian KKP.
Berdasarkan dokumen persetujuan import, Garam yang diimpor oleh PT Garam pada awalnya yaitu garam konsumsi dengan kadar NaCL dibawah 97 persen.
Namun, PT Garam mengajukan perubahan importasi yaitu garam dengan kadar NaCL diatas 97 persen.
Atas dasar itu kementerian Perdagangan memberikan persetujuan import garam industri karena kadar NaCL diatas 97 persen.
Sebelum importasi garam industri tersebut dilakukan, PT Garam melakukan kesepakatan penjualan garam konsumsi kepada 45 perusahaan, dan perusahaan tersebut harus melakukan pembayaran di muka dengan harga garam konsumsi.
Namun ternyata garam yang diberikan kepada 45 perusahaan tersebut adalah garam industri.
Dengan kata lain PT Garam membeli garam industri, kemudian menjual dengan harga garam konsumsi.
Hal ini tentunya merugikan 45 perusahaan tersebut, karena perusahaan tersebut harus membayar dengan harga garam konsumsi namun menerima garam industri.
Sebenarnya ke-45 perusahaan tersebut dapat juga melakukan importasi garam industri tanpa melalui PT Garam, namun jika ingin garam konsumsi harus melalui PT Garam.
Harga garam industri yang diimpor PT Garam sekitar Rp460/Kg, kemudian PT Garam menjual dengan harga garam konsumsi seharga Rp935-1.100/Kg.
Berdasarkan dokumen importasi, PT Garam membayar garam industri yang importnya sebesar Rp 31 miliar, kemudian menjual kepada 45 perusahaan dengan total harga Rp 71 miliar.