Mahfuz Sidik: Jangan Tunggu Bangsa ini Larut dalam Konflik
Ada yang menarik dari perhelatan Rapimnas Partai Golkar. Panglima TNI hadir sebagai pembicara, Senin (22/5/2017).
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Ada yang menarik dari perhelatan Rapimnas Partai Golkar. Panglima TNI hadir sebagai pembicara, Senin (22/5/2017). Di tengah paparan tentang menjaga dan membangun NKRI, Jenderal Gatot Nurmantyo membacakan sebuah puisi karya Deny JA berjudul "Tapi Bukan Kami Punya".
Panglima TNI sedang menunjukkan inti masalah yang sedang berkecamuk di banyak pikiran dan perasaan masyarakat Indonesia. Masalah yang jika tidak dicarikan solusi sistemik dan struktural, akan menjadi ancaman nyata bagi NKRI" Jelas Mahfuz Selasa (23/5/2017).
Mahfuz melanjutkan, selama ini ada upaya menggiring opini bahwa ancaman NKRI adalah kelompok-kelompok muslim yang aktif bergerak membela hak-hak agamanya, tapi kemudian diberi stempel anti keberagaman, anti Pancasila dan anti NKRI.
Sebaliknya, pihak yang menjadi sumber awal kegaduhan justru ditampilkan sebagai simbol keberagaman, Pancasila dan NKRI. Dari penggiringan opini ini muncul dua masalah baru.
Menurut anggota DPR RI dari Fraksi PKS ini, terjadi gejala polarisasi ideologis antara masyarakat muslim dan non-muslim. Kedua, ada gejala konflik horisontal antar unsur masyarakat muslim.
Yaitu antara yang mengklaim pihak moderat dan yang dituding pihak radikal."Saya setuju penuh dengan pernyataan wapres JK saat maraknya aksi bela Islam di Jakarta. Beliau katakan bahwa di balik aksi ini ada endapan rasa ketidakadilan akibat kesenjangan ekonomi yang sangat besar,"ungkap Mahfuz.
Menurut pandangan politisi dari daerah pemilihan Cirebon-Indramayu ini, apa yang sedang terjadi adalah masalah sosial-ekonomi, dipicu menjadi masalah politik-ideologis oleh seseorang atau sekelompok orang yang justru dipersepsi oleh masyarakat muslim sebagai sumber kesenjangan.
"Nah dengan puisi itu, Panglima TNI sebenarnya mengingatkan kita semua bahwa inti masalah adalah kesenjangan sosial-ekonomi dan penguasaan aset kekayaan nasional di tangan segelintir orang," lanjutnya.
"Dalam sejarah konflik ummat manusia di manapun, ini adalah sebab pokok dari berbagai konflik, perpecahan dan kehancuran banyak bangsam," tambahnya.
Ia kemudian menyarankan, sepatutnya semua pihak terutama para pemimpin lembaga negara, partai politik dan tokoh masyarkat menyadari betul hal ini.
Mereka harus keluar dari perangkap polarisasi ideologis dalam melihat dan menyikapi masalah bangsa. Tapi berani dan mau untuk masuk ke jantung masalah yang sebenarnya.
"Ingatlah akan pepatah, memahami masalah adalah setengah dari jawaban. Jika salah memahami masalah, maka kita tak akan pernah sampai kepada jawaban. Yang terjadi justru kita menambah masalah baru," Maahfuz menegaskan kembali.
Mahfuz mendukung agar TNI terus menjelaskan kepada semua unsur masyarkat akan hal ini. Ini tugas kenegaraan dan kebangsaan TNI yang diatur dan dijamin UU.
"Jangan tunggu bangsa ini larut dalam konflik, lalu TNI baru ambil peran sebagai pemadam kebakaran," katanya.