RUU Pemilu
PP Muhammadiyah Tolak Parpol Dapat Dana Saksi Pemilu
Untuk mengurangi kecurangan, Haedar menilai bisa melalui penguatan fungsi pengawasan dalam pemilu.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam RUU Pansus Pemilu, 10 fraksi di DPR meminta dana saksi Pemilu Legislatif (Pileg) diberikan kepada partai politik.
Namun pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri mengusulkan dana saksi dari APBN diserahkan kepada Panwaslu dan Bawaslu saja.
Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mendukung usulan pemerintah agar partai politik tidak boleh dapat jatah anggaran dana saksi dari APBN. Karena hal tersebut bisa membebani anggaran belanja negara.
"Usulan adanya dana saksi pemilu yang dibiayai APBN akan merusak tatanan penyelenggaraan pemilu dan membebani anggaran negara," ujar Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir, Sabtu (10/6/2017).
Menurut Haedar dana saksi berasal dari partai politik tidak menjamin adanya kecurangan pada pelaksanaan pemilu legislatif sebelum-sebelumnya.
Untuk mengurangi kecurangan, Haedar menilai bisa melalui penguatan fungsi pengawasan dalam pemilu.
"Pemberian dana saksi kepada partai politik tidak serta merta mengurangi kecurangan dalam pemilu," kata Haedar.
Kementerian Dalam Negeri memperkirakan anggaran dana saksi mencapai Rp 10 triliun. Angka tersebut hanya untuk satu kali putaran Pileg saja.
Menurut Haedar sebaiknya anggaran dana saksi dialokasikan kepada sektor-sektor yang bisa membantu mensejahterakan masyarakat.
"Negara dapat menggunakan dana ini untuk membiayai sektor kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya," ujar Haedar.